Prolog

11 4 0
                                    

Malam ini tak jauh berbeda dari biasanya. Hanya langit cerah berhiaskan gemerlap bintang dan bulan sabit. Gadis itu memandangi langit malam. Hampir setiap malam dia melakukan hal tersebut. Dia memikirkan ayahnya yang telah lama menghilang.

"Sudah hampir satu tahun ayah menghilang. Aku rindu dengan ayah," lirih gadis itu. Dia selalu berharap agar ayahnya segera kembali. Sudah setahun ayahnya menghilang tanpa ada yang tahu alasannya. Gadis berambut light brown itu menutup jendela kamarnya. Lalu bersiap untuk tidur.

***

"Len, jaga rumah ya, ibu mau keluar," pesan seorang wanita paruh bawa yang sudah bersiap di teras rumah. "Siap, bos," jawab Allena tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisi. Dia sedang asik bermain game.

Ibunya tersenyum. Allena memang begitu. Bila sedang asik dengan game, dia tak akan menghiraukan sekitarnya. "Ibu pergi dulu,"

"Hati-hati. Jangan lupa es campur ya bu, hehe," pesan Allena sebelum ibunya pergi.

"Enak aja,"

Setelah ibunya pergi, Allena masih asik bermain game petualangan yang kemarin dibelinya. Allena sudah lama menabung demi game itu. Baru kemarin dia bisa membelinya.

"Hoaamm," Allena menguap pelan. Dia rindu dengan ayahnya yang biasanya bermain game bersama. Mereka berdua adalah pecinta game. Ibunya bahkan heran dengan kebiasaan mereka.

Allena mematikan game yang tadi dimainkan. Seseru apapun gamenya, kalau bermain sendiri tetap kesepian. Allena memilih berjalan menuju ruang kerja ayahnya. Bila kesepian, dia akan kesini untuk mengenang sang ayah.

Allena membuka pintu ruangan. Ruangan itu masih sama seperti kemarin. Tak ada yang berubah. Allena mendesah pelan. Mengingat semua kenangan bersama ayahnya disana. Ruangan itu merupakan tempat kerja ayahnya. Kini ruangan itu tak pernah dipakai. Hanya sesekali dibersihkan Allena dan ibunya, Fiola. Allena mendekati meja kerja ayahnya, membuka laci meja itu. Ada sebuah jurnal disana. Jurnal itu menarik perhatiannya.

"Sepertinya milik ayah," gumam Allena sambil mengambil jurnal itu. Jurnal berwarna coklat itu cukup tebal. Dibukanya lembar demi lembar dari jurnal itu. Isinya semua penelitian sang ayah mengenai dunia paralel. Dunia yang sering diceritakan ayahnya saat dia kecil. Diakhir halaman, ada sebuah perkamen tua dengan tulisan aneh. Terjemahannya sudah ditulis ayahnya di balik perkamen tersebut.

"Ada satu hari dimana semua gerbang antar dunia terbuka. Gerbang yang menuju dunia paralel. Dunia yang berada diluar nalar manusia. Gerbang itu hanya terbuka dengan bantuan mantra kuno. Tak semuanya dapat membuka gerbang paralel."

Sampai disitu saja isi perkamen. Tak ada penjelasan lebih tentang dunia paralel.

***

"Kisah pemburu dunia. Dongeng tentang seorang pemuda yang mencari dunia lain, dunia paralel. Dia berpetualang untuk mencari gerbang antar dunia tersebut. Gerbang itu ditemukan di sebuah perpustakaan kuno yang sudah tak terawat. Pemuda itu menjelajahi dunia yang luar biasa tersebut dan hidup bahagia. Tamat."

Pria itu menutup buku dongeng yang sudah selesai dia baca. Dongeng pengantar tidur. "Lena, ayo tidur, ini sudah malam," ucapnya lembut. Allena menggeleng, dia masih ingin mendengarkan dongeng pemburu dunia."Aku masih ingin mendengarkannya, ayah," ayahnya mengelus kepala Allena. "Suatu hari ayah beri tahu, buku berjudul, Eyes, "

"Hore! " Allena bersorang girang.

Kenangan Allena bersama ayahnya kembali terputar di kepala Allesa. "Buku Eyes," gumamnya. Segera dia mencari buku itu di rak. Tak perlu waktu lama untuk mencarinya. Buku itu sudah berada di tangannya sekarang.

Dia membuka buku itu. Setiap halaman dia bolak-balik dengan teliti, sesekali membaca informasi yang ada di dalam buku. Tapi hasilnya nihil. Dia hanya menemukan coretan aneh pada halaman tengah. Halaman itu dia robek dan simpan. Tidak ada petunjuk keberadaan ayahnya maupun dunia paralel.

Allena mengecek ponselnya, tak ada sesuatu yang penting kecuali obrolan ngawur dari grup. Dia mendekati perapian yang berada di ruangan itu. Perapian itu tak pernah dipakai sejak ayahnya menghilang. "Tak ada petunjuk,"

PRAANGGG!!!

Tanpa sengaja, dia menjatuhkan sebuah vas bunga yang ada diatas perapian. Segera dia membereskan vas itu agar tidak dimarahi. Dibalik vas itu ada sebuah tombol. Iseng Allena menekannya. Perapian itu bergeser. Tampak tangga menuju ruang bawah tanah. Allena tercengang, dia sama sekali tidak tahu rumahnya memiliki ruang bawah tanah. "Wow, ayah tak pernah bilang ada ruang bawah tanah."

Allena menelusuri tangga itu. Lorongnya begitu gelap. Tidak ada penerangan maupun celah disana. Dia menghidupkan senter ponselnya. Akhirnya dia sampai diujung tangga. Sebuah ruang yang cukup luas dengan berbagai macam buku tebal dan perkamen tua penelitian ayahnya.

Perhatiannya tertuju pada sebuah simbol pentagram ditengah ruangan. Simbol itu bersinar. Kini munculah sebuah portal berwarna keunguan diatas simbol tersebut. "Apa ini gerbang dunia itu? " tanya Allena bingung.

Sebenarnya dia takut untuk memasuki gerbang tersebut. Tetapi, dia ingin mengungkap misteri hilangnya sang ayah. Dengan seluruh keberanian, Allena masuk ke dalam portal itu.

Tanpa tahu apa yang adadibalik portal dimensi itu.

THE MISSINGWhere stories live. Discover now