3

21 3 0
                                    


Kita semua pasti punya teman yang di setiap omongannya selalu mengambil quote-quote orang lain. Tipikal orang yang kalau bicara harus ada sumbernya. Contohnya, sewaktu ada orang gengsian gamau nge-chat gebetan duluan akan bilang, 'Gue sih sebenernya mau-mau aja nelepon dia duluan. Tapi kalo kata Newton kan aksi sama dengan reaksi. Gue tunggu dia beraksi dulu laah.' Ini dia ngomong aja harus pake sumber, udah kayak skripsian.

Dan di sini, kita punya Jaka, yang, bisa ditebak, lagi duduk sendirian baca buku di kamar.

Di rumah kontrakannya, Jaka tinggal bareng Rafi dan Lukman. Mereka sama-sama kuliah di jurusan Statistika. Hal yang membedakan Jaka dengan dua temannya ini hanya satu: Jaka udah lulus.

Jaka lulus hanya dalam waktu tiga setengah tahun. Waktu yang sama yang digunakan Jaka untuk menjomblo selama di kampus. Jaka emang tidak begitu suka hal-hal yang berhubungan dengan percintaan. Bukan karena dia gak laku. Tampangnya sebenarnya nggak buruk-buruk amat. Bahkan ada beberapa junior di kampus yang naksir dia dan bilang kalau Jaka mirip sama artis Hollywood: Kura-Kura Ninja (tolong jangan dibayangkan berlebihan, nanti juga kamu tahu Jaka seperti apa).

Tapi dia selalu menolak karena menurutnya percintaan itu terlalu rumit.

Percintaan, mengambil kata-kata Jaka, susah dibuktikan teorinya.

'Lo beneran kan masih mau di sini?' Rafi berdiri di depan pintu kamar.

Jaka meletakkan buku Filosofi Kopi di sebelahnya, lalu menghampiri dan menepuk pundak Rafi. 'Hidup tuh yang seru prosesnya! Jalanin aja lagi!'

'Najis lo.'

Lukman yang lagi nuang air dari dispenser ikut nyamber, 'Jadi lo mau langsung nyari kerja, Jak?'

'Kayaknya enggak deh.' Jaka duduk di meja makan, sok gaul. 'Gue juga gatau nih. Pengin nyari petualangan aja.'

'Petualangan apaan anjir? Mending bantuin kita kerjain skripsi!' sambar Rafi.

'Gue sih pengin yang kayak di 5cm gitu, punya kaki yang berjalan lebih jauh dari biasanya, mata yang menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas...'

'Salah bantal kali tuh!' Lukman asal jawab.

'SALAH BANTAL?! HAHAHA ANJER LO MAN!!' Rafi ketawa puas bener.

Jaka emang sama sekali belum tahu mau ngapain semasa menunggu wisuda. Dia bahkan belum percaya kalau bisa lulus secepat ini. Rafi dan Lukman seringkali menyuruh Jaka pulang ke Jakarta, tapi dia masih betah di Bandung. Pembicaraan tentang pekerjaan juga tidak jarang terjadi. Tapi Jaka selalu bilang kalau dia lebih baik melanjutkan S2 atau jadi dosen sekalian. Karena surat kelulusan belum jadi, alhasil sekarang kerjanya main doang di kontrakan.

Banyak yang bilang kalau pengangguran itu nggak enak. Nggak tahu mau ngapain, bisa stres karena tidak punya tujuan hidup. Jadi pengangguran itu miskin sampai-sampai sebelum pacaran harus pergi ke minimarket untuk semprotin parfum, pura-pura ngetes aromanya sebelum beli, padahal mah emang biar wangi aja. Jadi pengangguran itu sedih karena begitu selesai nge-date dan bill-nya datang, harus langsung pura-pura sibuk main hape. Berharap dengan begitu si pacar udah ngebayarin duluan.

Hal-hal kayak gini tidak akan kita temukan pada Jaka. Dia punya cukup banyak tabungan dari kiriman orangtuanya setiap bulan. Beginilah asiknya jadi mahasiswa berprestasi yang dapat beasiswa. Dan jomblo.

Rumah kontrakan sedang kosong ketika dia baru aja selesai mandi sore itu. Ketika mau melanjutkan baca Show Your Work di halaman 84, Jaka mendengar suara mobil di depan rumah. Lewat jendela kamar dia melihat Innova hitam berhenti tepat di depan rumah. Lah? Temen siapa nih? Selama ini perasaan gak pernah ada temen yang ke sini naik mobil. Jaka merasa waswas. Rafi dari Jogja dan Lukman orang Bengkulu, aneh banget kalo keluarganya tiba-tiba ke sini, pikir Jaka.

Pintu mobil terbuka.

Seorang laki-laki dengan kacamata hitam turun. Perawakannya seperti anak kuliahan pada umumnya. Bedanya, si orang ini berpakaian rapih. Dengan setelan jas abu-abu dan celana bahan. Lengkap dengan sepatu pantofel, kayak cowok abis kondangan. Jaka tidak mengenal orang ini.

Orang ini mengambil sesuatu dari sakunya, meletakkannya di sela-sela pagar.

Lalu dia pergi.

Lalu Jaka sujud sukur.

BIANGLARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang