15

770 54 0
                                    

"Aku bermimpi tentang kakek itu, dia bisa membawaku kembali ke tempat asalku"
"Apa kau benar-benar ingin kembali?"
"Iya, aku tidak bisa tinggal disini, aku punya kehidupan sendiri. Orang tuaku pasti mencariku mereka pasti sangat khawatir"
"Kalau itu keputusanmu, aku akan membantumu kembali"
"Gamsahamnida, unnie"
"Ne"

"Maaf mengganggu"

Suara seseorang menyapa. Ternyata pangeran chanyeol.

"Saya ingin mengajak nara jalan-jalan" katanya.
"Unnie jangan izinkan dia" bisikku pada unnie.

"Bukannya kamu sudah berjanji untuk membeli persedian obat?" lanjutnya.
"Kapan aku melakukannya?" bantahku
"Nara, yang sopan dengan  pangeran. Kalau kamu sudah berjanji harus kamu tepati"
"Tapi.. Aku.."
"Kajja"
Tiba-tiba dia menarikku.

Sampai diluar gerbang istana aku melepaskan tangannya dengan paksa.

"Yak!! Tak bisakah kau bersikap baik padaku? Main tarik saja"

Dia hanya diam saja dan melanjutkan jalannya.

"Pura-pura tidak mendengar? Dasar licik"
"Aku bisa mendengarnya"
"Mianhaeyo" kataku datar.

Lama aku mengikutinya sampai juga di tempat yang dulu,, ya dermaga..

"Aku sangat suka tempat ini" katanya
"Wae?"
"Disini aku bisa melihat matahari terbit dan terbenam"
"Benarkah?" tanyaku antusias.

Dulu waktu aku pertama kali kesini dengan pangeran chanyeol, aku tidak memperhatikan matahari tenggelam.

"Ne, kita tunggu saja nanti"
"Ini masih siang hari, kau tahu?" kataku
"Memangnya kenapa?"
"Apa kita harus menunggu lama disini? Aku juga butuh makan" suaraku mengelirih.
"Ini" katanya sambil mengulurkan kotak dari bambu.

Saat aku buka ternyata makanan seperti kue beras.

"Woahh, kapan kau membawanya?"
"Itu" dia menunjuk tasnya.

Langsung aku makan makanan darinya.

"Ahh massita [enak]" kataku.

Aku lihat dia terkekeh.
Aku diamkan saja dia, aku masih ingin menikmati makananku.

"Tadi aku tidak sengaja mendengarkan percakapan kalian dengan permaisuri hong" katanya yang membuatku sedikit tersedak karena terkejut.
"Woahh ternyata kau berbakat menguping"
"Yak! Aku bilang tidak sengaja mendengar, tidak sengaja" dia memberikan tekanan pada kata 'tidak sengaja'.
"Tetap saja kau menguping" kataku acuh sambil tetap makan.
"Terserah, memangnya kau ingin pergi dan kembali kemana?"
"Mau tahu saja urusan orang, itu rahasiaku"
"Tidak bisakah kau terbuka denganku?"
"Hakku untuk menentukan, memangnya sedekat apa aku denganmu hingga mengumbar masalahku padamu?"
"Kalau begitu kita mulai dari awal dan mulai dengan saling mengenal" katanya membuatku benar-benar tersedak.
"Uhukk.. Uhukk.. Ahh jangan katakan lagi kau membuatku merinding lagi"
"Wae? Ada yang salah, aku hanya ingin kita saling dekat saja"
"Hajima! Jangan katakan lagi" kataku sambil sedikit menahan tawa.

Dan pertama kalinya aku melihatnya tersenyum.

"Apa kau baru saja tersenyum?" kataku sambil tertawa.
"Aniyo, kau salah lihat aku tidak tersenyum" sikapnya kembali dingin.

"Aku akan mencoba terbuka denganmu"
"Tentang?"
"Kehidupanku" katanya sambil menatapku.

Tatapannya sangat dalam seperti memiliki banyak arti, seperti sedih dan penyesalan.

"Jangan menatapku seperti itu" kataku yang membuatnya seperti salah tingkah.
"Dulu aku pernah menjalin hubungan dengan seorang gadis, lama sekali aku menjalin hubungan dengannya bahkan hampir ke tahap serius, tapi tiba-tiba dia menghilang dan menikah dengan seseorang yang seharusnya tidak dia nikahi"
"Jadi itu sebabnya kamu bertanya tentang penghianatan?"
"Ne, tidak sampai disitu, aku menemukan penggantinya, yaitu seorang Putri yang memang dijodohkan denganku, tapi 3 hari sebelum acara pernikahan, keluarganya dan dia ditemukan tak bernyawa di rumahnya, aku mencoba menyelidiki kematian itu, dan ternyata itu disebabkan oleh persaingan politik dan kau tau siapa yang melakukannya?"

Aku hanya menggeleng.

"Dia keluarga dari wanita yang aku ceritakan tadi, sedangkan wanita itu mengetahui rencana busuk keluarganya tapi dia tidak sekalipun memberitahuku. Sejak saat itu aku memutuskan untuk bergabung dengan tim investigasi khusus di pemerintah tanpa ada yang mengetahui bahwa aku adalah pangeran, aku berharap bisa  mengobati perasaanku sendiri dengan menyibukkan diri"
"Jadi waktu perampokan waktu itu kamu sedang ada tugas?" tanyaku sambil mengingat perampokan waktu aku pergi ke rumah unnie.
"Ne, sekarang coba ceritakan tentangmu"
"Aku? Tidak ada yang menarik tentangku hanya seseorang yang beruntung menjadi keluarga unnie dan dia bisa merawatku seperti adiknya sendiri"
"Aku harap kamu memang beruntung dengannya"
"Maksudmu?"
"Aniyo lupakan saja, tapi kenapa kamu ingin pergi?"
"Kalau itu aku tidak bisa cerita sekarang tapi suatu saat aku pasti akan cerita denganmu"
"wae?"

"Ahh yeoppeuda [indahnya]"
Aku mecoba mengalihkan pembicaraan dengan melihat pemandangan matahari terbenam. Itu sangat indah.

"Iya" dia ikut menikmati pemandangan Indah itu.

Setelah melihat matahari terbenam itu, kita kembali ke istana. Di perjalanan dia berhenti di depan toko obat dan rempah.

"Kenapa berhenti?"
"Cepat beli obat untukku, bukannya tadi aku izin pada unniemu untuk beli obat"

Apa ini? Kenapa sikapnya kembali menyebalkan?

"Kau tidak ingin ikut masuk?"
"Aku tunggu diluar"

Ahh jinjja sepertinya dia punya dua kepribadian... Saat ini dia sangat menyebalkan.

Akupun pergi masuk dan membeli obat untuknya, dan gingseng merah untukku.

Setelah selesai membeli aku kembali menemuinya tapi aku tidak menemukannya.

Aku tunggu beberapa menit, tapi kenapa dia tidak muncul juga.. Aku mulai panik, aku coba berjalan mengikuti jalanan yang sekiranya menuju istana. Selain tidak menghafal jalanan, tempat ini juga sangat ramai mungkin karena pusat belanja jadi tetap ramai walau malam haripun.
Di setiap jalan mataku tak berhenti melirik kanan kiri kalau-kalau dia ada.

Kenapa aku berasa ada yang mengikutiku, haruskah aku berbalik untuk melihatnya?
Ani,, ani,, lebih baik aku berjalan cepat saja dan jangan menoleh kebelakang.

Aku tetap jalan cepat mengikuti kakiku melangkah.
Tapi tiba-tiba aku menyadari kalau jalan didepan adalah jalan buntu, rasa panikpun langsung menyerang. Disini juga sepi sekali. Bagaimana kalau dia benar-benar ingin membunuhku? Tidak mungkin kalau aku harus mati disini. Ahh eomma tolong aku.

Air mataku terus menetes kakiku mulai lemas, aku masih tidak berani menoleh, dan aku rasa orang itu mendekat.

"Tolong, jangan bunuh saya" kataku sambil menangis dan bersimpuh memeluk kedua kakiku.

"Eomma,, eomma..." pundakku dipegangnya.
"Yakk!!"

Tiba-tiba orang itu memelukku. Tanganku yang awalnya memeluk kedua kakiku langsung aku gunakan untuk melepaskan  pelukankannya dan memukulnya.

LOST IN TIME : LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang