Kebingungan

16 3 0
                                    

Hari itu kamu ingin sekali menulis. Seperti biasanya yang kau lakukan sehari-harinya. Menulis. Kamu biasa menulis di atas kertas digital, di banyak dinding tak bercicak---dinding sosial media. Namun berbeda ketika hari itu, kamu hanya membuka---menatap lembaran digital dan membiarkan dinding disararangi laba-laba.

Ada apa denganmu?

"Kenapa aku tidak konsisten menulis di satu tempat saja." gumammu begitu.

Namun, ketika kamu memutuskan untuk mencurahkan di satu tempat saja, ide-ide yang tadinya beterbangan macam kupu-kupu masih bocah, lenyap begitu saja. Cara berpikirmu yang rumit, membuatmu kesulitan sendiri.

"Lagian, kenapa harus dipikir serumit itu." katanya padamu.

"Iya, kenapa juga harus dipikir serumit itu." katamu menyepakati.

Ternyata menghentikan isi kepala yang bersuara, membahas pekara 'mengapa harus dipikir serumit itu' pun juga rumit ya ternyata. Kamu jadi pusing sendiri.

"Ya sudah, bersabarlah. Memang tidak semua mampu mengerti. Yang bisa kita lakukan hanya terus konsisten untuk mencoba." katanya lagi.

Kamu tersenyum. Bukan tersenyum karena geli atau ada hal yang lucu. Tapi tersenyum karena lega dan bersyukur bisa berbincang dengannya.

Aku tidak salah tebak, kan?

Yea, selamat menulis, terus berjuang membuat tulisan untuk pembangunan dan perubahan menuju keseimbangan.

KAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang