[BATURAJA, 18 JULI 2003]
Malam itu hujan turun deras, membasahi seragam putih-biru yang dikenakan oleh seorang gadis yang sibuk menutupi kepala dengan tas selempangnya sambil berlari-lari menuju sebuah rumah berpagar putih yang terlihat begitu megah. Sampai di teras, ia berhenti sejenak untuk membersihkan seragam sekolah yang sedikit kotor terkena cipratan genangan hujan.
Gadis itu bernama Azkia Nuria, tertera di bordiran kemeja putih yang ia kenakan saat itu. Hujan yang tak kunjung reda membuat orang-orang lebih memilih untuk bersembunyi di balik selimut. Azkia baru saja pulang dari kerja kelompok di rumah Ruri, sahabat karibnya sejak di bangku sekolah dasar. Rambut hitam Azkia yang dibiarkan terurai hingga bahu terasa sedikit basah, gadis itu pun mengerucutkan bibirnya karena yakin esok pagi ia akan diomeli orangtuanya.
Azkia melepas sepatu dan meletakkannya di samping pot bunga gelombang cinta yang terlihat sedikit layu sebelum akhirnya memutar knop pintu. Kemudian gadis itu masuk ke dalam rumah dan menghela napas. Tas sekolahbya dilempar ke sembarang tempat. Kakinya melangkah ke ruang tengah sambil memanggil Bi Ayu, yaitu nama kepala pelayan keluarga mereka.
"Bi Ayu!" teriakan Azkia menggema ke seluruh penjuru ruangan. Ia bertolak pinggang sambil berdecak lantaran yang dipanggil tak kunjung menyahut apalagi menampakkan batang hidungnya. "Bi! Bi Ayu!" teriak Azkia lagi.
Kosong dan hening, hanya ada gemericik hujan sebagai jawaban atas teriakannya barusan. Azkia hendak berjalan ke arah tangga untuk pergi ke kamarnya di lantai dua, namun segera terhenti ketika ia merasa telah menginjak sesuatu seperti cairan yang berbau amis dan menyengat. Pupil Azkia melebar. Ia lalu memekik ketika menyadari bahwa sesuatu yang mengenai kakinya itu bukanlah cairan biasa, melainkan sebuah darah. Ya. Darah berwarna merah pekat itu menggenang di sana, di tengah-tengah kumpulan mayat. Mayat seluruh penghuni rumah.
Azkia menutup mulut agar tidak kembali histeris seperti sebelumnya begitu menyadari bahwa dirinya berada di tengah lautan darah, di antara puluhan mayat. Ia menyipitkan mata sambil berusaha mengenali siapa saja yang tergeletak di lantai dengan puluhan luka tusukan. Napas Azkia beradu saat berhasil mengenali bahwa puluhan mayat itu adalah keluarganya, pelayan, juga sopir, bahkan tukang kebun yang bekerja di rumah tersebut. Gadis itu mundur teratur dengan tubuh yang gemetar ketakutan. Jantung Azkia pun mau tak mau memompa darah dua kali lebih cepat hingga membangkitkan rasa merinding yang mulai merayapi tubuh gadis itu.
Sebenarnya apa yang terjadi di sini? Kenapa semua orang di rumahnya tewas dengan cara yang mengenaskan, dan dikumpulkan di satu tempat yang sama?
Jika seharusnya semua penghuni rumah itu tewas terbunuh, bukankah seharusnya Azkia turut andil menjadi bagian di antara mereka?
Tiba-tiba Azkia merasakan hawa dingin menusuk di punggungnya. Napas Azkia tercekat begitu sadar bahwa ia tidak sendirian di ruangan itu. Ada seseorang di sana, di belakangnya. Tengah menyeringai dalam kegelapan lalu disusul tawa yang membuncah. Suara langkah kaki yang menggema di ruangan sunyi terdengar berkali lipat lebih menakutkan ketimbang mendapati sebuah rumah yang menjadi lokasi pembunuhan keji. Lelaki itu menyentuh bahu kiri Azkia, membuat gadis itu refleks menahan napas. Seolah itu belum cukup menakuti Azkia, lelaki itu meletakkan bilah besi tipis dan tajam di leher Azkia, menekannya kuat-kuat hingga darah segar mengalir dari leher kecilnya. Azkia terisak. Matanya terpejam. Satu-satunya yang bisa ia lakukan hanya merapalkan beragam doa dan berharap Tuhan membebaskannya kali ini saja.
"Tenanglah. Kamu tidak perlu begitu takut," kata lelaki itu pelan dengan suara serak miliknya, nyaris berbisik. "Sebentar lagi kamu bisa bertemu dengan mereka."
Dengan sebuah seringaian yang tercetak di bibir, lelaki itu menambahkan, "Di surga."
***
[PALEMBANG, 1 FEBRUARI 2017]
KAMU SEDANG MEMBACA
[TELAH DITERBITKAN] Even Then, I
Mystery / Thriller[SUDAH DITERBITKAN DI CABACA.ID] [[Bab sudah dihapus untuk keperluan penerbitan.]] Belakangan, Azkia selalu dihantui mimpi buruk sejak dicampakkan oleh Henry dan memutuskan untuk menginap di rumah sahabatnya, Ruri. Ketika pulang, ia dikejutkan denga...