Ini Dirga (Thiti "Bank")
Bonus chapter di hari Minggu. Selamat membaca..
☼☼☼☼
Aku masih terkejut dengan pertanyaan Dirga. Ada banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan padanya mengenai kedekatan dia dengan Arsal, sorot matanya yang menyembunyikan sesuatu dari keadaannya yang "biasa saja", dan apapun itu mengenai Dirga. Misterius. Satu kata untuk Dirga dari Enha.
"Itu..sepatu dari Arsal kan?" Tanya Dirga lagi.
"Iya, dari dia. Kenapa emanganya? Kok kamu tahu?"
"Tau lah. Dulu Arsal suruh nemenin cari tuh sepatu. Katanya buat pacarnya."
"Kita udah gak bareng lagi." Aku ingin mengatakan jika kami sudah putus. Tapi hatiku berat untuk mengatakannya. Padahal aku dulu setuju – setuju saja waktu kami putus.
"Aku tau. Arsal suka cerita sama aku soal kamu, Kin. Maklum aja, dia kalo cerita apa – apa suka sama aku, temennya dari kecil." Dirga menatapku sambil sesekali menatap ke depan.
Aku manggut – manggut dengan penjelasan yang diberikan Dirga. "Cerita apa aja?" Tanyaku penasaran.
"Kepo juga ya kamu?" Dirga tersenyum geli menatapku.
"Ya kan penasaran aja. Kalo – kalo aibku juga diceritain ke kamu."
"Kamu belum move on Kin dari Arsal?"
"Apaan sih tanya kayak gitu." Jawabku kesal. Aku tidak suka orang yang baru aku kenal bertanya mengenai privasiku, apalagi soal itu. Tiba – tiba aku merasakan sakit di perutku. Duhalah perut, gak ngerti keadaan yak.
"Maaf, Kin. Gak maksud. Arsal juga belum move on dari kamu....."
"Sekarang?" Aku memotong penjelasan Dirga sambil menekuk kedua kakiku ke depan perut.
"Dulu, waktu kalian berdua sepakat untuk jalan sendiri – sendiri, aku gak tau kalian putus karena apa yang aku tau Arsal bilangnya hubungan kalian flat. Arsal nyesel udah putus dari kamu, dia belum bisa move on. Tapi dia berusaha untuk move on, toh kalo jodoh pasti bakal balik lagi kan. Kalo bukan jodoh, ya harus move on secepatnya."
Aku yang mendengar penjelasan dari Dirga hanya bisa terkejut dengan mulutku yang tertutup rapat. Ternyata Arsal juga menyesal. Kenapa Arsal gak ngomong aja ke aku? Apa harus aku yang duluan ngomong? Ah terlambat. Dia sudah tidak ada rasa lagi denganku. Benar kata Arsal, kalo jodoh toh pasti bakal balik lagi.
"Jadi, Kin.."
"Enha aja, please.." Sanggahku.
"Kamu masih stuck di Arsal?" Dirga kembali bertanya.
"Ya gitu deh. Mungkin bisa dibilang gitu, tapi aku juga mau move on. Tapi jangan bilang sama Arsal ya kalo aku masih belum move on dari dia!"
"Iya." Dirga kemudian berdiri di sebelahku sambil mengalungkan kameranya yang sedari tadi ia pegang.
"Mau pulang gak?" Tanya Dirga padaku. Aku mau saja untuk pulang sekarang, tapi perutku menolaknya. Perutku sakit untuk berdiri dan berjalan, apalagi kakiku masih nyut – nyutan.
"Nanti aja, Ga. Duluan aja sana." Jawabku sambil meringis. Disatu sisi aku juga menahan sakit perutku.
"Kamu sakit? Kayak pucet gitu?"
"Enggak kok. Biasa aja. Udah sana balik duluan." Suruhku.
"Udah sore, Na. Gak mungkin kamu aku tinggal sendiri. Ayok!" Dirga memaksaku untuk berdiri dengan mengangkat tangan kananku dengan lembut.
"Aduuh.." Aku mengaduh kesakitan. "Perutku sakit, Ga. Kamu duluan aja." Aku sudah berdiri di sebelah Dirga dengan mukaku yang menahan sakit perut.
"BAB?"
"Bukan Dirgong! Lagi dapet, tau ah." Aku kini sudah berubah posisi berdiri ke jongkok di depan Dirga.
"Udah sini, aku gendong. Gak usah protes! Di sini lama – lama yang ada malah tambah sakit." Dirga membelakangiku dan sudah bersiap untuk menggendongku. Mau tidak mau aku menerima permintaan Dirga. Setelah mengambil sepatu, aku langsung memeluk Dirga dari belakang.
Selama perjalanan kami hanya diam saja. Sesekali aku meminta dia untuk menurunkanku. Aku khawatir dengan Dirga yang bisa dibilang lebih kurus dariku. Menurutku. Tapi dia tetap keukeh menggendongku sampai homestay. Ternyata bahu Dirga lebar juga, dan hangat. Ah..apa yang kamu pikirkan Enha.
☼☼☼☼
Penasaran sama Dirga gak? Dirga tu sebenernya kayak gimana si orangnya? Yang dipikirin Enha tu maksudnya apa? Hhmm..yaa gitudeh hihi
Vomentnya ya gaes ditunggu. Terimakasih sudah vote ^.^
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Trip
RomantizmKamu selalu membuatku ingin lari dari sini. Mencoba menapaki setiap bagian yang ada di sudut kota. Ahh..hanya mimpi. Mimpi itu kini ku tutup rapat dalam peti yang kunamakan kenangan. Sampai kamu kembali lagi menapaki hari - hari ku. Tapi bukan kamu...