Keep The Lights On

165 4 1
                                    

‘Kalian tahu mitos tentang permainan cerita hantu yang menyuruh pemainnya harus berada dalam sebuah ruangan terang? Kabarnya, jika kalian memainkan cerita hantu dalam keadaan lampu mati, maka kalian akan bernasib sama dengan apa yang kalian ceritakan. So, berhati-hatilah jika anda mau bermain cerita hantu! KEEP THE LIGHTS ON.’

Ann membaca artikel terbitan Jacksonville tersebut dengan seksama. Ia tak sengaja menemukannya ditumpukan koran bekas. “Kyaaa ...!” Ann menjerit saat ada yang menyentuh pundaknya.

''Ups, sorry, Ann,” ucap yang ternyata Jess, lalu ia masuk ke dalam rumah Ann. “Oh, ya, kapan nih kita mulai acara serunya? Mumpung rumahmu sepi.'' Ann menggelar selembar permadani bermotif abstrak di tengah ruangan.

''Tunggu Rose dan Kate, mereka tiba sebentar lagi. Ayo, kita bersiap!'' ajak Ann. Ann lalu meletakkan artikel itu ditempat tadi ia menemukannya.

Rencananya mereka akan menceritakan sebuah urband legend, kegiatan mereka jika salah satu dari orangtua mereka pergi keluar kota.

***

Sepuluh menit kemudian mereka berempat sudah berkumpul dan duduk dengan membentuk lingkaran. Tangan satu sama lain saling menggenggam. “Ann, tolong matikan lampunya,” ujar Jess. “Tak enak kalau cerita hantu lampunya menyala seperti ini.”

Saat Ann bangkit untuk mematikan lampunya, ia bergidik. Embusan angin dingin tiba-tiba menerpa tengkuk lehernya. Ia membeku, ingat akan artikel itu. Ann duduk kembali, “Lampunya menyala saja, ya? Aku lumayan takut,” bisiknya.

“Ya, nggak seru, ah!” ujar Kate.

“Sudahlah biarkan saja!” seru Rose. “Aku yang mulai cerita, ya?” tanyanya dan semua mengangguk. “Cerita tentang gadis ‘yellow ribbon’, tentang seorang gadis berpita kuning yang sepanjang hidupnya tak pernah melepas pita dilehernya. Jika ditanya mengapa ia selalu memakai pita kuning tersebut, si gadis hanya tersenyum dan mengatakan belum saatnya ia bercerita.

Akhirnya ia jatuh sakit, sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya. Ia meminta pada orang yang pernah bertanya itu, untuk melepaskan pitu kuning yang melingkari lehernya. ‘Ini saatnya kamu mengetahui mengapa aku memakai pita ini,’ ujarnya. Lalu, orang itu melepas ikatan pita kuning itu dan ..., terlepaslah kepala gadis itu dari tubuhnya ....” Rose berhenti bercerita, matanya nyalang menatap ketiga sahabatnya yang diam membeku menatapnya. “Selesai. Giliran kalian!” serunya dan ketiga temannya bernafas lega.

“Hha, itu cerita yang bagus, Rose,” ujar Jess. “ Sekarang giliranku. Di sekitar kawasan New Orleans, terdapat sepasang suami-istri. Istrinya itu sangat cantik tapi diketahui bahwa sang istri dahulunya pernah membunuh para kekasihnya dengan memutilasi tubuhnya dan dikuburkan di belakang rumahnya. Sang suami itu menjadi takut, maka sebelum ia duluan yang dibunuh istrinya. Ia memutilasi istrinya terlebih dahulu. Sampai saat ini, arwah sang istri masih gentayangan dan membunuh setiap pria yang melintas di depan rumahnya,” Jess menghela nafas. “Katanya arwah si istri itu bukan hanya membunuh pria tapi juga bakal membunuh siapa saja yang berani menceritakan kisahnya.”

Ketiga teman Jess menjauh dari Jess, ngeri. Jess tertawa terbahak-bahak, “Hey, itu hanya mitos. Sekarang tinggal Kate dan Ann.”

“Aku duluan,” ucap Kate mendahului Ann yang ingin bersuara. “Tapi, kumohon Ann, matikan lampunya. Kisahku ini lebih menegangkan jika diceritakan dalam keadaan gelap.”

Ann ragu tapi tatapan memohon Kate membuatnya berdiri dan langsung cepat-cepat mematikan lampunya. Ann lalu meringkuk dekat Rose, ia merasa udara di ruang tamunya menjadi dingin, padahal pemanas ruangan sudah dinyalakan. “Cepatlah cerita!” serunya mengenyahkan rasa takutnya.

“Begini, ini cerita tentang seorang anak yang dibuang oleh ibunya. Anak tersebut ditinggalkan ditaman, hingga mati kedinginan, dan hingga saat ini arwah gadis kecil itu menghantui taman bermain, dan ...,” Kate diam memandang semua mata yang ketakutan. “Selesai!” serunya tertawa terbahak-bahak. “Harusnya kalian melihat wajah kalian yang ketakutan seperti itu, haha ....”

“Nggak lucu!” pekik mereka bersamaan. Ann bangkit ingin menyalakan lampu tapi tiba-tiba ketiga temannya berteriak.

"Ann ..."

“Hey, jangan menakutiku!”

“Ann, cepat nyalakan lampu!” teriak Jess. Ann berlari tapi rasanya saklar lampu itu jauh sekali, padahal ia hanya tinggal berdiri dan menyalakan saja. Suara ketiga temannya makin histeris, Ann berusaha menggapai saklar yang terlihat dari sinar bulan. Lama sekali ia berlari, teriakan kesakitan teman-temannya makin terdengar pilu.

“Mataku ...!” teriak mereka bersamaan. Klik! Ann berhasil menyalakan lampu. Memandang teman-temannya yang tak jauh darinya, Ann membeku. Mereka memegangi mata mereka yang berdarah, mata itu bolong.

“Akkkh ...!” Ann berteriak, bersamaan dengan itu kepala Rose seperti ditarik-tarik. Rose berteriak, rambutnya seakan dijambak tapi tubuhnya tetap membeku dilantai.

Kreeek ...! kepala Rose patah dan terlepas dari tubuhnya.

Kini giliran Jess yang berteriak, tubuhnya tertarik hingga ke dapur, Ann merangkak, ia takut luar biasa tapi tak bisa meninggalkan teman-temannya. Di dapur, sebuah pisau daging melayang mendekati tubuh Jess. Tiba-tiba ada bayangan seorang wanita cantik mengambil pisau itu dan menebas kepala Jess, darah muncrat ke mana-mana. “Jess!” teriak Ann, tubuhnya membeku tak dapat bergerak. Lalu wanita itu memotong-motong tubuh Jess menjadi kecil-kecil.

“Arrrgh ...!” kali ini teriakan Kate membuat tubuh Ann bergerak. Lagi-lagi ia merangkak.

Tubuh Kate juga ditarik, dilemparkan. Mulutnya terbuka dan mata bolong itu memandang persis di depan Ann. Lalu jendela ruang tamu terbuka, tubuh Kate terbang keluar. Ann berusaha bangkit, “KATE!” teriaknya lalu berlari keluar rumah.

Ann berlari mengikuti teriakan kesakitan Kate. Kate terhempas di taman belakang rumah Ann. Lalu sesosok gadis kecil berpakaian compang-camping menghampiri tubuh Kate yang lemah.

"Jangan takut, aku akan menemanimu," lirih gadis kecil itu lalu memeluk Kate. Tubuh Kate tiba-tiba menggigil hebat, ia berteriak, di dalam tubuhnya seperti ditusuk ribuan es. Teriakan Kate berhenti, tubuhnya membeku dan sekejap membiru.

“Tidaaak ...!” teriak Ann. Gadis itu menoleh ke arahnya. Ann lalu merangkak mundur dan berlari ke dalam rumah. Lajunya terhenti saat melihat wanita yang memutilasi Jess berdiri di depannya dengan membawa pisau daging, di sebalah wanita itu, berdiri si yellow ribbon memegang kepalanya di tangan.

“Mana kisahmu, Ann?” lirih si gadis kecil dari belakang. “Ayo, ceritakan kisah hantumu agar kautahu bagaimana dirimu menyusul teman-temanmu!”

Ann menggeleng, takut. “Aku tak punya kisah hantu!” teriaknya pilu.

“Ah, sayang sekali. Padahal kami ingin mendengar kisahmu,” ujar si yellow ribbon.

Mereka lalu mendekat, Ann terjebak, “Akkkh ...!”

***

Esoknya ketika orangtua Ann pulang, ibunya pingsan dan ayahnya tergugu. Di sana—di meja ruang tamu, kepala Ann terpajang dengan senyum menawan dan mata yang melotot tajam. Tubuhnya terkuliti dan menempel pada vas bunga besar—dengan tulang-belulang berada dalam vas tersebut. Tak jauh dari meja, tampak sebuah organ dalam manusia menghiasi akuarium.

Selesai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Keep The Lights OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang