1. Winter di Tokyo

74 6 4
                                    

"Semua yang terjadi di tempat persinggahan ini sudah ada dalam catatan Nya di lauhul Mahfudz.
Jalani setiap peran yang telah ditetapkan dengan ikhlas, pandailah mensyukuri setiap nikmat yang diberikan dan lakukan setiap episode dengan sebaik mungkin sehingga tak ada istilah penyesalan dalam kehidupan kita".

Kalimat motivasi itu terpampang di depan meja kerja seorang wanita yang sedang melanjutkan pendidikannya di Jepang. Teman-teman biasa memanggilnya Firda, usianya baru menginjak tiga puluh tiga tahun, dia sudah tinggal di Jepang selama lima tahun. Dia berada di sini karena mendapat beasiswa pemerintah Jepang untuk melanjutkan pendidikan Magister. Dia termasuk mahasiswa berprestasi. Setelah lulus dari program magister, dia direktrut oleh perusahan pemerintah untuk melakukan beberapa penelitian Saintek sesuai bidang keahliannya. Ketekunan dan kesungguhannya, melejitkan namanya sebagai seorang peneliti. Setelah satu tahun mengabdi akhirnya dia mendapatkan penghargaaan untuk melanjutkan program doktoralnya.

Musim winter ini, dia sudah melewati lima kali musim winter di Tokyo. Sekarang adalah minggu ketiga bulan Maret, seharusnya winter telah berakhir dan hangat matahari sudah bisa dirasakan, dan kita bisa menikmati indahnya bunga sakura yang bermekarandi musim semi. Namun tahun ini berbeda, tampaknya terjadi anomali cuaca hampir di seluruh Jepang. Cuaca masih sangat dingin, suhu menunjukkan empat derajat Celsius. Sesekali hujan turun dengan lebat dan angin bertiup sangat kencang.

Pagi itu, Firda enggan beranjak dari matras, bahkan semakin menarik selimut Elektrik untuk menghangatkan tubuhnya. Dia masih bermalas-malasan, karena hari ini adalah hari Libur nasional di Jepang. Sudah menjadi tradisi bahwa saat terjadi badai equinox maka pemerintah Jepang menetapkan sebagai hari Libur nasional. Sebenarnya dia tidak terbiasa tidur setelah sholat subuh, namun cuaca pagi yang kurang bersahabat membuatnya enggan untuk beraktifitas. Rintik hujan masih mengguyur Tokyo sejak tadi malam. diluar hujan gerimis disertai angin yang berhembus kencang, membuat dia tidak ingin melakukan kegiatan rutinitas pagi yang biasa dilakukan.
Jam Dinding menunjukkan pukul delana pagi waktu Jepang, berarti di Jakarta pukul 6 pagi. Terdapat perbedaan waktu antara Jakarta dan Tokyo. Jakarta lebih lambat dua jam dibandingkan Tokyo. Dia mengambil Handphone dan mulai mengetik pesan ke seseorang. Sesaat dia berhenti dan terdiam.

Apakah memulai mengirim pesan terlebih dulu kepada laki-laki itu merupakan keputusan yang tepat ? Laki-laki yang pernah menjadi bagian penting mengisi hari-harinya dimasa silam. Pantaskah aku yang memulai? Apakah dia masih mengingatku? Apa yang dia pikirkan jika dia tahu aku masih mengingatnya? Berbagai pikiran bermunculan di benaknya. Terlalu banyak pertanyaan diotaknya, akhirnya firda mengurungkan niatnya untuk mengirim pesan. Firda bergegas bangun dan mematikan selimut elektriknya. Kemudian beranjak ke dapur menyeduh segelas coklat panas untuk membuat sandwich tuna kesukaannya.

Sambil menikmati duduk di dekat jendela dia menatap keluar, pikirannya menerawang ke masa lalu, teringat pada sosok laki-laki yang selalu tersenyum saat melihatnya memasuki ruang kelas.Teman satu-satunya yang selalu ada saat dia membutuhkan seseorang untuk diajak berbicara, dia yang selalu ada saat firda dijahili oleh teman laki-laki di sekolahnya. Berbagai kenangan melintas diingatnya.

Dia ... telah menghilang selama tiga belas tahun. Laki-laki yang telah membuatku menunggu tanpa kepastian.Hmm ... Firda bergumam sendiri, "kenapa aku tiba-tiba teringat pada dia? " tanya firda pada dirinya sendiri. Namun tak ada jawaban yang diperolehnya. Tiba-tiba layar handphone menyala pertanda ada pesan masuk, betapa terkejutnya dia membaca pesan yang diterima. Sebuah pesan dari nomor yang dia terima tadi malam dari sahabatnya tadi malam.
"Assalamualaikum apakah benar ini nomor handphone firda? Nisrina Firdausi yang dulu sekolah di SMA 77 Surabaya ? "

Setelah membaca pesan tersebut, dia tidak langsung menjawab. Dia memilih menghabiskan makanannya dan bergegas mandi.
Setelah melaksanakan sholat dhuha, firda terpaku didepan cermin.
"Apa rencana Tuhan kali ini? Apa yang harus aku lakukan?" bisiknya pada diri sendiri.
Sambil menarik napas panjang, Firda berkata didepan cermin " baiklah bukannya aku hanyalah seorang pemain cerita dari Sang Penulis skenario Terbaik.
Mari kita jalani dengan ikhlas, sambil tersenyum dia mengambil handphone dan membalas pesan laki-laki itu. "Waalaikumsalam, kamu Adie ? Teman SMA ku kan ?

Firda bergegas mengambil mantelnya dan menuju stasiun kereta yang terletak tidak jauh dari apartmentnya. Dia akan pergi ke Taman Nasional Shinjuku Gyoen. Taman ini adalah tempat Kesukaannya untuk melepas penat setelah bekerja atau sesudah mengerjakan tugas kuliah. Bis melaju membawa tubuh kurusnya, kurang lebih duapuluh menit dia telah sampai di di stasiun tersibuk di jepang Shinjuku.

Firda melanjutkan perjalannya dengan berjalan kaki beberapa meter menuju taman. Banyak orang yang berlalu lalang, namun karena taman sangat luas sehingga saat tiba di taman tidak tampak penuh sesak. Pohon sakura masih meranggas dan belum berbunga. Meskipun belum berbunga namun jajaran pohon sakura itu tetap indah baginya. Dia memilih duduk di bawah gazebo yang kosong sambil melirik jam dipergelangan tangannya. Pukul 11 berarti Jakarta pukul sembilan pagi. "Sebaiknya aku tidak banyak berpikir tentang dia, agar pikiranku tidak terus-terusan mengingat masa lalu", dia bergumam sendiri.

Firda mengeluarkan novel "Rain" yang sengaja dia bawa untuk menemaninya.Baru sekitar tiga puluh menit membaca, handphonenya bergetar pertanda ada pesan masuk. Dia tidak ingin terganggu dan terus melanjutkan membaca. Cuaca mulai hangat, matahari nampak tersenyum menghangatkan bumi yang sedang kedinginan.
Firda sudah membaca sampai bab tujuh, tiba-tiba terdengar suara perutnya memanggil, tak terasa sudah hampir pukul 1 siang. Dia bergegas menutup bukunya dan mencari toilet terdekat. Kemudian firda menunaikan sholat dhuhur. Tidak banyak masjid di Jepang, sehingga untuk melaksanakan sholat dia mencari ruang yang sedikt tersembunyi agar tidak menarik perhatian. Kali ini dia memilih sholat di lorong menuju toilet yang agak luas dan lengang. Kemudian, dia menuju kedai kebab kesukaannya, untuk makan siang.

Tiba-tiba Handphonenya kembali bergetar, kemudian dia menyentuhkan jarinya ke layar dan muncullah beberapa pesan dari nomor laki-laki itu. Dia segera menyelesaikan makannya dan menuju stasiun shinjuku. Sebaiknya aku segera pulang, dan membalas pesannya setelah sampai di rumah. Kereta yang akan menuju ke rumahnya ada keterlambatan karena terjadi kecelakaan disalah satu stasiun. Sambil menunggu firda membuka handphonenya dan membaca pesan laki-laki itu.
"Hai apa kabar?"

"Kenapa pertanyaanku tidak dijawab?"

"Apakah Kamu tinggal di Jepang, karena kode nomormu area Jepang ?"

Firda bergegas berdiri, saat melihat kereta datang dan memasuki gerbong kereta.
Selama diperjalanan pikirannya terus dipenuhi berbagai hal tentang laki-laki yang bernama Adie. Tiga puluh menit diperjalanan firda memilih memejamkan mata. Dia memilih tidak segera membalas pesan Adie karena dia ingin meyakinkan dirinya sendir bahwa dia telah siap untuk berkomunikasi kembali dengan laki-laki itu.
Setibanya di rumah, dia mulai mengetik balasan untuk Adie.

" Ini Nisrina Firdausi",

"Alhamdulillah aku baik, kamu apa kabar?"

"Dari siapa kamu dapat nomor telpon ku? "

Firda memencet tombol send, setelah yakin apa yang ditulisnya benar. Dia menunggu hingga lima menit, namun handphonenya tidak juga bergetar. Dia merebahkan tubuhnya diatas matras. Ada yang berkecamuk dalam hatinya, dua hal yang bertolak belakang. Disatu sisi dia ingin mengetahui kabar dan keadaan laki-laki tersebut, namun di sisi lain, dia khawatir dia tidak bisa mengontrol emosinya. Dia tidak ingin rasa yang sudah dikuburnya dalam-dalam di relung hatinya bangkit dan merusak pikirannya.

Tiba-tiba firda tersenyum dan bergumam sendiri, duhai hati kenapa saling berselisih, bukankah sudah tigabelas tahun dia pergi, tak perlu dirisaukan, aku bisa mengendalikan diriku. Dia hanya bagian dari masa lalu. Aku sudah berdamai dengan masa lalu. Biarkan kali ini aku membuktikan bahwa berdamai dengan takdir adalah hal terindah.

Firda bergegas mengambil wudhu dan menunaikan kewajibannya sebagai muslim. Sholat ashar tersebut ditutup dengan doa untuk kedua orang tuanya serta doa khusus untuk dirinya sendiri.

"Tuhan jika ini jalan yang harus aku lalui maka ijinkan aku melewatinya kuatkanlah, mudahkanlah dan lapangkan segala urusanku, Aamiin"

Puzzle Yang Tak BerbentukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang