Prolog

743 77 33
                                    

Edma duduk bersama tujuh Penjaga Mata Angin, enam Penunggu Alam dan tiga Pengendali Elemen. Di lain sisi, penjabat tinggi lainnya duduk dengan tenang. Pertemuan yang telah lama mereka tidak lakukan. Empat dasawarsa? Lima abad? Ia bahkan tidak bisa mengingat hitungan masehi tersebut.

Entah ada perkara apa sampai seluruh pejabat penting dipanggil. Jika ada masalah kecil, hanya bunian yang dipanggil untuk dimintai pertimbangan. Apa sang Iblis terbebas dari jeruji keabadian? Ada peristiwa luar biasa apa yang sesungguhnya tengah terjadi?

Di samping Edma, Putri Tenggara duduk menggelisahkan, mencari posisi nyaman. Penunggu Pohon tak henti-hentinya memainkan pot, memegang tanaman agar tidak merunduk. Ia bisa menggunakan kekuatannya untuk menegakkan tanaman tersebut, tapi ada aturan jika memasuki wilayah kerajaan. Tidak ada kekuatan yang boleh digunakan. Cukup adil. Sesaat mata Edma melihat siapa saja yang hadir, Bawanapraba datang. Hening lebih mencekam.

Ia mengubah wujud fisiknya menjadi sesosok lelaki manusia setengah abad. Bertumbuh tinggi kekar, rambut beruban yang lebat. Mengenakan pakaian kerajaan lengkap dengan kevlar. Warna kulitnya putih cahaya. Bawanapraba duduk di atas singgasana dengan anggun. Sorot matanya yang tajam menyapu seisi ruangan.

"Syukur kebahagiaan aku sampaikan kepada kalian," Sang Hyang berbicara dengan suara berwibawa. "Terima kasih sudah memenuhi panggilanku. Hal ini menandakan bahwa kalian menjunjung tinggi kehormatan kerajaan."

"Daulat Yang Mulia. Sudah menjadi kewajiban kami untuk melaksanakan perintah dan memenuhi panggilan," jawab Siluman.

"Ada hal penting apa yang sebenarnya Sang Hyang ingin sampaikan kepada kami?" tanya Penunggu Hewan mewakili pertanyaaan yang berlarian dalam benak seluruh hadirin di ruangan kerajaan.

"Anak-anakku. Tiba saatnya bagi kalian menunjukkan siapa diri kalian sesungguhnya," kata Bawanapraba tenang. Keningnya bertaut, helaan napas dalam dan penarikkan oksigen yang berat. Edma tahu, Bawanapraba tidak membutuhkan oksigen itu. Tapi, esensinya menyiratkan kekuatannya yang melemah dan angin di sekitarnya memberitahu Edma bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi.

Pengendali Api menggumamkan sesuatu yang tidak jelas.

"Kalian pasti sudah tahu, kristal mustika di ujung tongkatku telah pecah berkeping-keping. Terdampar di banyak wilayah dalam lintas waktu. Aku meminta kalian untuk mencari kepingan itu. Sebelum kekacauan terjadi, dan bencana yang tidak terelakkan. Tugas kalian sudah digariskan, wilayah dan waktu sudah disiapkan sang Magi, kalian akan diberikan gulungan peta sesudah keluar dari pintu," kata Bawanapraba menjelaskan

"Bencana apa yang Sang Hyang maksud?" tanya Adipati Utara.

Bawahapraga mengembuskan napas panjang. "Manusia berkekuatan. Relavitas waktu yang akan dibuat ulang. Aturan hukum alam baru yang akan mengacaukan seluruh kehidupan di atasnya. Itu semua bisa terjadi jika serpihan kristal digunakan oleh penemu yang tidak bertanggungjawab."

Seluruh yang hadir dalam ruangan berbisik heran. Bagaimana tidak, kejadian hancurnya serpih sudah lewat lintas generasi, tidak terdefinisi dan dirahasiakan. Mungkinkah menemukan kristal itu di muka bumi yang lempengannya selalu berubah? Mengapa baru sekarang efeknya ketahuan?

"Kenapa bukan Sang Hyang yang mengambilnya? Kau memiliki prajurit lebih handal, adipati dan sang Magi." Edma tidak benar-benar ingin mengucapkan kalimat itu, namun ini satu-satunya kesempatan untuk membakar bara masa lalu. Suaranya memecah bisik-bisik riuh rendah.

"Anakku, kau mendapat tugas di Selat Malaka. Kau bisa pergi ke luar sana, menemukan kepingan pecahan itu. Kembalikan padaku secepatnya. Dan kedamaian hati akan kau rasakan." Bawanapraba tidak menggubris protesan Edma.

Semua penjaga, penunggu dan pengendali elemen berdiri, siap memberikan penghormatan pamit. Tidak banyak bertanya dan siap melaksanakan tugas. Edma juga berdiri, jubahnya berkibar-kibar.

"Mungkin Sang Hyang memikirkan risiko meminta bantuan ini sebelum membiarkan Ayahku meninggal," kata Edma tajam, pahit dan menusuk.

Semua yang mendengar itu terpekik terkejut. Tidak menyangka kelancangan ucapan Edma ke Bawanapraba. Dengan kekuatan masing-masing, mereka mengambil ancang-ancang penyerangan pada Edma sebagai hukuman. Sang Magi yang berdiri di daun pintu siap melerai kekacauan yang akan ditimbulkan.

Sedangkan Edma sudah siap mengeluarkan kekuatan ketika Pengendali Elemen Api mengeluarkan percikan api di tangannya. Dulu ia takut padanya. Tapi, ketakutan itu kini tak beralasan, rasa bencinya menguasai ego. Namun sebelum peperangan terjadi, Putri Tenggara menyentuh pundak Edma. Menyalurkan energi kesejukan angin tenggara dan ketentraman. Kekuatan Edma meredup hingga akhirnya menghilang.

"Biar aku yang berbicara dengan Edma," kata Putri Tenggara sambil berpamitan pada Bawanapraba dan mendorong Edma keluar pintu, melewati semua orang. Edma ingin sekali menolak, tapi Putri Tenggara tak menerima bantahan.

Mereka beranjak ke timur, tengah-tengah wilayah timur laut dan tenggara untuk mengantisipasi perselisihan paham yang mungkin saja terjadi. Dan seringnya memang terjadi. Edma menyentak mundur, siap terbang kembali ke timur laut. Namun lagi-lagi Putri Tenggara menahannya.

"Edma, kau tak bisa terus bersembunyi. Kau tak bisa terus berlari menghindar," kata Putri Tenggara lembut.

Edma mencebik. "Apa maksudmu? Kau tidak tahu apapun tentangku. Berhentilah mencampuri kehidupanku!"

"Aku tahu Edma. Aku mengetahui semua rahasiamu. Apakah kau akan memberitahu Dhanu dan Baruna apa yang sebenarnya sudah kau lakukan di tahun 2004 dan tahun-tahun tragedi itu?"

"Bagaimana kau—"

"Kadang-kadang kau bisa hidup dalam perang kebohongan. Tapi, kejujuran selalu memenangkan pertempuran."



Dear readers,

Vote dan tanggapan ditunggu. Bab seterusnya akan di private menghindari efek-efek "kaca". Silakan follow untuk membaca lanjutannya.

Pertarungan Terakhir PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang