- ketigabelas

5.2K 400 29
                                    

Warn. Ini bener. Bener. Random. Hope u like it ajalah wkwk

.
.
.

Shani masi berdiam diri di sebelah gracia, menyenderkan kepalanya ke pundak gracia dan tetap menonton film dengan seksama.

Setelah bermain dan berujung shani menangis, akhirnya gracia memutuskan untuk menonton film saja. Lebih aman katanya.

Padahal, film yang mereka tonton juga bergenre drama dan berakhir sedih. Sama saja bohong.

"Gre"

"Hmm"

"Pengen sushi"

"Beli lah"

"Ayok beli"

"Males"

"Ck bisa gak hapus kalimat males, mager dari kosa kata hidupmu?" gracia menggeleng, lalu menarik kepala shani untuk bersender dibahunya lagi

"Udah diem disini aja"

"Tapi aku laper gre"

"Kamu udah abisin 3 bungkus kentang goreng dan masi bilang laper?" shani mengerucutkan bibirnya

"Kentang sama nasi kan beda" gracia memutar bola matanya malas

"Sama sama berkandung karbohidrat tapinya" shani menatap gracia, lalu terkekeh

"Sejak kapan pacar aku pandai soal makanan?" shani mengecup pipi gracia cepat, lalu melangkahkan kakinya ke kulkas dan mengambil beberapa bungkus makanan ringan. Gracia hanya menggeleng gelengkan kepalanya.

"Eh mau kemana?" tanya gracia

"Duduklah"

"Jangan disitu" shani mengerutkan keningnya

"Trus dimana?"

"Dihatiku aja"

"Ih si gendut ngegombal" shani tertawa renyah, gracia ikut terkekeh.

"Disini" gracia menunjuk tempat kosong didepannya. Shani melangkahkan kakinya dan menempatkan dirinya didepan gracia

"Sini nyenderan" shani sedikit terkejut, merasakan punggungnya bersentuhan langsung dengan dada gracia. Tibatiba degupan jantung shani berdetak dengan cepat. Ia menelan ludahnya secara paksa

"Film nya gak asik" kata gracia datar, shani hanya mengangguk masih mencoba menetralkan detak jantungnya.

Sesekali gracia mencium rambut shani, sementara shani hanya memejamkan matanya sambil tersenyum kecil. Shani merasakan hp gracia bergetar. Inisiatif, shani membuka notif hp gracia dan sedikit berteriak

"Gre... "

"Hmm" shani menelan ludahnya kasar, lalu melepaskan pelukan gracia dan menatap sendu gracia

"Kenapa?" gracia bertanya sambil mengangkat sebelah alisnya melihat shani yang menatap dirinya seperti itu. Shani menyerahkan hp gracia.

Papa.
Gracia, bisa kamu pulang? Opa... Opa sudah meninggalkan kita untuk selamanya.

Jantung gracia seakan berhenti berdetak, matanya tak berkedip untuk beberapa sekon, bahkan bibirnya sedikit menganga. Pesan dari deva seakan membuat jantungnya ditikam oleh pisau yang tajam.

Dada gracia naik turun, mencoba mengatur nafasnya. Perlahan kepalanya menggeleng. Ke kanan dan ke kiri.

"Opa... " gracia menggumam, shani menyentuh pipi gracia lalu memeluknya

"Gre aku... "

"Opa..." gracia menangis. Ia memeluk erat shani dan menangis dalam diam. Tangannya bahkan mencengkeram bahu shani. Shani meringis kesakitan, tapi shani tau, sakit yang gracia rasakan beribu ribu kali lipat dari yang ia rasakan.

"Opa...
Opaaaa!!!!"

----

Shani mengantar gracia untuk pulang kerumah. Diperjalanan, gracia sama sekali tidak membuka suara. Kebiasaan gracia yang mengusap kepala shani pun tidak ia lakukan. Gracia hanya menggenggam tangan shani erat. Begitupun shani.

Saat gracia tiba dirumahnya, ia disambut oleh ve dan deva yang sudah memakai pakaian serba hitam. Gracia menghela nafasnya. Ia masih merasa kalau ini hanya mimpi buruknya.

"Gre... " ve menghampiri gracia, lalu memeluknya. Perlahan Gracia membalas pelukan ve untuk pertama kalinya. Deva tersenyum kecil melihat gracia yang sudah bisa membuka hatinya untuk ve.

Pandangan deva beralih menuju shani, ia menghampiri shani.

"Om..." telolet om.g

"Shani, maaf kalau merepotkan" shani menggeleng lalu tersenyum

"Gak papa om, aku tau gracia pasti bener bener sedih" deva mengangguk

"Gracia sangat dekat dengan opa nya, jadi wajar dia sangat merasa kehilangan" jelas deva, shani mengangguk paham.

"Ah kalo gitu, kami berangkat dulu ya shani. Sekali lagi maaf sudah merepotkan" deva memeluk shani. Shani mengangguk pelan.

Shani menatap punggung gracia, gracia terlihat rapuh. Dibalik sikap dingin yang gracia punya, terselip berjuta luka didalam hatinya.

Shani kembali kerumahnya, masih dengan perasaan yang kurang baik. Ingin menelepon gracia, tapi disisi lain shani takut menganggu. Tidak lama, shani merasakan hp nya bergetar. Yang ditunggu pun akhirnya datang.

"Halo gracia? Gimana keadaan kamu?"

"H-halo sayang" terdengar isakan kecil diujung sana, shani mengepalkan tangannya

"Gre-"

"I love you" air mata shani menetes. Ia menutup mulutnya supaya isakannya tidak terdengar oleh gracia

"I love you" shani memejamkan matanya. Ia merasa bodoh. Harusnya ia ada saat gracia bersedih, harusnya ia yang mengusap dan memeluk punggung gracia, harusnya ia yang menguatkan gracia secara langsung, harusnya, harusnya dan harusnya.

"M-maaf... " hening. Seolah shani hanya berbicara sendiri.

"Maaf karena aku gak ada disaat kamu butuh bahu untuk bersandar, maaf karena bukan aku yang mengusap punggungmu, maaf karena aku hanya menguatkanmu lewat telepon genggam, maaf karena-"

"Setelah semua selesai, aku akan mengunjungimu" setelah itu, sambungan terputus.

Shani merasa lututnya lemas, untuk berdiri pun rasanya sulit. Ia menahan isak tangisnya dengan mencengkram telpon genggamnya hingga kukunya memutih. Kepalanya terasa berguncang hingga akhirnya semuanya hitam.





***

Ini aneh sih asli

Btw
MBA PE KUWHHHHH HUAAAAAA. HADUUUEEE KU MENANGIS BEGINI.

ohiya turut berduka cita juga buat opanya esge kuwh:(

Dingin | Shania Gracia, Shani IndiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang