Sudah lebih dari enam bulan hubungan Viny dan Shani berjalan. Banyak cobaan yang harus Viny terima. Belakangan ini, Viny dibuat bingung dengan sikapnya Shani. Ia seringkali marah tiba-tiba,
Ada apa sebenarnya? Apa Viny tak pernah menyadarinya?
Hari ini Viny tak ikut show teater. Tapi, ia diminta untuk datang oleh Shani hanya untuk menonton nya.
Sekarang ini, Viny tengah menyandarkan kepalanya pada stir mobil. Pejaman matanya kali ini sedikit membuat dirinya merasa lebih tenang,
Dirinya enggan untuk keluar dari mobil. Kepalanya sedari tadi berdenyut hebat. Ia hanya tak ingin Shani tahu tentang kondisinya yang sepertinya jauh dari kata sehat.
Ting!
Viny melirik sekilas ponselnya yang sedari tadi berbunyi. Ia membuka personal chatnya dengan seseorang dan mulai mengetik,
ChatLine Shani x Viny
Viny sideKak kamu dimana?
Kak Viny?
Kak ditelfon kenapa ga diangkat? :(
Ihh. Kakak aku ada salah apa emang?
Kakakk :(
Iya sayang?
Maaf ya lama :)
Aku lagi dimobil nih. Kenapa?Ngapain dimobil?
Tidur.
Bangun. Kamu dimana sekarang?
Dibasement.
Basement mananya?
Tempat biasa kok
Tunggu aku.
Aku turun sekarang.Setelah membalas semua pesan pada Shani. Viny kembali tidur. Dengan mesin mobil yang sedari tadi menyala. Dan selimut yang menutupi hampir seluruh tubuhnya.
Viny hampir kembali terlelap dalam tidurnya. Jika saja pintu samping mobil tidak memperlihatkan Shani, mungkin dirinya akan kembali tidur,
"Kok mesin mobilnya nyala?" Tanya Shani seraya masuk ke dalam dan menutup pintu samping mobil,
Vinya hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Shani. Dengan kedua matanya yang masih terpejam dan enggan untuk terbuka,
"Kak." Shani meraih selimut yang digunakan Viny dan menyikapnya secara perlahan. Ia memperhatikan lekuk wajah Viny secara seksama. Dirinya mulai merasa aneh dengan kondisi Viny,
Tangan Shani terangkat guna memeriksa suhu tubuh Viny. Untuk seketik, matanya membulat sempurna,
"Ke teater sekarang." Seru Shani cepat, "Aku bawa obat. Disini dingin."
"Tapi Shan.."
"Gausah nolak kak. Sini selimutnya aku yang bawa." Viny mengangguk. Perlahan ia membuka pintu samping mobil. Setelah Shani keluar, ia menlock nya dan mulai berjalan beriringan dengan Shani.
Sesekali Shani mencuri pandang pada wajah Viny yang terlihat pucat. Hembusan napas lelah terdengar ditelinga Shani, "Maafin aku, Shan."