Roh Yang Tersesat

31 1 0
                                    


Gadis kecil itu bernama Sita, umurnya delapan tahun di musim gugur mendatang, dan tingginya masih tak lebih dari pinggang orang dewasa. Ia telah beranjak dari tidurnya bahkan sebelum matahari menampakkan cahaya pertamanya dan bergegas pergi ke sumur, dimana ia telah menyiapkan seember penuh air dingin pada malam sebelumnya untuk mencuci mukanya pagi itu. seulas senyum menghiasi wajahnya ketika ia berganti pakaian dan menjalin rambutnya menjadi dua kepangan rapi dengan pita merah yang sangat kontras terlihat pada rambut hitamnya.

Senandung kecilnya adalah suara yang akhirnya akan membangunkan ayam-ayam jantan, dan membuat mereka berkokok memanggil matahari saat Sita sudah bergegas mengambil tempayan dan pergi keluar rumah. Ia melompat-lompat riang menyusuri jalan setapak yang mengarah ke lembah.

Hutan adalah wujud kasih sayang nyata sang Ibu Bumi kepada gadis kecil itu. Di tiap sisi jalan yang selalu dilewatinya setiap pagi, sayuran hijau senantiasa melambaikan daun-daunnya yang segar, memamerkan kilauan embun pagi yang masih menempel pada permukaannya. Pada setiap tujuh langkahnya, Sita akan berhenti untuk memetik satu tanaman di sisi jalan dan meletakannya dengan hati-hati pada tempayan kayunya. Sambil terus bersenandung menyanyikan lagu balada pedesaan yang tak ia ketahui baitnya, Sita meneruskan perjalanannya, perlahan mengisi tempayan kayunya dengan berbagai jenis sayuran, hingga ia harus membawa tempayan penuhnya diatas kepala saat ia mencapai jalan setapak yang menuju ke desa.

Kota itu selalu ramai. Awalnya, Sita harus bersembunyi di belakang tubuh kedua orang tuanya, karena keramaian jalan selalu menakutinya. Kini ia melangkah tanpa ragu. dengan tempayan itu diangkat diatas kepalanya, kaki kecilnya melangkah ringan di jalanan tanah yang membelah pasar, tak lagi takut oleh banyaknya pedati dan pejalan kaki orang dewasa.

Menaruh tempayannya di tepi jalanan pasar yang kosong dan membujuk para pejalan kaki untuk membeli sayurannya adalah hal yang kini sangat disukainya. Kegiatan itu, meski sedikit, mengingatkan ia pada kedua orang tuanya, yang berjualan sayur dengan senyum yang mengembang. Sita tak dapat berhenti tersenyum mengingat kenangan-kenangan tersebut. tiap kali ia berjualan, gelisah yang ia rasakan menghilang. Menatap satu persatu orang yang melewatinya membuat Sita tak lagi mencemaskan kedua orang tuanya, yang masih tak kembali selepas tanah berguncang ketakutan saat badai petir dua bulan yang lalu. Orang-orang desa yang mengunjunginya mengatakan bahwa kedua orang tuanya tengah menidurkan bumi yang bergetar itu, dan Sita tidak menyalahkan badai petirnya, karena ia sendiri takut oleh raungannya selama tiga malam.

"Kasihan sekali anak itu," ujar setiap manusia yang melihatnya. Orang-orang dewasa yang memutar kepala mereka ketika gadis kecil itu datang, atau anak-anak kecil yang berhenti bermain saat Sita berjalan melewati mereka.

Tetapi hanya itulah ungkapan yang diucapkan oleh penduduk desa setiap harinya. Tak ada yang benar-benar ingin menolong gadis itu, dan tak ada yang benar-benar ingin mengajaknya bermain. Kemiskinan membuat mereka khawatir jika harus mengurus satu anak lagi, atau hati mereka enggan untuk mengurus anak dari seseorang yang tak pernah begitu mereka kenal. Namun Sita sama sekali tak keberatan dengan kehidupannya sekarang. Sesekali ia menangis karena merindukan orang tuanya, tetapi Sita adalah gadis yang tegar.

Suatu hari, hujan turun dengan derasnya hingga ia tak dapat pergi ke lembah untuk memetik sayuran. Pada hari berikutnya, semua sayuran segar itu telah layu karena terguyur hujan lebat, dan lumpur membuat jalanan tidak aman karena bisa saja ada ranting dan duri yang bersembunyi di baliknya, siap untuk melukai kaki kecil Sita yang berharga.

Sita terdiam kebingungan. Ia harus mendapatkan sayuran untuk ditukarkan dengan keping uang, lalu ditukarkan lagi dengan beras. Jika ia tidak mendapatkan beras, ia akan tidur dengan perut lapar malam ini. Sita berjinjit memindai seluruh jalan dari pintu rumahnya. Seluruh tanah kini adalah lumpur kental yang mengalir perlahan. Tetapi di sudut perkarangannya, tanaman bayam melambai-lambai ke arahnya. Ia bergoyang ke kiri dan ke kanan dengan riang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 13, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Roh Yang TersesatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang