Setiap hal di muka bumi ini memiliki nama, sebuah nama yang menjadi identitas, nama yang menjadi sebuah lisensi dan tanda pengenal, baik itu bagi manusia, hewan, tumbuhan bahkan benda matipun memiliki nama. Sesuai dengan bentuk, sejarah pembuatannya, atau apa saja, yang penting bernama.
Bayi merah berlumur darah lepas wiladah-pun sudah disiapkan sebuah nama oleh orang tua. Dan di masa depan kelak, si anak akan menoleh jika dipanggil sesuai dengan nama yang diberikan orang tuanya.
Nama adalah identitas yang akan selalu mengingatkan seseorang pada sejarahnya, sebuah cerita bahkan kisah pilu. Nama adalah alamat tak terbatas yang menjadi penunjuk dan menjadi rujukan dalam setiap kesempatan. Namapun akan menjadi kenangan yang sulit untuk dilupakan. Tidak ada yang tahu siapakah pertama kali di muka bumi ini agar melabeli sesuatu, seseorang, atau apa saja dengan sebuah nama. Mendadak ada dengan sendirinya tercipta begitu saja.
Barangkali Tuhan memang sengaja mengaturnya, Tuhan senantiasa berbisik sesuatu di nurani terdalam manusia agar menamai apa saja. Tuhanpun dengan kuasaNya mampu membuatnya berjalan begitu saja tanpa tahu siapa yang memulai pertama kali, ada dengan sendirinya.
Alina Dewi, begitu nama lengkapnya. Alin panggilan resmi, Lina panggilan dari Oma, Kelinci panggilan dari Raihan. Bahkan sebuah nama Alina Dewipun sengaja diatur dengan sedemikian rupa untuk sebuah sejarah, untuk sebuah masa yang bahkan Alin sendiri tak pernah turut merasakan masa itu.
Sebenarnya nama Alina Dewi adalah nama gabungan antara nama ayah dan ibunya. Ali adalah nama bapak Alin, dan Dewi adalah nama ibu Alin. Oma menyengaja menyelipkan dua nama tersebut sebagai bentuk dedikasi terakhir yang diberikan Oma untuk anak-mantunya itu.
Sempurna sudah, terangkai menjadi sebuah nama, agak aneh dan kadang memang janggal, tapi Oma benar-benar menyengaja merangkai dua nama orang terpenting tersebut sebagai nama Alin, dua nama yang tentunya hingga saat inipun Alin bahkan tidak benar-benar tahu rupa keduanya. Tuhan memiliki rencana yang jauh lebih indah untuk keduanya. Tuhan dengan sangat apiknya mengatur agar Alin tetap tumbuh sehat dan kuat walau tanpa keduanya.
Dan untuk dua nama yang Alin rindukan, untuk dua nama yang bahkan hingga dua puluh satu usianya kini selalu Alin raba-raba dalam remang titik hati. Dua nama yang hanya bisa dia lihat pada sebingkai foto tua potret masa lalu, dua nama yang kini menjadi namanya sekaligus. Dan Alin tidak pernah bersedih dengan kepergian keduanya, bukankah itu sudah berlangsung lama? Oma senantiasa bilang jika Tuhan sangat menyayangi keduanya sehingga mereka pergi terlebih dahulu.
Akan tetapi di malam ini, malam kesekian, bahkan mungkin ribuan malam berselang setelah kepergian keduanya, Alin menangis, untuk kali pertamanya dia merasa sedemikian sedih dan sangat merindukan keduanya. Dan untuk kali pertamanya, entah mengapa Alin mendadak ingin sekali bertemu walau sekali dengan keduanya. pertemuan yang nyata, bukan pertemuan lewat mimpi yang selalu Alin rasakan selama ini.
Alin menyusut air mata diam-diam, bus kota yang membawanya membuat tubuh bergoyang, jalan di luar sana gulita dengan bayang-bayang pohon yang berlari saling berkejaran, bayang-bayang pohon yang seperti hantu jalanan saling menyambung satu sama lain. Siluetnya terlihat menakutkan dari kursi sebuah bus yang membawanya berlari.
Untuk sebuah rindu tak tertahankan yang dia rasakan kini, Alin menyusut air matanya, untuk sebuah sedih yang bahkan mendadak menjadi kemarahan kini, Alin lagi-lagi menyusut air mata, dan untuk sebuah rasa yang entah apa itu namanya Alin menyusut air mata yang kesekian. Hanya menyusut air mata diam-diam, karena Alin paham dan tahu dia tidak sedang ingin menggugat Tuhan, Alin juga tidak sedang berusaha membalikkan takdir. Dia hanya seorang hamba lemah dengan segudang kurang, dan dia benar-benar rindu pada dua orang tuanya, yang bahkan tidak pernah benar-benar ada di dalam memorinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Marmutkelinci143@yahoo.com
RomanceJika cemburu tidak membuat segalanya saru, maka izinkan aku bercemburu! Sayangnya cemburuku padamu menjadi sedemikian tabu. Tak seharusnya aku menyimpan rasa ini! Kelinci begitu panggilmu kepadaku, akupun memanggilmu dengan Marmut, sayangnya harus a...