Molekul 2 : Noblesse Oblige

56 1 0
                                    


Mimpi semalam itu masih terbayang jelas di pikiran Hanif. Setelah lima kali bermimpi sama, kali ini sosok dalam mimpinya berbeda jauh dengan kelima mimpi sebelumnya. Siluet gadis berambut sebahu itu muncul menggantikan suara bariton di mimpi sebelumnya.   

Hanif menepis bayangan mimpi semalam dan kembali fokus pada layar komputer amoled ultra slim dihadapannya. Tugas analisa awal psikologi yang setengah jadi dihadapannya harus diprioritaskan.

Hanif mendengar ponselnya berdering panjang. Nama Ferdinand Mathis yang terpampang di layar ponselnya membuatnya tak ragu untuk menjawab.

"Kamu belum cek chat buzz ya?"

Hanif belum menjawab, dan membiarkan Ferdinand menjawab sendiri pertanyaannya. "Aku sudah memasukkanmu ke dalam grup."

Hanif hanya menjawab 'Oh'—kata singkat yang tidak jelas. Ferdinand tersenyum tipis, lalu melanjutkan pertanyaannya. 

"Kamu lagi sibuk?"

"Aku sedang mengerjakan tugas psikologi dasar."

"Ah, maaf kalau aku mengganggu."

"Tidak apa-apa. Lagipula tugasku sebentar lagi selesai."

"Oh, oke. Kalau sempat, ikut ngobrol di group chat yang baru saja kubuat."

"Jangan dengarkan Mamoru kalau ia mengancammu. Ia mungkin bercanda... walaupun gaya bercandanya benar-benar menyebalkan."

Suara Ferdinand mulai mengecil dan tidak terdengar lagi sampai terdengar nada telepon terputus. Sepertinya pangeran itu sadar diri bahwa ia mengganggu aktivitas Hanif.

Hanif mengakhiri tugas makalahnya. Ia mengecek puluhan notifikasi dari aplikasi chat buzz yang belum terbaca. Sebagian besar notifikasinya dari satu grup baru yang membuatnya mengernyitkan dahi. Ferdinand adalah orang yang bertanggung jawab atas pembuatan grup tersebut. 

.

.

.

Hanif baru saja menyelesaikan kelas pendahuluan antropologi. Di samping kirinya, pengawal pribadinya mengingatkan jadwal selanjutnya adalah rapat mengenai perkembangan di kerajaan Qauya. Pangeran berdarah arab itu melangkah masuk ke dalam markas Angel Salvation.

"Saya permisi dulu, Pangeran Hanif."

Hanif bergeming sejenak saat memasuki aula utama markas Angel Salvation.  Sepasang mata kelabunya terpaku pada tulisan Noblesse Oblige yang membaur di antara ratusan kalimat petuah berbahasa asing lainnya di tepi langit-langit.

Prinsip Noblesse Oblige menjadi prinsip utama Angel Salvation sebagai pelindung yang lemah, bukan menindas yang lemah. Pemilik kekuatan dan kekuasaan; salah satunya adalah dirinya sendiri. Prinsip yang berpegang teguh untuk mengayomi rakyat, antirasis, dan antidiskriminasi.

Sepuluh tahun yang lalu, ia melihat sendiri penyimpangan prinsip utama Angel Salvation itu. Peristiwa yang membuat seorang anak kehilangan ibunya karena sang ibu berasal dari golongan general.

Lamunan Hanif terputus saat ia mendengar seseorang memanggil namanya. Ia menoleh ke belakang. Seseorang berambut pirang dan tinggi tegap menunduk hormat kepadanya.

"Maaf telah mengagetkan anda, Pangeran Hanif. Pangeran Avero menunggu anda di dalam ruang latihan du Vent."

Pria itu pergi meninggalkan Hanif. Dari isi pikirannya, ia menebak pria tadi adalah pengawal pribadi dari Avero Bonnefoy—nama lengkap pangeran yang disebut pria itu.

Lima Pangeran : AnginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang