Sesosok pria dewasa berambut pirang melangkahkan kaki menyusuri bandara. Sepatu kets-nya meninggalkan jejak tak kasat mata. Kaos oblong biru sedikit terangkat ketika angin berhembus.
"Sudah lima tahun aku meninggalkan Jepang. Aku rindu Hime." Naruto memandang lurus pepohonan Sakura di halaman depan bandara.
"Papa, siapa itu Hime?" Seorang anak kecil berambut hitam menggandeng tangan Naruto.
"Kau akan tahu setelah kita bertemu dengannya, Sarada." Naruto mengusap puncak kepala Sarada.
"Aku ingin bertemu dengan Hime. Dia pasti secantik putri dongeng." Mereka memasuki mobil yang dikendarai sopir pihak Namikaze.
"Tentu. Hime berarti putri. Dia yang spesial bagi Papa." Naruto mengalihkan pandangan ke luar kaca mobil.
"Mama tidak spesial untuk Papa?" Sarada merengut kesal karena ucapan papanya itu.
"Mama juga spesial." Sebagai sahabatku, lanjutnya dalam hati. Naruto tidak ingin Sarada kecewa atas jawaban yang jujur meski anak seumurannya belum paham.
"Benarkah itu?" Wajah Sarada sumringah. Dia tersenyum, hingga matanya menyipit.
"Makanlah keripik ini, Sarada. Ini kesukaan Hime. Kau pasti akan suka." Naruto menyodorkan sebungkus keripik yang sudah dibukanya. Sebelumnya, dia sudah meminta ibunya untuk menyediakan beberapa cemilan di mobil.
Sarada mencicipi keripik itu. Wajahnya lebih berbinar. "Papa, ini enak sekali. Aku suka."
"Sarada tidak menyuruh Papa untuk makan bersama? Papa juga mau." Naruto berusaha merebut keripik sebungkusnya, tapi tangan Sarada lebih cepat menghindar.
"Tidak mau," rengek Sarada. Dia mengayunkan kakinya berulang kali. Menjulurkan lidahnya untuk mengejek Papanya.
"Baiklah. Papa masih punya sepuluh bungkus." Naruto mengambil cemilan dari kantong plastik di kursi belakang.
"Papa, kenapa Papa tidak bilang dari tadi? Aku mau banyak." Sarada merentangkan tangannya. Memeragakan kata banyak.
"Putri Papa yang cantik, tidak boleh serakah seperti itu." Naruto terlihat seperti ayah pada umumnya. Menasihati putrinya ketika melakukan kesalahan.
"Tapi, aku ingin banyak," teriak Sarada, suaranya pun melengking.
"Tuan, kita sudah sampai," kata sopir itu. Dia membukakkan pintu bagi tuannya.
"Ayo kita turun, Sarada. Kita akan bertemu Nenek dan Kakek." Naruto menggendong Sarada memasuki rumah megah Namikaze.
"Papa, bukannya Nenek di Amerika. Kenapa sampai di sini?" Sarada menunjuk pintu rumah.
"Yang di Amerika itu Nenek Tua, sedangkan di sini Nenek Muda." Bingung dirasakan Naruto ketika Sarada tidak bisa membedakan Nenek yang mana.
"Papa, aku yang akan memencet belnya." Sarada menekan bel rumah dengan brutal. Mirip Naruto saat berkunjung ke apartemen Hinata.
Ting tong ting tong ting tong
"Sebentar," teriak Kushina dari dalam.
"Itu suara Nenek?" tanya Sarada. Naruto membalas dengan anggukan.
"Bisakah menekan belnya dengan halus? Aku sudah tua, sulit untuk sekadar berlari." Kushina langsung menyemprot Naruto dengan omelan ketika pintu terbuka.
"Ibu tidak mempersilakanku masuk?" Naruto melenggang masuk, lalu duduk di sofa merah delima.
"Apa yang kau lakukan selama di Amerika? Pulang ke Jepang dengan membawa anak kecil." Kushina menjitak kepala Naruto. Dia menatap Sarada dan Naruto bergantian. Tidak mirip, batinnya.
"Ibu, dia putriku. Cantik, bukan?" Naruto merangkul bahu sang Ibu.
"Hai, Nenek." Sarada melambaikan tangan kanannya.
"Aku akan menjelaskan semuanya nanti," bisik Naruto di telinga Kushina.
"Halo, cucuku. Senang bertemu denganmu. Kau pimtar bahasa Jepang." Raut wajahnya berubah menjadi ramah tamah. Tidak seperti tadi, yang begitu terlihat garang.
"Aku tidak pernah berbahasa Inggris, Nenek." Selama di Amerika, Naruto tidak pernah mengajarkan bahasa Inggris pada Sarada. Mereka pasti akan pulang ke Jepang, tak mungkin terus bersembunyi di Amerika.
"Ibu, aku ingin ramen," ucap Naruto menarik-narik tangan Kushina.
"Buat sendiri! Apa kau tidak malu pada anakmu?" bentak Kushina yang lagi-lagi menjitak Naruto.
"Hihihi." Sarada tertawa melihat kelakuan Papa dan Neneknya.
.
Kediaman Otsutsuki diramaikan perdebatan dua makhluk hidup. Salah satunya, wanita berambut indigo yang nampak memarahi bocah.
"Mitsuki, Ibu bilang pakai kaos kaki." Wanita itu, Hinata, mengejar Mitsuki yang tak mau memakai kaos kaki.
"Warnanya menjijikan, Ibu." Mitsuki bergidik ngeri melihat kaos kaki yang semakin dekat.
"Ibu bilang pakai. Kalau tidak, Ayah akan marah." Hinata menangkap Mitsuki, lalu menggendongnya.
"Tidak mau, Ibu." Mitsuki menghentakkan kakinya ketika kaos kaki mulai menyentuh ujung jempolnya.
"Kulitmu sensitif. Nanti kalau merah-merah, Ibu akan sedih," kata Hinata selirih mungkin.
"Maaf, Ibu. Aku akan memakainya. Ibu jangan menangis." Akhirnya, Mitsuki memakai kaos kaki itu seorang diri.
"Anak pintar. Mari kita makan. Ayah sudah menunggu." Hinata menuntun Mitsuki ke meja makan. Mendudukkan Mitsuki di sebelah Toneri.
"Mitsuki, Ayah tidak suka kalau kau membantah Ibu." Toneri menjewer Mitsuki tanpa ampun.
"Ibu, tolong aku." Mitsuki memukul tangan Toneri yang ada di telinganya. Tapi, semua itu tidak mempan.
"Toneri-kun." Hinata menggelengkan kepalanya pelan.
"Kau selalu memanjakannya, Hinata." Toneri menghembuskan napas, lalu melepaskan jewerannya.
"Ibu, kita jalan-jalan, 'kan? Hari ini?" Mitsuki meminum susunya tergesa.
"Iya. Ayah juga akan menemani kita." Hinata menginjak kaki Toneri. Memberi kode pada Toneri agar menemani mereka.
"Iya iya. Habiskan sarapan dulu. Kita akan berjalan-jalan sekitar taman." Toneri mendengus sebal pada anaknya.
.
"Papa, di sini sangat sepi." Sarada mengedarkan pandangannya ke segala arah.
"Ini masih pagi, Sarada." Naruto duduk di bangku terdekat. Menikmati udara Jepang yang sangat dirindukan.
"Ibu, sini." Mitsuki berlari tanpa melihat ke depan. Dia menabrak Sarada yang juga berlari dari arah berlawanan. Mereka jatuh sampai menyebabkan bunyi brak.
"Aduh," pekik Sarada dan Mitsuki.
"Papa, sakit." Sarada menangis; memeluk Naruto.
"Ibu," teriak Mitsuki yang dilanjut dengan isak.
"Maaf atas kecerobohan anak kami," kata Hinata seraya membungkuk.
"Hime," panggil Naruto.
"Hime?" Hinata mengerutkan dahi tak paham.
"Hyuuga Hinata? Kau Hinata?"
"Maaf, tapi Anda siapa?"
.
Tbc.
NB: Jangan kaget lo, ya. Kok Hinata bisa sama Toneri. Hayo kenapa ya? Muehehehe. Misteri.
Scat © -05/20/2017-
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Scat
FanficSequel 'Shitteru' Naruto pulang ke Jepang. Dia telah menyelesaikan kuliahnya. Berniat mencari kekasih hatinya yang bahkan tak pernah memberi kabar selama ini. Di mana dia? Di mana Hime-ku? Apa dia sudah menyerah untuk menungguku? Aku mencintaimu. A...