BAB 2

3.4K 122 16
                                    

Samar-samar meski sudah pukul setengah satu malam, kobong dari lantai dasar hingga paling atas masih berisik. Diwaktu-waktu seperti ini memang, timing yang biasanya digunakan santri untuk re-telling pengalaman sekalian kejadian paling menggemparkan yang ia alami, yang ia lihat, yang ia dengar, yang ia rasa, dari satu santri ke santri lain. Entah karena suasana yang mengakibatkan mereka asyik terlibat percakapan atau karena kebiasaan, yang pasti di jam ini asrama masih bisa dibilang cukup ramai. Mungkin ini salah satu dongeng sebelum tidur?

Hari ini, topik disekitar Assalam masihlah kejadian 'kesurupan' siang bolong tadi. Konon, kesurupan yang semacam itu memang sudah biasa terjadi setiap awal-awal keroisan yang baru. Katanya hal ini jadi tolak ukur kesuksesan rois, akankah bertahan lama atau tumbang karena sudah lelah dijatuhi masalah kala kaki baru saja melangkah. Cobaan lebih tepatnya.

Untuk periode kali ini kesurupannya begitu fenomenal disebabkan aturan yang juga fenomenal, menerapkan jesusah disetiap kamar. Luar biasa. Seolah-olah Atid tidaklah cukup sebagai pencatat amal buruk. Atau bisa jadi jesusahlah Atid bagi Bakenas yang siap melaporkan apapun yang terjadi disekitaran kamar, kobong dan komplek Assalam.

Dalam sidang rahasia diantara rois dan jesusah, para jesusah terpilih diberi tugas berat sebagai mata-mata santri yang sekiranya melanggar peraturan, sekalipun dengan sahabat karib dikamarnya juga diantara jesusah lain, karena hanya roislah yang tau siapa saja mata-matanya.

Siang tadi, mbak yang kesurupan itu memang sudah masuk dalam list takzir mugholadoh dengan dakwaan menonton video tak senonoh. Sontak, karena ia tak merasa berbuat sejorok itu, saat namanya terpampang di mading besar aula ia berontak. Ia begitu terpukul, berfikiran hendak kabur saja karena dirinya telah dilecehkan dengan fitnah paling keji atau lompat dari kompleknya di lantai paling ujung, sungguh sudah kehilangan akal dan mendadak histeris.

"Tapi hebatnya, mbak Dhiroya bisa nyembuhin ya."

"Dia itu orang kuat. Koneksinya banyak. Ketat. Pemikirannya juga keras."

"Mbak Dhiroya walau sebulan saja belum, cukup bikin semua orang merinding."

"Ah jangan begitu, buktinya, komplek R lantai dua, lolos aja tuh cewek tanpa hijab masuk Assalam!"

Ah—ya, satu lagi topik panas hari ini. Kedatangan Hillary Zenn, gadis bule tanpa hijab itu bisa sampai masuk Assalam dengan gampangnya. Padahal, untuk bisa mendapatkan lemari Assalam, perlu perjuangan yang kuat dan melelahkan, karena harus bersaing dengan ribuan pendaftar lain. Siapa sangka di zaman modern ini, ternyata, hanya karena Assalam berada di tengah tiga universitas umum besar, menjadi rebutan para mahasiswa-mahasiswi? Hal ini tentu menjadi bukti, bahwa masih banyak pemuda yang sadar akan pentingnya kesetaraan ilmu dunia dan agama sebagai bekal hidup.

"Sudah ku bilang mbak Dhiroya itu bikin merinding. Hahaha..."

***

Hillary mengerjap beberapa kali. Telinganya terasa panas. Sejak ia shalat isya berjamaah di Masjid Banat tadi, ia hanya pura-pura tertidur, mencoba membuat dirinya senyaman mungkin, tapi gagal. Ia faham, dirinya hari ini jadi perbincangan semua santri, membuatnya gelisah, sebegitu gampangkah orang lain menilai dari packagingnya?

Ia hanya tak habis fikir, kenapa orang lain suka sekali membicarakan orang lain, padahal mungkin dilain kesempatan, orang lain itu akan dibicarakan juga oleh orang lain? Hidup ini penuh dusta. Pun juga ia tak habis fikir, kenapa orang sepertinya tak berfikir dua kali mengiyakan masuk pesantren?

Ah, ini sudah terlanjur.

Hillary bukan tipe mundur sebelum sampai finish. Walaupun ia jadi bahan kasak-kusuk sana sini, tak masalah baginya. Toh, itu tidak akan menghalangi spiritnya belajar agama kan?

GUS HILALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang