Scene 1

804 16 4
                                    

Tak... tuk... tak... tuk... srekkk... srekkk... srekkk...

     Seorang bapak tua sedang memperbaiki pintu rumahnya. Terjangan angin topan semalam telah merusak sebagian depan rumahnya. Suara gergaji dan ketukan palu memecah kesunyian siang itu. Sunyi, selalu sunyi. Tak pernah ada hiruk pikuk di desa kecil tersebut-kecuali jika suatu upacara perayaan. Hanya terkadang beberapa orang saja yang terlihat lalu lalang di desa. Menemani suara perkasas, samar-samar terdengar celotehan tawa dari sekelompok anak remaja yang sedang berdiskusi di bawah pohon besar. 

     Tidak jauh dari seberang pohon itu, terdapat sepasang mata seorang pemuda yang tengah mengamati mereka dari jendela rumahnya yang gelap. Kaca hitam jendela membuat hanya pemuda itu yang bisa mengamati mereka dari dalam kamarnya. Mata kesedihan mengamati mereka yang sedang bersenda gurau. Tidak jauh darinya berbagai gumpalan kertas sketsa berhamburan di lantai. Dia mencoba membuat sketsa lagi, tetapi tidak berhasil. Diamati lagi mereka sebagai obyek, lalu menggoreskan kembali pensil sketsa ke kertas kosong. Melihat sekilas hasilnya, dan dengan gusar dia merobek kertas itu lalu membuangnya. Dia menatap lagi keluar jendela, diamati setiap wajah remaja satu persatu. Matanya berhenti pada 2 sosok remaja-cewek dan cowok yang duduk bersebelahan-lalu dengan wajah menyeringai dia kembali menggambar sketsa. Kali ini dengan puas dia melihat hasilnya dan menempelkan kertas itu pada dinding samping tempat tidurnya. 

     "Topan semalam itu benar-benar mengerikan, aku sampai tidak bisa tidur."

     "Ah Bill, itu kau saja yang penakut. Aku semalam tidak mendengar, malah tertidur dengan pulasnya."

     "Itu kau saja yang bodoh Seth, suara angin berisik saja tidak dengar. Dasar Sapi!"

     "Kau sebut aku apa?" Seth yang mulai emosi bersiap memukul Bill.

     "Hentikan! kalian seperti anak kecil saja. Hal kecil diributkan. Tapi tentang Topan semalam, aku kasihan melihat rumah Paman Smith. Bagian depan rumahnya sedikit rusak akibat angin topan. Tidakkah kalian para laki-laki mau membantunya?"

     "Cih! buat apa membantunya. Sudahlah Jane, Bill tadi juga sudah menawarkan bantuan, tapi malah disuruh pergi oleh paman galak itu."

     "Iya... Tapi tetap saja-..." Jane tiba-tiba menghentikan bicaranya dan menoleh ke kanan mencari-cari sesuatu.

     "Kenapa Jane?" Dean yang dari tadi duduk diam membaca buku di samping Jane ikut menoleh ke kanan.

     "Aku merasa seperti ada yang mengawasi kita..."

     "... Tidak ada siapa-siapa. Tapi ketika asyik membaca tadi juga aku merasa sama. Mungkin perasaan kita saja." 

     "Kalian berdua ini sedang apa?? Bisik-bisik. Ah aku lapar, Seth keluarkan kotak kue yang kau bawa dan ayo makan bersama-sama..."

.....

     Setelah puas mengamati sketsanya di dinding, perlahan senyumnya menghilang dan ekspresinya berubah menjadi raut muka kebingungan. Semakin bingung ketika melihat gumpalan-gumpalan kertas berserakan di lantai. Dengan heran dia kembali duduk di depan jendela dan menerawang ke arah taman pohon besar. Dia terlihat senang melihat teman-temannya bercanda di bawah pohon. Dia akan beranjak keluar untuk bergabung dengan teman-temannya. Seketika itu terlihat sketsa yang ada di dinding, kemudian ia terkejut dan langsung mengambil sketsa yang ada dinding. Dia melihat bergantian antara sketsa dengan pemandangan remaja di depannya. Dia semakin ketakutan ketika menyadari gambar yang ada dalam sketsa dengan apa yang dilihatnya itu sama.

Hanya saja.

Di sketsa itu

terdapat hal mengerikan...

When The Dust has BindingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang