3. Cerita Lalu

20 1 0
                                    

Langit nampak kelam, tak terlihat satupun bintang yang bersinar. Firda menutup laptop, dan menyalakan selimut elektriknya. Setelah selimutnya hangat, dia merebahkan diri di atas matras, namun tiba-tiba layar telephone genggamnya menyala pertanda ada pesan yang masuk, Dia tidak ingin mood tidurnya terganggu, maka lampu segera dimatikan dan menutup matanya. Beberapa menit kemudian dia sudah memasuki dunia mimpinya.

" Apa aku boleh meminjam buku catatan matematika? " kata Adie suatu siang kepada Firda.

"Boleh, tapi besok buatkan aku gambar proyeksi ya ... ?" Dia menjawab dengan menunjukkan gambar proyeksi yang tampak acak-acakan.

"Enak aja buat sendiri sana ... !" Jawab Adie sambil mengambil buku catatan Firda dan berlalu ke tempat duduknya. Firda hanya tersenyum dan menghampiri tempat duduk Adie, "Jika kamu dak mau bantuin aku, besok ada PR Fisika aku dak mau belajar bareng " Dia berbisik dan tersenyum. Firda berlalu tidak menghiraukan teriakan Adie. Dia sebenarnya tidak benar-benar mengancam, hanya saja saat ini dia sangat membutuhkan bantuan Adie untuk menyelesaikan tugas proyeksinya. Dia hanya menoleh dan tersenyum saat melihat wajah Adie bersungut-sungut dan menghempaskan tubuh ke kursi.

Firda terbangun, mimpinya seolah-olah nyata seperti kejadian dua belas tahun silam. Firda terduduk dan terdiam. Terasa sakit di dalam dadanya, seperti ada pecahan kaca yang menusuk hatinya. Selalu saja seperti ini, jika aku mengingat laki-laki itu. Harusnya aku tidak perlu membalas pesan - pesannya. Namun aku juga ingin mengetahui bagaimana keadaaannya sekarang. Aku tidak boleh terus larut, dia hanya bagian dari masa lalu, masih banyak yang harus dikerjakan untuk menyongsong masa depan.

Pagi itu mentari pagi bersinar sangat indah, dari jendela lantai 15 ini terlihat warna keemasan di ufuk timur, tak kalah mempesona dibanding menikmati senja dari atas puncak bromo, tempat favorit mereka berdua semasa SMA. Setelah menghabiskan sarapannya, firda bergegas mengambil mantel dan setengah berlari menuju bus stop di dekat apartemennya. Untuk menuju kampusnya, firda harus menggunakan dua jenis transportasi umum agar mempercepat waktu. Pertama dia menggunakan bus menuju stasiun Akihabara, kemudian berganti dengan kereta komuter menuju stasiun terdekat dengan kampusnya.

Akihabara adalah salah satu stasiun tersibuk di Tokyo. Akihabara menghubungkan kota-kota diluar Tokyo, disamping itu akihabara merupakan pusat pasar elektronik dan pasar sepatu terbesar di Jepang. Stasiun Akihabara selalu padat dan penuh sesak.Dia menikmati perjalannya sambil membaca. Kebiasaannya sejak kecil, jika naik kendaran umum dia lebih suka membaca. Bersyukur sekali pagi ini tidak hujan sehingga cuaca cukup hangat. nampaknya winter  segera berakhir.

Cuaca siang itu cukup hangat, Firda bergegas menemui promotornya untuk mendiskusikan perkembangan penelitian yang sedang dilakukannya. Profesor Mitsuki terkenal killer bagi mahasiswa di universitas tersebut, namun hal ini tidak berlaku bagi Firda. Dengan sifat penyabar dan rendah hati yang dimiliknya, membuat sang profesor luluh. Sampai sejauh ini tidak ada kendala yang berarti buat firda melakukan penelitiannya. Setelah berdiskusi selama hampir satu jam, sang promotor menyudahi pembicaraannya.

Sambil berjalan keluar gedung jurusannya, firda melirik pergelangan tangannya, masih ada waktu satu jam sebelum waktu makan siang tiba. Akhirnya firda memutuskan pergi ke perpustakaan fakultas. Tempat ini menurut firda adalah tempat yang paling tenang untuk berpikir dan mengerjakan tugas-tugasnya. Saat hendak membuka pintu, firda melihat sosok yang sangat dikenal berjalan menuruni anak tangga. Firda hendak memanggilnya, namun segera dia mengurungkan niatnya Karena dia sedang ingin sendiri di dalam perpustakaan. Ruangan tersebut tidak cukup luas namun tertata dengan apik. Untuk mencari letak referensi yang diinginkan, ada tiga buah komputer yang disediakan agar mempermudah pengunjung mencari lokasi referensi yang diinginkan.

Firda menuju ruang baca, yang terletak dibagian belakang ruang perpustakaan tersebut. Firda hanya ingin memperbaiki laporan Penelitiannya sesuai dengan hasil diskusi hari ini. Tiba-tiba dia teringat bahwa sejak semalam ada pesan masuk yang belum sempat dibaca apalagi dibalas oleh dia. Betapa terkejutnya dia ternyata ada 5 pesan dari nomor Adie. Dengan hati berdebar tidak menentu Firda membacanya. Beberapa kali dia mengetik balasan namun selalu dia hapus kembali. Firda khawatir kalimat yang dibuatnya tidak cocok atau firda masih belum yakin kepada dirinya sendiri.

Dia terdiam beberapa lama, tanpa disadari ingatannya berpindah ke masa-masa SMA. Adie Wijaya nama lengkapnya, dia mengenalnya dari Sari, salah seorang teman yang satu kelas dengan Adie. Mereka satu sering belajar bersama meskipun mereka berasal dari kelas yang berbeda, dan dari kegiatan tersebut persahabatan mereka dimulai. Dia  yang mudah bergaul, dan periang mudah sekali beradaptasi dengan Adie, namun sebaliknya meskipun humoris, Adie tergolong pendiam. Namun perbedaan itu tidak menghalangi persahabatan mereka. Firda selalu bisa mengalah dan memahami keinginan Adie, hal ini lah yang membuat Adie merasa nyaman berteman dengan firda. Menginjak tahun ke dua di SMA mereka mengambil jurusan yang sama dan ternyata mereka masuk di kelas yang sama.

Mereka berdua senang sekali akhirnya bisa satu kelas, persahabatan mereka semakin dekat. Dimana ada Adie di sana pasti ada Firda. Bahkan teman satu kelas mengira mereka ada hubungan spesial. Namun mereka tidak menghiraukan ledekan teman-temannya. Prestasi mereka bersaing ketat, namun firda selalu menjadi juara umum. Dan Adie ikut bangga atas prestasi sahabatnya itu. Mereka berdua saling menyemangati dalam kegiatan intra maupun ekstra sekolah. Siapa yang tidak mengenal Firda dan Adie, pasangan ketua kelas dan sekretarisnya yang sangat kompak.

Pertengahan semester gasal kelas 2 Adie dicalonkan sebagai ketua OSIS, demikian juga Firda. Namun mereka memilih pasangan yang berbeda. Firda dan Ratna sebagai calon ketua OSIS dan wakilnya dengan nomor urut 1, sedangkan Adie dan Iwan calon dengan nomor urut 2. Masih ada satu pasang lagi calon ketua OSIS yang siap bertanding di pemilu raya SMAN tersebut.Dengan prestasi yang menggunung akhirnya Adie dan Iwan memenangkan pemilu tersebut. Dan Ratna ditunjuk sebagai sekretaris OSIS sedangkan Firda sebagai bendahara OSIS. Dari sinilah mulai ada riak riak kecil dipersahabatan Adie dan Firda.

Suatu sore yang tidak pernah dia dilupakan, saat tiba-tiba Adie datang ke rumahnya dan menceritakan bahwa Adie dan Ratna memutuskan untuk berpacaran. Serasa seperti mendengar suara letusan gunung merapi yang siap menumpahkan lava panasnya, dia hanya terdiam dan tetap tersenyum menatap Adie. Namun jauh didalam lubuk hatinya, ingin berteriak kenapa secepat ini, kenapa harus Ratna. Namun dia tidak ingin Adie mengetahui suara hatinya. Dengan suara parau dia mengucapkan selamat kepada Adie.

Mendengar suara parau dan melihat muka pucat Firda, dengan lembut Adie berkata "kamu sakit, Fir?" tentu saja dia mencoba mengendalikan emosinya dan bicara sedatar mungkin menjawab tidak. Hingga Adie pulang menjelang magrib dia tidak pernah tahu bahwa malam itu Firda gelisah tidak menentu. Apakah Firda kecewa dengan keputusan Adie yang menurutnya terlalu cepat atau dia cemburu.Firda tidak pandai mengungkapkan perasaan sayangnya. Hingga Adie tak pernah tahu bahwa Firda menyimpan harapan lebih. Firda bergumam biarlah hanya Tuhan yang tahu, bukankah Jodoh tidak akan tertukar. Bisik hatinya menghibur diri.

"Library will close ten minutes later" suara petugas perpustakaan melalu soundsistem menyadarkan lamunannya. Dia sedikit terkejut,  karena perbaikan papernya belum dai kerjakan. Setelah merapikan perlengkapannya Firda keluar perpustakaan dan menuju kantin terdekat, karena firda belum makan siang. Meskipun sudah terlambat, dia tetap memaksakan diri untuk mendapatkan makan siang.





Puzzle Yang Tak BerbentukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang