1

15.7K 800 48
                                    

Gerimis menyiram bumi di siang hari yang sebelumnya cerah ini. Suasana kelas XII IPS 1 ramai seperti biasa jika tidak ada guru seperti sekarang ini contohnya. Beberapa anak ada yang pergi ke luar kelas, merasakan angin sepoi-sepoi dan hawa dingin hujan yang melewati mereka. Pendingin ruangan di kelas XII IPS 1 mendadak mati, jadi suasana di dalam kelas sedikit panas walaupun di luar hujan sudah mulai deras.

"ARGH! PANAS BANGET, SIALAN," gerutu Vigo, salah satu penghuni kelas itu. Ia duduk bersender di bangkunya, dengan kedua kaki yang lurus-lurus dinaikkan ke atas meja. Ia melepas jasnya, menggulung lengan kemeja sampai siku, lantas melonggarkan dasi dan membuka dua buah kancing teratas kemejanya. Ia mengipas-ngipas dirinya dengan kipas seorang siswa—entah milik siapa.

Rome yang duduk di sebelahnya menahan tawa melihat tingkah laku sahabatnya yang satu itu. Walaupun benci dingin, ternyata Vigo juga benci panas. Pandangan Rome beralih ke arah Raka—salah satu teman dekatnya selain Vigo—yang duduk di depan mereka. Raka dengan nyamannya tertidur pulas di sana, dengan kepala ditelungkupkan di atas meja.

"Raka sinting emang. Panas-panas begini masih bisa tidur? Sinting," celetuk Vigo, iseng menendang mejanya sampai membentur bangku Raka, berharap anak itu terganggu.

Namun sayangnya, Raka tidak bergeming sama sekali.

"Dia kebo, Bego. Biarin aja," jawab Rome santai, kemudian melanjutkan kegiatannya mencoret-coret sesuatu di buku tulisnya. Jika sedang tidak ada kerjaan seperti ini, Rome memang selalu terlihat mencoret-coret sesuatu di buku tulisnya, entah itu menulis lirik lagu, menggambar, atau apa pun. Vigo dan Raka, dua sahabatnya yang kebetulan kelas 12 ini sekelas dengannya, tidak pernah memperhatikan apa saja yang Rome gambar maupun tulis. Sebagai informasi, tulisan Rome sangat buruk dalam artian benar-benar buruk dan sulit dibaca siapa pun, tetapi gambarnya sangat bagus.

"Astaga ... gua kira selama ini dia manusia," jawab Vigo asal. Rome terdiam, hanya memberikan seulas senyuman, tidak ingin menanggapi lawakan garingnya Vigo. Merasa terkacangi, akhirnya Vigo menatap sahabatnya yang satu itu, mengubah topik pembicaraan. "Ro, lo gak gerah? Pake jas mulu, sok-sokkan jadi murid teladan lo, Monkey."

"Yeh, malaikat mah nggak gerahlah, gak punya dosa soalnya. Emang lo, hantu," balas Rome, iseng meledek Vigo. Vigo melotot, memiting leher anak itu. "E-eeeh! Iya, iyaaa ... ampun! Buset, dah, maenan lo pitingan, anjir, gak asik." Rome melepas paksa tangan kanan Vigo yang sebelumnya melingkar di lehernya, memiting anak itu. "Lagian gua kan emang murid teladan, harus selalu rapih. Kalo gua berantakan, nanti ketuker sama lo."

"Tai," maki Vigo. Walaupun memang begitu kenyataannya, namun Vigo tidak mau serta-merta mengakuinya di depan Rome. Bisa besar kepala ia. Sementara itu, Rome hanya tertawa renyah seperti tidak punya dosa.

Rome memang hampir tidak pernah melepas jasnya. Menggulung lengannya pun tidak pernah. Bahkan jika sedang jam pelajaran olahraga, ia akan mengenakan baju tambahan berbahan dry-fit yang berlengan panjang untuk dalaman baju olahraga sekolah. Katanya, sih, sudah kebiasaan.

Rome senyum-senyum sendiri setelah Vigo sudah mulai tenang, tidak nyerocos seperti sebelumnya. Ia sedikit menarik lengan jasnya ke bawah hingga menutupi pergelangan tangan, kemudian kembali menggambar sesuatu di buku tulisnya.

***

Sorenya, Rome bersama keempat sahabatnya yaitu Vigo, Raka, Alvin, dan Dean langsung tancap gas menuju basecamp Zeus Colony alias ZC, "komunitas" motor mereka. Tidak banyak anggota ZC yang datang hari ini. Hanya beberapa teman seumuran mereka dari sekolah lain, juga beberapa mahasiswa yang nongkrong di basecamp sambil merampungkan skripsi dan tugas mereka yang entah kapan selesainya.

"Guys, liat post-an terbaru di IG-nya si Joanna, dah," ucap Dean begitu ia dan keempat sahabatnya menempatkan diri di salah satu sofa di basecamp mereka.

BreatheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang