1

22 0 0
                                    

Langit mulai mengirimkan sinyal bahwa sebentar lagi akan turun salju. Angin sejuk yang menghembus terasa sangat membelai pipi. Aku sudah mendengar pengumuman bahwa sebentar lagi mungkin akan turun salju, namun aku masih berada diluar rumah untuk membeli beberapa buku untuk memenuhi catatan mata kuliah ku yang akan dikumpulkan esok hari.

Menyebalkan memang!

"Uhh dingin sekali!" aku terus mengusap-usap telapak tangan ku agar hangat.

Melihat bangunan yang sangat kukenal disana, aku mendesah lega. Aku sudah sampai di toko buku. Aku langsung masuk kedalam dan segera mencari buku yang kubutuhkan agar dapat segera pulang dan membuat secangkir coklat hangat.

Buku yang kucari sudah kutemukan. Namun sial! Salju sudah turun diluar sana. Jika aku menerobos dan berjalan kerumah ku, yang ada aku malah akan tertimbun salju dan mati kedinginan ditengah jalan. Payah memang nasibku.

"Excuse me! Apa kamu sedang terjebak pula?" kata seorang bule yang sangat tampan yang tiba-tiba berada disampingku.

"Ya. Semua orang pun tahu jika saya sedang terjebak hujan salju disini," jawabku jutek.

"Kamu orang Indonesia?" tanya bule berhidung mancung tersebut.

"Ya. Kamu orang Indonesia?"

Bule itu tersenyum manis. Sangat manis. Tuhan! Selamatkan aku! Mengapa ia sangat tampan? Bisa meleleh ditempat aku.

"Oh bukan. Saya orang Perancis. Nama saya Ludwig. Smith Ludwig Fransisco. Kamu?"

Oh Tuhan! Kumohon jangan tersenyum lagi!

"Saya Yesisca Steffani Anggara. Pantas bahasa Inggris mu terbata-bata,"

"Kamu mahasiswi di Harvard University? Oh saya juga kuliah disana. Kamu jurusan apa?" Sambil melihat buku yang ada ditanganku.

"Thoraks Kardiovaskular. Kamu?"

"Aku jurusan Anastesiologi. Kamu sangat cantik!"

Blush! Pipiku bersemu merah. Apa sedari tadi dia memperhatikan ku?

"Hahaha.. Kamu tambah cantik dengan pipi bersemu merah seperti itu. Aku benar-benar menyukainya!"

God! Kumohon Ia jangan tersenyum.

"Ludwig, hujan salju telah reda. Saya pamit pulang duluan. Kasihan teman saya jika saya tinggalkan lama-lama," kataku mengganti topik karena aku sangat tersipu akan pujiannya tadi.

"Sebentar, saya akan menelepon teman saya untuk menjemput saya. Kamu pulanglah," sambungku sambil mengeluarkan telepon genggam ku dan menelepon Shara.

"Halo Shara,"

"Halo.. Ah kau rupanya, Yes! Ada apa? Kau sangat mengganggu 'aktivitas' ku! Dasar menyebalkan! Ada apa?" katanya diseberang sana.

"Apa?! Dengan siapa kamu dirumah, Shar? Beraninya kamu memasukkan orang lain kedalam rumah tanpa seizin ku! Huh!" gerutuku.

"Hey astaga! Aku sedang tidak dirumah! Aktivitas apa yang kau maksud? Aku sedang melakukan aktivitas membuat kue ku. Aku sedang dirumah Vera temanku. Kamu ada meneleponku?"

"Astaga Shara! Aku kira apa! Aku ingin minta jemput di toko buku."

"Astaga! Aku baru lima menit sampai disini, tak bisakah kau pulang sendiri? Kali ini saja,"

"Huh! Menyebalkan! Baiklah! Jangan lupa, bawakan kue nya untukku!"

"Baiklah! Bye!"

Dasar tidak sopan! Aku yang menelepon mengapa jadi dia menutup teleponnya? Dasar menyebalkan!

Aku pulang dengan siapa jika begini? Sepertinya aku terpaksa berjalan kaki lagi.

"Mengapa wajahmu cemberut? Temanmu tidak menjemputmu? Bagaimana jika pulang denganku?" tawar Ludwig. Bagaimana ia bisa tahu jika Shara tak bisa menjemputku? Kentara sekali kah wajahku menyiratkan kekesalanku?

"Humm.. Tak apa-apa. Terima kasih. Aku bisa pulang sendiri. Permisi" tolakku halus dan segera pergi dari toko tersebut.

"Kumohon!"

Dia berbahasa Indonesia?

"Kamu berbahasa Indonesia?" tanyaku heran.

"Ayah ku Perancis, Ibuku Bali. Jadi saya ada darah Indonesia. Kumohon! Pulanglah denganku!" katanya sambil memohon.

"Baiklah, kali ini saja! Terima kasih." kataku.

Ia pun membukakan pintu mobil untukku. Sungguh! Aku masih heran! Mengapa tiba-tiba ada seorang pria tampan yang baik padaku? Aku harus waspada!

Pintu mobil terbuka, pun menyambutnya dengan senyum seadanya dan langsung masuk kedalam mobil.

❤❤❤

Entah perasaan macam apa ini..
Terkadang timbul getaran..
Terkadang menghadirkan pelangi..
Tak jarang pula mengundang badai dahsyat dan petir..
Aku tak tahu..
Aku tak bisa memastikan..
Namun kurasa, aku jatuh cinta..
Pada gadis bermata hazel itu..

"Hey dude! Kulihat sedari tadi kau terus tersenyum, apa yang terjadi?" sapa Mario saat melihat Ludwig kembali dari toko buku.

"Apa? Aku tersenyum? Tidak. Perasaan mu saja mungkin, little dude! Makanan apa yang menjadi menu makan malam kita hari ini? Uhh aku sangat lapar uhh!" Ludwig merasa salah tingkah didepan adik laki-lakinya itu. Adik nya selalu dapat membaca apa yang sedang ia rasakan.

"Heyy.. Bahkan kau belum menjawab pertanyaan ku, Kak!" Mario memberengut kesal.

"Tidak ada yang harus kuceritakan maupun kujawab, Mario! Ayo siapkan meja makan! Aku sudah sangat lapar," lagi-lagi Ludwig mengalihkan pembicaraan.

"Aku tahu kau sedang jatuh cinta, Kak! Siapa wanita cantik itu, Kak?" tebaknya sambil menyiapkan meja makan beserta makan malam mereka.

"Bagaimana kau bisa tahu jika ia cantik?" tanya Ludwig dengan ekspresi heran membuat kadar ketampanan nya menukik naik.

"Kau tampan kak! Pastilah ia pun cantik! Wanita itu tidak kau rencanakan menjadi korban mu lagi, kan?"

Ludwig terdiam.

Ia sudah terlalu sering meninggalkan wanita setelah wanita itu ternoda. Sudah banyak buah cinta nya yang sampai saat ini tak ia ketahui dimana rimbanya karena wanita-wanita nya telah pergi setelah ia maki.

Ia memang paling lemah jika berurusan dengan perempuan. Ia selalu tak mampu mengendalikan nafsunya. Selalu saja ia mengulangi kebodohannya.

Ia sangsi, apakah ia dapat menjaga 'mahkota' milik wanita yang ia temukan tadi. Sungguh ia sangatlah penasaran dan ingin mengenal wanita itu lebih jauh lagi.

"Yesisca. Ahh nama yang sangat cantik! Secantik sang empunya nama!" gumamnya.

"Hey! Apa aku tidak salah dengar? Kau menyebut nama perempuan? Dia 'kah yang sedang kau sukai? Kumohon Kak, kali ini jangan buat Ma dan Pa terluka lagi karena ulahmu. Jangan membuat mereka malu lagi, Kak" kata Mario sambil tersenyum manis dan tulus.

"Aku merasa sangat bodoh jika terus kau nasihati, Mario. Terima kasih. Tak bisakah kita makan lebih cepat lagi? Aku sangat lapar," canda Ludwig.

Mereka makan malam dalam diam. Mario sangat prihatin dengan kakak keduanya itu. Sangat sering, kakaknya itu membuat Ma dan Pa mereka menangis oleh ulah kakaknya itu. Sampai saat ini, yang masih berhubungan dengan anak-anak Ludwig hanya dirinya. Maka dari itu, ialah orang terdekat Ludwig.

Waktu menunjukkan pukul 02.00 pm. Ludwig terjaga dari tidurnya karena Yesisca yang terus menerus hadir dalam mimpinya. Entahlah, ia merasa heran dengan mimpinya. Ia seperti melihat masa depan Yesisca yang sangat kelam dan memprihatinkan. Dan entah mengapa pula, ia merasa bersalah atas kekelaman dimasa depan Yesisca. Ia terus dihantui rasa bersalah yang tak jelas. Ia memutuskan untuk menemui Yesisca di fakultasnya dan berbasa-basi menanyakan tentang Yesisca.

❤❤❤

Author's note :




Hay ketemu lagii.. 😀Umm.. Maaf ya klo tetep masih receh ceritanya.. Aku dapet ide cerita ini aslii dr ngimpi aku sendiri... Entahlah tau-tau aja dapet ide gtu.. Kyk ada yg ngasih ide gtu...hehe..



Makasih ya.. Tolong vote n komen.. Trims 😊

iersharghia

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku dan LukakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang