Defenseless

6.1K 257 0
                                    

"Oi, La!"

Carla, yang berkeliaran mencari dapur untuk meletakkan piring kosong, menoleh mendengar namanya disebut. Di hadapannya berdiri teman sesama pemain basketnya tengah tersenyum lebar kepadanya.

"Vince? Datang ke sini juga?"

"Iya, kau dengan siapa?"

"Aldo."

"Oh, mantannya Mirinda." Vincent terkikik geli. Lalu, cepat-cepat mengubah ekspresinya ketika Carla melotot kesal.

Seriously, what's with these people?!

"Cari apa, La?"

Carla buang napas, menghela emosi yang menghimpit dada. "Nganu, dapurnya di mana ya?"

"Nah itu di belakang bukan?"

Carla berbalik, lalu menimpuk dahinya sendiri. Mengapa ia bisa melewatkan ruangan sebesar dan seterang ini...

"Oh iye. Kamu tahu di mana Aldo? Kayaknya sih si Domi nyariin."

"Domi? Domikado?"

Vincent terbahak mendengar ocehan ngasal Carla. "Carla, Carla. Kamu tuh nggak berubah-berubah aja, ya? Gimana pertandingan kemarin? Menang?"

Carla menatap Vincent heran. "Pakde Coach nggak kasih kabar? Sudah terlalu biasa kali, ya."

"Cih! Jadi menang lagi nih?"

"Yang kelihatannya bagaimana?" sergah Carla dengan senyum congkak.

"Nggak kelihatan, sih. Habisnya nggak pernah cetak angka..." goda Vincent yang segera membuat Carla mencak-mencak.

"Woi, yang namanya center di mana-mana itu mencegah bola masuk bukan masukin bola! Mentang-mentang three pointer, nggak usah banyak gaya, deh!"

"Hahaha... Marahan, deh!"

"La!"

Sebuah suara menghentikan perdebatan sepihak mereka. Keduanya menoleh ke arah sumber suara: Aldo tergesa-gesa menghampiri kedua sahabatnya.

"Do, ada ketemu Domi nggak?" Vincent buru-buru mendahului, tak ingin punya utang pesan.

"Oh. Lagi di kamar tuh, menunggu saat yang tepat untuk memangsaku."

Serta merta Carla dan Vincent menatap Aldo dengan pandangan ngeri.

"Bu-bukan begitu!" Aldo gelagapan ketika menyadari kata-katanya yang ambigu. Lalu, mulai menjelaskan, "Dia mau memberiku nasehat hidup ala Mario Teguh gitu deh. Yuk, La, temani dong..."

Aldo memasang mata berbintang-bintangnya, namun Carla hanya meliriknya sebal. "Giliran nggak enak baru ngajak-ajak, ya."

Aldo garuk-garuk kepala. Belum sempat menjawab, suara menggelegar entah dari mana menyerukan namanya.

"ALDO!!"

"SIAP BOS!!" Terbirit-birit, Aldo menarik tangan Carla tanpa mempertanyakan kesediaan sang empunya tangan lebih lanjut.

*

Ketika Carla memasuki ruangan itu, kesan pertamanya adalah THISISF*CKINGAWESOME. Kamar macam apa yang besarnya empat kali kamar Carla di rumah, dengan segala macam barang elektronik di dalamnya?? Kamar ini nyaris seperti ruang multimedia, dengan tiga komputer di sudut, TV layar lebar beserta dua speaker besar mengapitnya, PS, Kinect, iHome, dan berbagai macam piranti lain yang tak Carla kenali.

Kesan keduanya yaitu, bahwa cowok yang baru saja meneriaki Aldo sama sekali tidak segarang bayangannya-hingga Aldo harus banget berlari terbirit-birit menyeberangi ruang utama yang luasnya selapangan bola. Cowok itu terlalu putih untuk ukuran cowok normal, terlalu bersih untuk tampang preman. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, tidak terlalu berisi, meski wajahnya enak dilihat. Tapi, ketika ia berbicara, Carla tahu sahabatnya itu sudah terlalu depresi untuk bisa dengan mudah di-bully orang semacam itu.

Almost Over YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang