BAB 1

33.1K 4.1K 2.5K
                                    

Namanya Mochammad Jay Pangestu. Umur delapan belas tahun, golongan darah A, tinggi badan seratus enam puluh lima. Kecil-kecil cabai segar, bukan cabai rawit. Tahun ini kelas tiga, enam bulan lagi ujian nasional. Alih-alih mencari tempat les atau belajar untuk persiapan ujian, cowok berhidung mancung dan berkulit putih itu justru dengan santainya keluar-masuk kafe untuk menumpang wi-fi demi menonton video noona1-noona anggota girl group Korea. Sekilas jika dilihat Jay tidak jauh berbeda dari remaja sepantarnya, namun coba telaah, kenali dia lebih dalam.

Dijamin... gumoh.

Jay adalah salah satu K-Popers garis keras alias penggemar girl group Korea sampai nanti riwayatnya tuntas. Dan hal tersebut yang membuat dia jadi berbeda dengan yang lainnya. Jay selalu asyik dengan dunianya sendiri, dengan dunia kefanaan berisi para wanita Korea. Mungkin semuanya akan baik-baik saja seandainya Jay masih dalam fase sebatas nge-fans. Kabar buruknya, tingkat ke-nge-fans-an Jay sudah di stadium akhir. Kondisi kejiwaan Jay mengenai noona-noona Koreanya sudah tidak bisa diselamatkan lagi.

Jay terlalu cinta mati dengan girl group Negeri Ginseng itu. "Eh, nggak usah banyak omong, deh. Kegiatan fanboying gue ini termasuk salah satu cara menjauhkan diri dari kerasnya pergaulan anak zaman sekarang. Gue nggak akan pakai narkoba karena buat apa pakai kalau girl group Korea aja udah bikin kecanduan. Rasanya kayak udah sakau duluan pas liat mereka. Gue fanboy dan gue bangga!" katanya setiap ada yang mengejek.

Itu jawaban ketika ada yang mengatakan bahwa dirinya alay karena suka korea-koreaan. Beda kasus lagi kalau sudah ada yang berani menyinggung masalah operasi plastik, mulutnya mendadak setajam silet milik salah satu presenter acara gosip.

"Ah, banyak ngomong, deh. Bilang aja lo iri karena muka mereka itu syurgawi yang nyata, sedangkan muka lo kayak lahar neraka."

Pokoknya jangan macam-macam deh sama Jay, apalagi untuk para kaum hawa. Kalau jadi sakit hati, Jay nggak akan sudi tanggung jawab, kecuali muka kalian mirip dengan noona-noona Korea.

Iya, kecintaan Jay dengan dunia per-k-pop-an tidak main-main. Jay bahkan rela mengumpulkan uang jajan untuk ditabung, alasannya agar suatu saat bisa pergi ke Korea.

"Aku sayang sama kamu. Please, kamu jangan tinggalin aku..."

Hoek.

Jay memencet tombol remote, mengganti saluran setelah merasa perutnya mendadak mual melihat tayangan sinetron malam ini. Sialnya, seluruh tayangan hanya menampilkan sinetron, film India, atau acara dangdut. Seandainya Jeki— laptop putih kesayangannya, yang dibeli menggunakan uang tabungan selama dua tahun—tidak rusak, maka sudah dipastikan malam kelabunya ini tidak akan semakin membosankan. Setidaknya dia bisa lebih puas menonton drama Korea atau video Blackpink, girl group kesukaannya.

Bagaimana Indonesia mau maju kalau remaja yang posisinya sebagai calon penerus bangsa saja setiap hari disuguhi tayangan tidak bermutu. Hello, yang Jay dan para remaja butuhkan selain sinetron percintaan—yang herannya episodenya bisa tembus sampai seribu padahal jalan ceritanya hanya berputar di itu-itu saja—adalah tayangan yang sifatnya bisa menambah pengetahuan.

Belum lagi sinema setiap siang. Anak orang setiap hari dicekoki sama kisah cinta abang-abang tukang siomay dan cewek kaya. Gimana kalau itu ngaruh ke pemikiran anak? Gimana kalau anak-anak sampai punya cita-cita jadi tukang siomay karena mereka melihat si Abang Tukang Siomay bahagia tanpa harus memikirkan kasta bersama si Cewek Kaya? Padahal dunia itu kejam. Zaman sekarang siapa sih yang mau diajak susah? Kalau sudah seperti ini siapa yang mau tanggung jawab coba. Siapa?

Fanboy Attack [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang