"tolong jangan cabut beasiswa Rama pak hanya karena masalah itu. Rama tidak salah apa-apa, ini semua salahku" jelasku
"maksud kamu?"
"akulah yang menjebak Rama, saat kami berciuman dia dalam keadaan mabuk, tidak sadarkan diri. Dan akulah yang membuatnya mabuk. Lalu aku juga yang memotretnya. Dia tidak tau apa-apa pak tolong jangan cabut beasiswanya. Aku yang telah merencanakan itu semua, aku yang mengambil gambarnya dan aku juga yang menyebarkannya......" jelasku panjang lebar
"apa kamu sungguh-sunguh yang melakukan itu semua?" tanya kepala sekolah memastikan
"..." aku hanya mengangguk pelan
"kamu tahu tidak Chiko, gara-gara perbuatan kamu ini, reputasi sekolah jadi terganggu dan kamu juga telah membuat salah seorang siswa terpandai kehilangan beasiswanya" tegas kepala sekolah
"saya tau pak, maka dari itu tolong jangan cabut beasiswa Rama" kataku lirih
"baiklah saya tidak akan mencabut beasiswa Rama. Tapi karena perbuatanmu ini membuat salah satu siswa hampir kehilangan beasiswanya. Maka dari itu mulai sekarang kamu di keluarkan dari sekolah ini" kta kepala sekolah
deg...!!! Aku dikeluarkan dari sekolah. Apa benar yang aku dengar tadi. Aku dikeluarkan dari sekolah?. Tapi tidak apa, yang penting beasiswa Rama tidak jadi dicabut. Aku puas walaupun aku harus dikeluarkan dari sekolah. Lagipula hidupku kan sudah tidak lama lagi. Jadi mau sekarang atau nanti yang pastinya aku tidak akan bisa sekolah disini lagi. Yang terpenting sekarang beasiswa Rama tidak jadi dicabut. Itu saja.
__END FLASBACK__
Air mataku berlinang membasahi pipiku. Tak tau kenapa air mata ini mengalir begitu saja saat mengingat semua itu. Aku tertawa pelan dalam tangisku.
CINTA INI KADANG TAK ADA LOGIKA
ILUSI SEBUAH HASRAT DALAM HATI
KUHANYA INGIN DAPAT MEMILIKI
DIRIMU HANYA UNTUK SESAAT......
***
---FADLY POV---
Sudah empat hari ini aku tidak melihat bocah sialan itu karena dia tengah menjalani masa skorsingnya. Empat hari ini juga rasanya moodku sangat jelek. Tidak tau mengapa rasanya malas sekali melakukan sesuatu. Makanan yang tersaji diatas meja kantin inipun menjadi korban moodku jelek. Sedari tadi hanya kuaduk-aduk saja tanpa ku makan sedikitpun. Mataku menatap kosong bangku yang biasa dia gunakan saat dia pergi kekantin. Pikiranku terlintas saat aku hampir saja menelanjanginya di kantin ini dulu. Rasanya ada bagian dari hatiku yang kosong saat tidak bertemu dengannya. Rasanya hampa dan hambar. Tunggu dulu, apa ini? Kenapa aku memikirkan dia? Kosong? Apanya yang kosong? Oh mungkin ini hanya rasa bosan saja karena tidak ada obyek untuk ku kerjai. Ya, ini hanya rasa bosan karena tidak bisa memberinya pelajaran. Tidak bisa membuatnya menderita dan mengeluarkan air matanya. Mulutku rasanya sudah gatal untuk mengeluarkan cacian, makian, hinaan kepadanya. Begitu juga tanganku ini sudah gatal untuk memukulnya kembali. Aku meyakinkan diriku sendiri dan menyangkal perasaan kosong yang tadi sempat kurasakan. Ya, sampai kapanpun aku akan tetap membencinya. Kebencian itu tidak akan pernah padam sekarang dan selamanya.....
***
---RAMA POV---
Aku melangkahkan kakiku kembali di sekolah yang setelah tiga hari tidak menginjakkan kaki disini karena di skors. Tawa mengembang dibibirku melukiskan perasaan bahagia dalam hatiku. Mulai pagi ini aku tidak perlu membohongi ibuku lagi. Aku akan pergunakan kesempatan ini dengan sebaik-sebaiknya. Agar aku bisa melihat senyum ibuku dikala aku sukses nanti. Sudah cukup kejadian kemarin membuatku merenung. Aku tidak mau lagi mengulangi dan melakukan kesalahan yang dapat mengancam beasiswaku. Ya, aku akan belajar dengan sungguh-sungguh.
Kulangkahkan kakiku cepat tidak sabar ingin duduk kembali di bangku yang selama ini menjadi saksi belajarku di sekolah. Tapi sebelum itu aku mau mencari seseorang dulu dan mengatakan sesuatu. Ya, aku mencari Chiko. Setelah tadi malam aku berkutat dengan pikiranku, merenungi semua kejadian-kejadian akhir ini. Aku sadar, bahwa sebenarnya akulah yang salah atas semua ini. Aku sekarang sadar kalau Chiko tidak salah apapun dalam masalah kemarin. Maka dari itu, sekarang aku berniat ingin menemuinya, meminta maaf dan mengucapkan terima kasih padanya serta memulainya kembali dari awal. Sekarang aku juga mau menjadi temannya seandainya dia memintaku menjadi temannya. Toh, apa salahnya berteman dengannya. Dia selama ini baik dan tidak berperilaku aneh.
Aku menyusuri setiap koridor di sekolah ini. Tetapi dia tidak juga kutemukan. Dikantin tidak ada, di lapangan juga tidak ada, di kelaspun dia tidak ada. Oh, atau mungkin dia memang belum datang. Tapi apa mungkin dia masih di skors? Tapi tidak mungkin. Aku saja sudah masuk sekolah, pasti dia juga sudah di izinkan masuk sekolah lagi. Ya, pasti dia belum datang. Lagipulakan sekarang masih pukul 06.30, masih tiga puluh menit lagi untuk bel masuk kelas. Sebaiknya aku tunggu saja dia di dalam kelas. Ya, aku tunggu di kelas.