Part 1

36 1 0
                                    

Apa yang diingatnya pada kejadian malam itu hanyalah, kala itu ia tengah mengerjakan peernya saat sang tante—Mihoko, masuk ke dalam kamar yang ditempatinya bersama Yuzuru—sang adik, dan memintanya membangunkan bocah kelas 5 SD tersebut yang tengah tertidur untuk mereka segera bergegas memakai mantel sambil menggendong Shoma kecil dalam pelukannya.

Ia hapal gaya menyetir wanita tersebut, namun entah kenapa malam itu ia merasa ada sesuatu yang janggal dengan cara perempuan itu menyetir. Ia membawa mereka yang tak mengetahui apapun pada jalan yang sama sekali tidak ia ketahui. Sembari memeluk Shoma yang bahkan belum berusia tiga tahun, ia memperhatikan jalan yang mereka lalui. Ini bukan jalan ke taman tempat ia biasa diajak bermain, atau supermarket besar yang biasa mereka kunjungi kala tahun ajaran baru untuk membeli perlengkapan sekolah, atau apapun tempat yang mereka kunjungi.

Saat tersadar, adalah sebuah bangunan besar yang terang benderang dalam pekatnya malam--Rumah Sakit.

***

"Keiji,"

Sebuah suara menyadarkannya dari lamunannya. "Aku sudah membersihkan lantainya. Kapan harus kunyalakan pemanasnya?" adalah Yuzuru yang datang kepadanya dengan kaos yang terlihat lembab karena bocah kelas 2 SMP tersebut baru saja selesai membersihkan sento--tempat pemandian umum yang dimiliki sang kakek.

"Biar aku yang nyalakan," bergegas dari tempat duduknya, ia menuju sebuah ruangan kecil dimana pemanas yang digunakan untuk menjerang air berada. Tugasnya siang ini hanyalah menaruh beberapa balok kayu kedalam tungku yang menyala agar air panas bisa segera dialirkan ke tempat pemandian begitu petang tiba.

"Nii-san,"

Sekembalinya si sulung dari sentou yang terletak tak jauh dari rumah sang kakek yang kini telah menjadi kediaman mereka, adalah Shoma—si bungsu, yang menyambutnya dengan rambut acak-acakan sebangunnya ia dari tidur siangnya.

"Aku lapar," keluhnya mengucek-ucek mata yang terasa gatal karena terlalu lama tidur.

Menggandeng sang adik, ia membawa bocah 5 tahun tersebut ke arah dapur. Seingatnya, sebelum ia pergi untuk membersihkan sento, ia masih memiliki beberapa onigiri yang dibuatnya untuk bekal makan siang sang kakek untuk dibawa bekerja di ladang sayur yang jauh dari rumah, dan snack sore Yuzuru sepulangnya ia kelak dari bermain bola. Karena Yuzuru berjanji akan membersihkan lantai sento apabila Keiji membuatkannya onigiri sebagai pengganjal perut sebelum bekerja.

***

Shoma masih berusia 3 tahun saat musim dingin pertama mereka di rumah ini. Semuanya terasa baru baginya yang kala itu baru berusia 13 tahun. Ia harus tinggal di daerah perkampungan, mengurus kedua adiknya, dan membantu sang kakek di sento miliknya. Tiga hal yang sama sekali tak pernah dirasakannya di rumah yang dulu ditinggali olehnya.

"Keiji, kau harus tinggal di rumah kakek sementara ini,"

Ia yang kala itu masih menggandeng Yuzuru yang terkantuk-kantuk menunggu di bangku Rumah Sakit, sama sekali tak mengerti maksud perkataan Mihoko yang menatapnya iba. Shoma dalam pelukannya tertidur pulas sementara perempuan tersebut menggendongnya sembari berurai airmata. Ada apa ini? Ia hanya melihat kedua orang tuanya tertidur dalam ruangan yang tak boleh didekatinya.

Apa yang disadarinya adalah dua peti yang teronggok di ruang tengah rumahnya. Ia pagi itu dibangunkan lebih pagi dari biasanya, dan dipakaikan kemeja hitam. Padahal hari itu ia harus sekolah, namun rumah seketika ramai dengan orang-orang yang tak dikenalnya. Yuzuru yang memakai kemeja senada dengan warna kemejanya pun selalu didekatnya. Ia hanya bisa menggeleng tak mengerti ketika adik yang lahir setahun setelahnya tersebut menanyakan apa yang terjadi di rumah mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 29, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Seven Colors' GraffitiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang