Aku melihatmu..
Menjauh.
Cafe disebrang jalan terlihat ramai. Orang-orang keluar dan masuk dari cafe tersebut. Cafe yang cukup cozy memang dengan dekorasi tanaman gantung di dinding luarnya yang bercat putih. Seorang laki-laki berkemeja abu-abu uda keluar dari cafe tersebut dengan handphone yang menempel di telinga. Ia sepertinya memiliki pembicaraan penting di telfonnya. Tapi yang aku perhatikan bukan itu.
Aku seperti mengenal lelaki tersebut. Postur tubuhnya tegap dengan bentuk wajah oval yang tegas. Namun terlihat seperti pria yang ramah. Semakin kulihat semakin aku ingin mengingat siapa sosok lelaki tersebut.
Finn!?
"Kenapa, Za?" Tanya temanku, Kayla.
"Itu bukannya.. eh Dio?" Aku melihat Dio keluar dari cafe tersebut. Menyapa lelaki yang kuduga adalah Finn.
"Mana? Oh iya.. Yuk kita makan disana aja."
"Bentar, aku telfon dulu. Takutnya Dio lagi meeting sama orang."
Aku segera mengeluarkan handphone dari tas hitamku. Mencari kontak Dio kemudian menekan kotak merah bertuliskan Call. Tak berapa lama setelah nada deringnya muncul, Dio mengangkat telfonnya.
"Halo, lagi dimana ini?"
"Ini lagi makan sama temen. Kenapa, Boo?"
"Aku ini lagi jalan sama Kayla, mau makan. Kita ada di sebrang cafe lho."
"Oh? Hei" Dio cepat sekali menemukanku yang berada di sebrang cafe.
"Kamu bener itu ketemu temen?"
"Iya. Tadi meeting bentar terus ini uda selesai. Kamu kesini aja."
"Bentar aku tanya Keyla dulu."
"Oke."
Beep.
Aku menutup telfon kemudian langsung bertanya pada Keyla.
"Key, kamu mau makan di cafe sebrang?"
"Yah, kan tadi aku udah ngajak, Za~"
"Katanya kamu mau makan bakso tadi. Kenapa jadi pindah di cafe." Aku sedikit menggoda Kayla.
"Gapapa, Za.. Lagian ada Dio kan jadi rame. Kamu juga bisa ketemu dia kan jadinya. Hehehe."
"Ah kamu mah.. Yaudah yuk jalan."
Kami memasuki ruangan cafe disambut oleh seorang waitress berseragam hitam dengan senyumnya. Kemudian berjalan melalui beberapa meja dan menghampiri meja Deo yang berada di dekat jendela. Teman Deo masih duduk tepat di hadapannya. Aku hanya dapat melihat punggungnya tetapi aku sudah tahu dia siapa. Orang yang tidak pernah ingin aku temui. Lagi.
Deo duduk menghadap ke arah kami datang. Ia tersenyum padaku kemudian berbicara pada kliennya tersebut, seperti memberitahukan kedatangan kami. Dan sepertinya meeting-nya telah usai. Aku bisa bernafas lega. Tetapi kenapa mereka tidak kunjung mengakhiri pertemuan tersebut?
Sampailah kami di meja itu. Deo berdiri dan menyuruh kami duduk di tempatnya. Sementara ia duduk bersama kliennya tersebut. Aku dan klien Deo saling bertatapan. Aku membeku melihatnya tepat berada di hadapanku saat ini. Bibirku diam, tidak tahu apa yang seharusnya kukatakan. Beberapa detik sempat hening. Kemudian ia berbicara memecah suasana.
"Zara?"
"Eh.. ya? Finn?"
"Loh kalian saling kenal?" Deo berbicara heran.
"Iya, temen kecil dulu kita."
"Oh ya? Sempit banget ya hahaha." Ujar Deo.
"Nggak dikenalin ini ya? Haha" Sahut Kayla
"Oh ya, ini Zara sama temennya Kayla."
"Kayla."
"Finn."Kemudian kami mulai makan dan mengobrol. Aku rasa mereka berdua, Deo dan Finn, sudah akrab. Aku rasa mereka berdua berteman baik. Tapi sejak kapan? Bagaimana? Kenapa aku tidak pernah tahu?
"Kalian kok udah akrab sih? Kayak bukan meeting dong ya ketemu temen sendiri." Ujar Kayla
"Iya, kita soalnya satu SMA dulu. Iya kan, Finn?"
"Hahaha iya. Beda kelas tapi sering ketemu di ekskul sama organisasi. Jadi akrab. Eh ternyta ketemu lagi di kerjaan."
"Kok kamu nggak pernah cerita ke aku ya?" Tanyaku pada Deo
"Udah kali sayang. Temenku yang aku bilang baru balik dari Amerika dulu."
"Oh.. Amerikaa.. Iya aku kayaknya inget."Mereka bertiga sepertinya mengobrol dengan seru. Namun aku hanya bisa menanggapi dengan biasa. Aku masih tidak dapat menerima bahwa Finn ada di depanku, berteman dengan kekasihku. Apakah memang Finn telah melupakan masa lalu? Atau hanya aku yang masih dijerumuskan kembali masuk ke dunia itu saat ini?
"Udah yuk, uda mau malem nih." Ujar Kayla
"Oh yaudah, habis ini aku juga mau ketemu orang sih." Finn menambahi
"Yaudah, ayok, Za. Aku ambil mobil dulu ya, parkirnya agak jauh. Kamu disini aja dulu." Kemudian Deo berdiri dan pergi keluar dari cafe. Tak lama, handphone Kayla berbunyi. Ia langsung mengangkatnya.
"Loh lewat sini? Cepet banget? Iya iya aku keluar sekarang." Telfonnya dimatikan.
"Za, aku duluan ya. Irfan udah nyampe depan kayaknya."
"Iya iya. Ati-ati ya, La."
"Duluan, Finn."
"Iya, ati-ati. Kita main lagi kapan-kapan." Ujar Finn sambil melambaikan tangannya pelan dan tersenyum.
"Kamu nggak balik juga, Finn?" Tanyaku
"Kan mau ketemuan sama orang. Disini."
"Ohh.."
"Jadi, apa kamu masih marah sama aku? "
"Hah? Marah? Buat apa aku marah ke kamu. Kita kan baru ketemu, ngapain aku marah?"
"Oh ya?"
"Kayak yang tadi kamu bilang, kita cuma sekedar temen kecil. Hubungan kita sekarang nggak lebih dari itu."
"I see. Cepet banget kamu lupa."
"Lupa? Harusnya aku yang tanya itu dari dulu."
"Kamu nggak tahu apa yang sebenernya terjadi, Za. Aku cari kamu selama ini."
"Hah? Apa sih? Cari aku?" Suaraku seketika hilang. Atau lebih tepatnya tidak mampu berkata-kata. Aku ingin menutup telingaku disaat Finn mencoba menjelaskan. Aku tidak ingin mendengar apapun. Rasa kecewa yang dulu telah hilang kini datang lagi saat aku melihat ke dalam matanya, yang menatapku lembut.Handphone-ku berbunyi. Aku segera mengangkatnya. Itu pasti Deo yang sudah berada di depan cafe.
"Iya, aku keluar." Kututup telfonnya.
"See you, Za." Ucap Finn.
"Aku duluan." Balasku sambil beranjak dari meja tersebut. Keluar dari cafe Meninggalkan Finn, kemudian masuk ke dalam mobil Deo.Aku duduk terdiam di dalam mobil. Masih memikirkan apa yang dimaksud Finn. Masih mencoba mencerna kejadian tadi. Deo ikut diam karena aku tidak berbicara satu kata pun di perjalanan pulang kami. Namun aku tahu Deo pasti merasa ada yang tidak benar sedang terjadi.
Dua puluh menit di perjalanan kuhabiskan untuk menolak masa lalu yang mulai meresap lagi melalui neuron-neuron di otakku. Mencoba menghilangkan kenyataan yang tak seharusnya terjadi. Tetap saja rasa penasaran muncul pada alasan Finn yang belum selesai dijelaskannya Meskipun di satu sisi hatiku tidak mau mengetahuinya. Terbayang kembali kenangan masa lalu itu, yang baik, dan yang buruk. Aku hanya ingin keluar dari pikiranku sendiri sekarang.
Tidak terasa mobil telah sampai di depan rumahku. Aku menatap Deo, bicara dalam hati padanya bahwa tidak akan ada masa laluku yang kembali sekarang ini, hanya ada masa kini. Kemudian aku tersenyum padanya. Dia tersenyum dan mengusap kepalaku.
"Mikirin apa kamu sampe diem terus gitu?"
"Hmm enggak mikir apa-apa."
"Finn? Tadi aku liat dari luar kamu tinggal sama dia aja."
"Bukaan." Padahal Deo benar
"Udah nggak usah dipikirin, biasa, bercanda mungkin. Udah masuk sana, salam buat mama. Aku langsung pulang mau nyiapin buat rapat besok."
"Iya. Udah ya, ati-ati kamu." Sambil tersenyum. Aku keluar dari mobil. Berdiri di pinggir jalan menunggu mobil Deo melaju pergi.Maaf, Deo.
Aku sayang kamu.To be continued...
Catatan Penulis :
Hallo hallo..
Ini adalah first story-ku yang aku publish di wattpad. Semoga para pembaca pada suka yaa..
Awalnya bingung banget mau buat cerita yang kayak gimana tapi akhirnya muncul ide cerita ini hehehee 👌🏻
Duhh lama banget nulis satu paragraf aja, soalnya disambi sama kerja dan curi-curi waktu luang biar part 1 ini bisa rampung.
Bismillah 😊Oh ya, jangan lupa komen yaa. Ditinggu komentar, kritik, maupun saran tentang cerita ini. Need that from you, guys! 💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence : Joy and Despair
Non-FictionPertemuan yang tidak biasa diantara tiga hati