'Hancur lebur.'
Sore ini, Reova tidak menyuruh Reava untuk bersih bersih di apartemennya. Reova hanya berpesan agar Reava datang pukul 6 untuk acara ini. Penembakan Evelyn.
Reava hanya mengenakan dress warna peach selutut dengan flatshoes senada dengan dress-nya. Dia menatap ponsel keluaran lama miliknya, melihat jam di ponsel itu. 17.20, kayaknya gue terlalu cepat deh siap siapnya. Batin Reava. Reava duduk di sofa dan bersila, tak lama kemudian, mobil CRV berwarna hitam tampak diparkir di depan rumahnya.
Alan tampak sedang merapikan rambutnya dengan cara menyisir surainya dengan tangan ke belakang. Terlihat pria itu memakai kemeja ungu dengan jeans panjang hitam. Sepatu Sneakers juga melengkapi penampilannya.
Reava tersenyum dengan pandangan sendu. Bagaimana pria ini masih bisa begitu baik saat dia sudah menolak mentah mentah perasaannya? Lo pantes dapet yang lebih baik, Kak. Dan orang kayak gue gak pantes dapet apapun.
Lamunan Reava buyar saat melihat Alan membunyikan bel pintu rumahnya. Reava menarik nafas dalam sebelum membuka pintu rumah.
"Hai, Kak. Lo mau masuk dulu?" Tanya Reava menyapa Alan. Berusaha untuk tidak gugup melihat tatapan Alan yang memandangnya dalam dari atas sampai bawah, lalu kembali menatap kelereng hitamnya.
"Mm... Nggak usah, Re. Kita langsung berangkat aja. Bantuin Reova siap siap juga di apartemennya." Reava mengangguk kaku. "O-oke."
Reava mengunci pintu rumahnya dan pergi ke depan gerbang. Alan tersenyum dan menyambut Reava dengan pintu penumpang depan yang sudah dibukakan untuknya. Reava masih saja tersenyum canggung dan masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil, keduanya hanya diam. Kecanggungan kembali dan lagi-lagi melingkupi keduanya. Sampai akhirnya, Alan membuka pembicaraan.
"Lo beneran kan, ikut acara penembakan ini? Yakin lo sanggup?" Alan berucap tanpa menolehkan pandangannya.
Reava terkekeh, "Sanggup gak sanggup sih, Kak. Disanggupin aja. Kan ada bahu lo."
"Gue yang gak sanggup liat lo nangis, Re. Duh.. Kenapa lo tuh bisa banget ngasih harapan ke gue." Balas Alan.
"Berharap apa?"
"Yaaa... Kan tadi lo bilangnya mau nangis di bahu gue."
"Mmm... Ya sorry..." Dan suasana kembali menjadi canggung. Karena kesalahan berbicara.
"Tapi gue cuma nangis sekali kok. Habis itu, gue pergi." Ujar Reava kembali membuka mulutnya.
"Emang lo mau kemana?" Alan berucap dengan keterkejutan yang tidak dapat disembunyikan dari nada ucapannya.
"Kak Devan nawarin gue buat ikut salah satu agensi model. Yah, gue pikir gak ada salahnya sih." Balas Reava. Alan mengetatkan rahangnya.
"Devan. Anak itu..." Ucap Alan tertahan. "Lo boleh pergi sesuka lo. Tapi gue ingetin. Pergi gak akan menyelesaikan apapun. Kalo lo nganggep Reova gak akan tau perasaan lo. Akan ada yang kasih tau dia suatu saat. Karena gue rasa... Sebagai sahabatnya dari lama, gue lihat Reova punya perasaan yang gak dia sadari ke lo." Lanjut lelaki itu.
"Hah? Itu mustahil, Kak." Kilah Reava. Selain tidak percaya pada perkataan Alan, dia juga tidak percaya dia bisa disukai oleh seorang Reova.
"It's up to you." Alan menyerah. Tepat saat itu pula, mobil Alan berhenti. Ternyata mereka sudah sampai di pelataran parkir basement apartemen Reova.
"Turun, Re." Alan yang tadi cepat cepat membuka pintunya sendiri, ternyata bertujuan untuk membukakan pintu untuk Reava.
"Lo kenapa baik banget sih, padahal kan.. Lo udah gue... Mmm.."
"Tolak?" Lanjut Alan sambil tersenyum. "Anggep aja gue gak pernah nembak. Gue cuma iseng waktu itu."
"Oke." Gak semudah itu, Kak. Batin Reava.
Keduanya masuk ke lift dan Alan menekan tombol lantai teratas. Karena lift yang ada di apartemen ini tidak dapat mengantar mereka hingga rooftop.
Sesampainya di lantai teratas, mereka keluar dari lift dan naik tangga menuju rooftop. Disana sudah ada Reova, Devan, serta bunga bunga yang dipesan Reava. "Jadi.. Kita ngatur semua ini?" Kata Alan menunjuk berputar bunga matahari dan edelweiss yang tertumpuk rapi di tengah tengah rooftop.
"Gue aja deh. Kalian duduk aja. Atau lo bisa tenangin Kak Reo yang kelihatan gugup banget." Ucap Reava kepada Alan dan Devan sambil menunjuk Reova yang sudah ketar ketir ketakutan.
"Oke." Devan mengacungkan jempol dan Reava langsung menyusun bunga bunga yang ada. Dan menyerahkan sebuket edelweiss kepada Reova.
"Nih, Kak." Katanya. "Dan lo harus yakin. Gue udah bilang kan, lo pasti diterima." Ucap Reava sambil menepuk bahu Reova, memberi pria itu semangat. Padahal hatinya sudah retak retak. Hanya satu kata 'ya' dari Evelyn, hatinya akan hancur lebur terpukul godam besar.
"Udah jam 7 nih. Kita suruh Olivia ngajak Evelyn jam setengah delapan, kan? Siap siap gih." Ucap Alan.
"Makasih ya temen temen. Kalian mau bantuin gue buat acara ini. Gimanapun jawaban Evelyn nanti, itu urusan terakhir. Yang penting.. Terima kasih lo mau bantuin gue dalam acara ini." Ucap Reova tulus.
"Terutama lo, Re. Makasih ya. Lo baik banget deh. Sebagai temen dan asisten rumah tangga gue." Reava tersenyum. Dan saat Reova menepuk puncak kepala Reava, wajah perempuan itu memerah. Baik apanya? Gue pembohong besar, Kak. Andai lo tau semua itu. Batin Reava.
Saat Reava tersenyum, Alan memandanginya dengan bingung. Asisten rumah tangga? Apa maksudnya? Apa Reava adalah pembantu Reova? Berbagai pertanyaan berkecamuk di benaknya. Dia hendak menanyakan hal itu, tetapi pemandangan dimana wajah Reava bersemu saat Reova menepuk kepala perempuan tersebut membuat berbagai pertanyaan yang hendak Alan lontarkan hilang dari otaknya. Berganti dengan kecemburuan yang mengembara liar di dalam hatinya.
Seandainya lo suka sama gue, semua gak akan jadi sesakit dan serumit ini. Batin Alan. Tapi dia hanya tersenyum. Dia harus menguatkan Reava saat semuanya terjadi.
★★★★★★★★
Sebentar lagi waktunya tiba. Reova sudah ada di posisinya dengan Devan, Reava, dan Alan tepat ada di belakangnya. Reava menatap kearah langit hitam pekat dengan taburan bintang yang bersinar bagaikan berlian. Ada juga lingkaran terang pengganti matahari di malam hari yang tampak lebih terang dari taburan berlian di langit malam itu.
Jadi, kalian yang akan jadi saksi peresmian hubungan mereka, ya. Batin Reava seolah berkata kepada bintang bintang. Seakan akan batuan langit itu bisa diajak berbicara.
Ponsel Reava bergetar, segera Reava menatapnya. SMS dari Olivia yang berkata mereka sudah ada di basement.
"Guys... Evelyn udah ada di basement. Siap siap." Komandonya kemudian kepada ketiga lelaki yang ada.
Tak lama kemudian pintu rooftop terbuka. Dan Reova mulai mengucapkan lantunan kata yang diuntai dengan sangat indah. Tidak.. Reava tidak ingin mendengarnya. Reava harap bisa tuli sesaat saja. Tetapi nyatanya tidak bisa. Dan ia dapat mendengar akhir dari untaian indah itu dengn sangat jelas.
".... Ev, Will you be my girlfriend?"
Dan kata kata yang akan menjadi godam penghancur hatinya akan terucap.
"Yes."
Akhirnya... Hati Reava yang retak sudah hancur. Benar benar hancur lebur.
★★★★★★★★
Hai hai.. Update lagi nih:))
Makasih ya.. Karena kalian, R&R masuk #935 di romance category.. Yaa, walaupun masih nomor 935, seenggaknya masuk top 1000 lah.. Hehehe..
Vomments yang banyak yaa, biar aku semangat nulis:D
Callista
KAMU SEDANG MEMBACA
Reova & Reava
RomansaReova Edward Julian, aktor muda terkenal yang sudah melangkah ke dunia internasional. Devan Enrico Stevenson, sahabat sang aktor muda, Reova, yang juga seorang model. Dia berurusan dengan Reava karena ingin Reava berkarier sama dengannya. Reava Vale...