"Aidan, lo pikir kita apa?"
---------------------------------------------------------------------
"UDAH sampai mana, Yell?"
Rahiel tersentak kaget saat tangan Anya menyentuh pundaknya perlahan. Dua detik setelah itu, Rahiel menghembuskan nafas lega.
"Anya! Lo tuh, bikin kaget," serunya kesal. "Data semua kelas untuk festival itu udah sampai ke gue semua kok. Nanti gue sama Rahmi plus Ardi pengen kerjain proposalnya bareng dirumah gue." lanjut cewek itu.
Anya mengiyakan, "Capek gak? Sini lu mau nitip apa? gue yang beliin." tawarnya.
"Tumbenan lo baik," ledek Rahiel. Anya menekuk wajahnya.
"Yaudah enggak jadi," kali ini, giliran Anya yang kesal.
Rahiel menahan tawanya, "Bercanda kali, Nya."
"Iya-iya," ucap Anya pada akhirnya. "Mau titip apa nih jadinya?"
"Hm.. apa ya? Es jeruk segelas sama Roti isi yang paling kecil satu deh! Isinya Keju ya."
Anya memandang Rahiel bingung. Biasanya, kalau urusan makanan Rahiel akan menjadi orang nomor satu yang memesan makanan dan porsinya pun paling besar pula.
Anya bahkan sampai berpikir kalau Rahiel mulai berdiet. Yah, walaupun ukuran badan Rahiel tidak bisa dibilang 'besar'.
"Anya?"
Anya tersadar. Lalu menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ragu-ragu, ia bertanya, "E-eh ... kok yang paling kecil? Lo di--"
"Enggak kok. Pulang sekolah gue ada janji makan," ucap Rahiel cuek. Sadar dirinya salah bicara, cewek itu menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Maksudnyaaa--"
"OH YAUDAH. BENTAR YA!"
Anya berlalu pergi. Yah, palingan mau laporan ke yang lain. Ketahuan dehh, batin Rahiel. Siapa suruh bicara sembarangan?
Rahiel melanjutkan pekerjaannya. Men-streples kertas berisi data-data acara kelas sepuluh sampai dua belas untuk festival nanti. Acaranya memang masih lama, tapi ia harus mempersiapkan ini semua dari jauh-jauh hari. Apalagi ini festival terakhir yang bisa Rahiel ikuti di SMA Pancasila. Rahiel harus membuat acara ini sukses, bersama panitia acara lainnya.
Dan, benar saja. Beberapa menit kemudian, sahabat-sahabatnya datang membawa jajanan ke kelas Rahiel sambil menginterogasi Rahiel.
Aduh mampus gue, bener-bener ketahuan.
---
"Jadi, ini ceritanya lo sama si Adian itu mau nge-date?" Lisa menaikkan satu alisnya.
Rahiel tentu saja menggeleng. "Cuma ucapan terimakasih aja." tanggap Rahiel santai. Padahal sebenarnya, ia cukup berdebar saat Aidan memintanya untuk pergi bersama.
Walau hanya sekedar, ucapan terimakasih.
"By the way, namanya Aidan. Bukan Adian." ucap Anya. "Salah di gaplok Rahiel lu."
"Waduh, sori-sori."
"Kita boleh buntutin lo kan, Ye--"
"Gaboleh," potong Rahiel. Ke lima temannya langsung cemberut.
"Ah Rahiel gitu."
"Jahat lo."
"Ga temen. Liat aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
[RGS 1] To, Aidan.
Teen Fiction[JUDUL SEBELUMNYA ; NERD] Ini kisah tentang Rahiel. Rahiel dilanda dilema. Antara menerima kenyataan, atau mempertahankan harapan? Belum sempat dia memilih, muncul Aidan. Rahiel makin bingung. Ini juga kisah tentang Aidan. Aidan menyimpan semua mem...