13

851 52 0
                                    

"Mwo? Satu ekor? Ah jinjja, kau lapar atau rakus?"
"Kau duduk dan diam atau pergi saja?"

Diapun memilih duduk.

Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya pesananku datang juga.

Akupun memotong bagian sayap ayam yang merupakan favoritku dan memakannya.

"Woah, makanan di sini sangat enak,, ahh" kataku.
"Dasar rakus"
"Bilang saja kalau kau juga ingin makan"
"Aniyo, aku tidak berselera maka...."

Aku masukan potongan ayam kemulutnya agar tidak banyak bicara.

"Ndo..!"
"Diam dan makan saja"

Setelah makan aku mengikuti pangeran dan berhenti di sebuah dermaga danau dan duduk di bawah pohon besar yang sejuk.

"Apa kau pernah dihianati oleh seseorang?" tanya pangeran tiba-tiba.
"Aku rasa semua orang pernah dihianati dan menghianati, tapi terkadang antara sadar dan tidak kita telah melakukannya"
"Jadi?"
"Ya.. Aku pernah menghianati dan juga dihanati, tapi yang paling aku sadari adalah aku pernah menghianati temanku sendiri"
"Hah.. Kau tidak berbeda dengan unniemu"
"Aku rasa kamu sangat membenci unnieku, wae?"
"Bukan urusanmu"
"Bukannya saat aku tidak sengaja memecahkan kaca itu, kau marah bercampur benci menyadari kalau aku adalah sepupu unnie?"

Dia hanya diam saja.

"Kau tau seseorang bisa ditebak dengan sangat mudah"

Akupun menarik bajunya dan mencoba melepaskan bajunya.

"Apa yang kau lakukan? Apa kau sudah gila?"

Aku diam saja dan menurunkan lengan bajunya.

"Ini harus diobati" kataku sambil menunjuk luka di lengannya.

Aku mengobatinya dengan obat yang tadi aku bawa.
~
"Ayo pulang, hari sudah mulai gelap" ajaknya.

Akupun mengikutinya.
Diperjalan kita hanya diam.

"Ah.. sillyehabnida [maafkan]" kataku saat menabrak seseorang, karena malam itu sangat ramai.

"Kau baik-baik saja? Makanya hati-hati!" tanya pangeran chanyeol yang tiba-tiba disampingku.
"Ne"

Tiba-tiba tanganku digandengnya.

"Ini supaya kamu tidak nyasar dan hilang" katanya cuek.

Disepanjang perjalanan tangannya terus menggenggam tanganku hingga sampai dirumah unnie.

Didepan rumah, unnie sudah menunggugu.

"Maafkan saya permaisuri, saya terlambat dari janji saya" katanya sambil tetap menggenggam tanganku.

Aku rasa unnie sedang memperhatikan tangan kita, jadi aku lepas paksa genggamannya dan berlari kearah jiryu.

"Ne, tidak apa-apa pangeran tapi lain kali jangan terlalu malam seperti ini, nara baru saja sembuh" jawab unnie.

"Gwaenchanh-a Nan joh-a" kataku pada mereka.

LOST IN TIME : LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang