Empat Puluh : Jas Dokter

3.1K 103 15
                                    

Tak terasa aku sudah menginjakan kakiku di kampus ini sudah setengah semester.
Aku masih tetap harus menatap masa depan yang panjang dan masih jauh disana.
Akupun menikmati kuliahku dengan senyuman, dan bahagia di sini tapi entah hatiku masih terasa kosong walaupun aku sudah membuka hati.
Pagi buta sekali aku harus kuliah karena ini praktikum pertama.
Aku duduk termenung di taman depan lab akuntasi.
“Nda, bengong aja, tumben berangkat jam segini”. Kata andre sambil mengacak rambutku.
“Apaan sih ndre, biasalah namanya juga mahasiswa teladan”. Sambil menjauhkan tangan andre yang ada di kepalaku.
“Teladan kok Cuma sehari aja, kemarin-kemarin kemana aja?”. Sambil meledekku.
“Kemarin Cuma belajar jadi anak bandel ndre”. Kataku Sambil tertawa kecil
Selang beberapa menit akhirnya praktikum di mulai dengan semangatnya aku bangku di paling depan, karena inilah yang aku inginkan menjadi mahasiswa ekonomi.
***
Setelah selesai semuanya akupun keluar dengan wajah sedikit kusut karena sudah bosan juga di dalam terlalu lama.
“Nda yuk ke kantin, butuh asupan minum ini”. kata andre sambil mendahuluiku berjalan.
“Ndre tunggu napa, aku juga gersang nih tenggorokan”. Sambil berlari kecil mengejar langkah andre.
Seperti biasa aku dan andre seperti orang pacaran kemanapun aku selalu di dekatnya, padahal aku sama andre hanya sebatas sahabat, tetapi teman-teman kelas ku tidak percaya dengan perkataanku, aku hanya pasrah saja.
Aku menikmati segelas coklat dingin dan roti bakar kesukaanku, canda tawa tetap berlangsung walaupun hanya kita berdua.
***
Ponsel di sakuku bergetar, seperti ada panggilan masuk. Kulihat layar ada nama dokter lebay memanggil.
“Hallo, kenapa dokter lebay”. kataku sambil jutek.
“Nda kamu dimana ?”. tanya rendi
“Emang ada apa nanyain gituan?”. Kataku bertanya balik.
“Mama masuk rumah sakit, mama ingin ketemu sama kamu katanya kangen banget”.
“beneran ren, kenapa kok bisa sakit?”.
“Kamu sekarang dimana biar aku jemput”.
“Aku di kampus ren, ini juga sudah selesai jam kuliahnya, aku kesana sendiri saja?”.
“Ga usah, aku jemput sekarang kamu tungguin di situ”. Rendi langsung mematikan ponselnya.
*tut*tut*tut
“Kenapa nda, kok bukanya langsung berubah gitu”. Tanya andre yang melihatku penuh dengan tanda tanya.
“Enggak papa ndre, aku habis ini langsung keluar ya ndre, ada keperluan mendesak soalnya”.
“Emang keperluan apa nda?”. Tanya andre
“aku duluan ya ndre, bye”. Tanpa menjawab pertanyaan andre pun aku langsung pergi.
***
Sekian menit aku menunggu rendi di depan kampus akhirnya rendi sampai juga.
“Yuk nda naik”. Sambil membuka kaca mobilnya.
“Iya ren”. Akupun masuk kedalam mobil di samping rendi yang mengemudi.
“Ren, mama sakit apa kok sampai masuk RS”. Aku bertanya sambil melihat luar, tanpa aku melihat rendi.
“mama mungkin kecapekan, soalnya baru kemarin pulang dari luar kota, papa juga masih di luar kota, bisnisnya blom bisa di cancel.
“Iya ren, kasian banget mama”.
“Nda kamu kalau ngomong hargai di samping kamu dong, masak aku ngomong kamu ga lihat aku sama sekali.
“em...maaf ren”. Aku tetap saja tidak berani melihat rendi dengan pakaian itu.
“Maaf buat apa nda, aku Cuma minta kamu menghargai orang yang mengajak kamu bicara”. Rendi mulai marah dengan tingkah anehku.
Aku hanya terdiam tanpa melihat rendi.
***
Sesampainya di RS, rasa takut itu muncul kembali. Tapi aku memberanikan diri untuk masuk bersama rendi dengan melihat bawah. Akupun berjalan mengikuti langkah kakinya rendi.
Rendi tiba-tiba terhenti dan aku menabrak pundaknya karena aku berada di belakangnya dan masih belum bisa melihat rendi.
“Auchh...”. sambil mengelus keningku yang menabrak pundaknya rendi.
“Nda, kamu gimana sih, aneh banget tingkahmu hari ini, memangnya kenapa?”. Rendi memegang kedua pundakku dan berusaha mengarahkan ke hadapannya.
“Pleasee... ren, jangan paksa aku, aku disini Cuma mau jenguk mama”.
“Ini kita udah sampai depan kamar mama, kamu masuk saja, aku masih ada tugas di sini”. Rendi sudah mulai marah sama aku.
***
“hai ma, apa kabar”. aku membuka kamarnya.
“Ai, sayang”. Mama langsung membuka pelukan kepada ku dan memelukku sangat erat.
“Ma, cepet sembuh ya, Ai kangen mama yang sehat”. Kataku sambil meneteskan air mata.
“Iya Ai, mama pasti cepet sembuh kalau sudah ketemu Ai, oh iya kak rere kemana Ai,?
“katanya tadi masih ada tugas di RS ini ma”.
“Oh..gitu, temenin mama ya, soalnya rere sibuk terus jadi mama tidak ada temen ngobrol”.
“Iya ma, mama sejak kapan disini, kok kak rere baru telfon tadi”.
“tiga hari yang lalu, tapi mama tidak ngabarin Ai, soalnya Ai kan juga lagi sibuk kuliah”.
“Mama, Ai asti bisa nyempetin waktu buat mama kalau mama ingin ketemu Ai. jadi Ai minta tolong kalau ada apa-apa langsung kabarin Ai ya?”
“Iya sayang, makasih ya sudah sempetin waktunya”.
***
Tak terasa aku bersama mama sudah hampir setengah hari, aku memutuskan untuk pulang di jemput kak gio, karena ada faktor X di rendi, aku masih takut denganya.
“Ma, Ai pulang dulu ya, sudah di jemput kak gio di depan”.
“Kenapa tidak minta antar rere saja Ai?”.
“Enggak usah ma, kan juga masih sibuk juga”. Akupun menutupinya dari mama.
“Ya sudah, mungkin besok mama sudah dibolehin pulang soalnya sudah 3 hari disini, jadi kamu langsung ke rumah saja ya Ai”.
“Iya ma, Ai pulang dulu ya”. Sambil mencium tanganya.
***
Aku pulang dengan melihat bawah tanpa melihat semua jajaran medis di RS.
“Nda, kamu mau kemana”. Rendi menarik tanganku dari belakang.
“Lepasin ren aku mau pulang”. aku langsung melepaskan tangannya rendi dan lari tanpa melihat rendi
“Nda”. Rendi memanggilku. Tapi aku meghiraukannya.
Akhirnya aku langsung menuju kak gio dan pulang bersamanya.
***
Keesokan harinya
Pagi ini membuatku senang sekali karena tanpa ada kuliah, ku nikmati pagi ini joging bersama kak gio di taman.
“Nda, kemarin gimana keadaanya ibunya rendi?”.
“Ya sudah membaik, mungkin nanti sudah diperbolehkan pulang”.
“Terus ngapain kamu kemarin lari-lari, emang di kejar hantu?”. Sambil menertawaiku.
“Lebi parah dari hantu, dia menakutkan”.
“Emang apaan nda”. Sambil melongo penasaran
“Ya biasa kak”.
“Kamu takut sama itu pasti”. Kak gio sudah tau ketakutanku apa, dia langsung bisa menebak.
Terdengar ponselku berbunyi.
“Hallo ma?”
“Ai, mama sudah boleh pulang, ini perjalanan ke rumah, Ai kesini ya”.
“Iya ma, habis ini aku kerumah mama”.
“Iya sayang, nanti biar di jemput kak rere saja ya”.
“Enggak usah ma, kasian nanti ngrepotin, aku diantar kak gio saja ma”.
“Ya sudah mama tunggu ya sayang”.
***
Sesampainya dirumah rendi aku langsung bertemu mama yang lagi istirahat.
“Mama gimana udah enakan badanya?”.
“Iya Ai, sudah mendingan, nanti Ai tidur sini saja ya, rere pulangnya malam, mama Cuma berdua sama bibi”
“Em...Ya nanti aku telfon ibu buat minta izin sama tidur sini ma.
“Memangnya kak rere kenapa pulang malam ma”. Akupun memanggil dengan sebutan itu.
“katanya tadi masih ada banyak tugas, siangnya praktik”.
“Ya sudah mama istirahat saja, biar aku bantu bibi masak, nanti kalau mama butuh sesuatu bilang ai saja.
***
Akupun menelfon ibu untuk meminta izin.
“Hallo bu, Ai mau minta izin tidur di rumahnya rendi, soalnya mama ingin aku tidur sini”
“Ya sudah nda, ibu izinin, besok kalau mau pulang kabarin kak gio biar di jemput. Jangan manjabukan rumah sendiri".
“Iya bu makasih ya, love you”.
“Iya sayang”.
***
Akupun menunggu mama yang sudah tertidur karena pengaruh obat. Tiba-tiba rendi masuk kamar mama tanpa mengetuk pintu, dia baru pulang dari RS.
“Nda gimana keadaanya mama?”. Sambil berdiri di sampingku.
“Em.. mama sudah enakan, ini baru minum obat”. Masih tanpa melihat rendi
“Nda, aku memang berbuat salah apa sama kamu, sampai-sampai aku ngomong di depanmu saja kamu tidak mau melihatku.
“Ren please jangan ngomong gitu”.
“Terus kenapa, apa alasannya”. Dia menarik tanganku.
“Ren, lepasin”. Aku berusaha melepas tanganya
“Aku mau ngomong sama kamu”. Dia membawaku keluar tepatnya di taman rumah.
“Nda kamu lihat aku”. dengan nada tingginya.
“tolong ren jangan paksa aku melihatmu, aku takut”.
“Iya kamu takut apa??”. Dia berusaha membuat wajahku melihatnya.
“lepasin tangan ku ren”.
“Aku enggak akan nglepasin kalau kamu tidak jawab pertanyaanku, kamu kenapa Nda”. Teriak rendi.
“Aku takut ren, kalau kamu memakai jas dokter itu, aku takut banget, kamu tahu kan kalau aku punya ketakutan sama dokter. Sekarang kamu tahu kan,  kamu puas mengintrogasiku seperti itu hah ?!” kataku sambil meneteskan air mata.
“Nda, jadi itu yang membuatmu takut?”
“terus kalau kamu sudah tau buat apa hah... kamu mau tertawa di depanku”. Aku meneteskan air mata kedua kalinya, aku langsung meninggalkan rendi.
“Nda, aku minta maaf”. Teriak rendi. Akupun mengiraukanya dan masuk ke dalam.
Hati ku sakit banget kenapa sampai rendi begitu angkuh ingin mengetahui kelemahanku dan ketakutanku. Rasa malu dan benci mulai terasa di hadapannya rendi.
Akupun duduk di sofa, dengan pandangan kosong. Rendi langsung duduk di sampingku.
Aku tahu dia sudah berganti baju, tapi rasa marah, benci dan malu tidak bisa aku tutupi di depanya.
“Nda aku minta maaf, sudah berkata keras di depanmu tadi”.
“Nda”. Dia memanggilku
Aku hanya diam dan pergi dari hadapanya dan masuk kekamar mama. Hatiku galau harus bagaimana, aku sudah kecewa dengannya.
&&&&
Selamat membaca 😊😊😊. Maafin ya lamaaa banget updatenya. 😢
Saran kritik aku trima kok, maafin sekali lagi ya, terlalu lama menunggu. 😢😅
Ini demi kalian semua readerku, yang membuatku semangat buat lanjutin lagi, walaupun banyak sekali kesibukan. Makasih banget ya😊😊😊

Me Vs DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang