09 a :: Arkanara Ramadhani

2.8K 221 6
                                    

Sudah satu jam lamanya Didit duduk terdiam di depan tv rumahnya Arkan. Laki- laki yang masih setia menggunakan jaket hoodi itu hanya diam membisu bingung harus berbuat apa dengan fakta yang tadi begitu mengejutkannya. Didit baru sadar kalau dirinya itu bloonnya setengah mampus. Kalau dipikir- pikir nih ya mungkin gak ada yang nandingin kebloonannya. Mengingat itu Didit jadi pengen gali kuburannya sendiri.

Ingin sekali Didit membelah kepalanya terus diganti dengan kepala biawak. Siapa tahu bloonnya langsung ilang gitu. Mana dari tadi Arkan cuma diem lagi. Kalau gini kan Didit jadi cangung abis. Gak tau apa ya si Arkan kalau dari tadi Didit sebenarnya pengen ngobrol mesra? Cailah ngobrol mesra pala lo peyang Dit- Dit. Nyapa aja gak berani mau ngajak ngobrol mesra.

Didit berdehem. Niatnya awalnya mau ngajak ngobrol Arkan. Dan berhasil, si Arkan meliriknya tapi Didit kembali kicep ditempatnya. Gak tau kenapa ngelihat mata Arkan itu bikin jantung Didit bergemuruh. Kayak mau ada badai gitu. Semoga aja kosannya si Arkan terhindar dari badainya Didit. Kasian  nanti kalau rumahnya runtuh gara- gara badai gak jelasnnya Didit.

Adoh mau ngajak ngobrol susah amat yak. Batin Didit misuh- misuh pada dirinya sendiri.

Didit kembali berdehem. Kali ini dia udah mantap untuk mengajak Arkan ngobrol. "Kan?"

Arkan menoleh. Pipinya merah. Gak tau kerena apa tapi itu sukses bikin Didit semakin adem panas dingin ditempatnya.

"Anterin ke toilet dong."

Kalau dari oroknya bloon mah tetep aja bloon ya guys? Zebel hayati zebel. Kayaknya si Arkan juga sebel sama Didit. Pasalnya perempuan itu langsung cemberut lalu berdiri dari sova. Arkan engak ngejawab atau protes tapi dia langsung nyelonong pergi ke toilet.

Didit menepuk jidatnya berkali- kali. Sepertinya dia harus banyak- banyak baca buku tips cara menghilangkan kebloonan yang sudah parah akut.

Dengan langkah lesu lemah gemulai Didit mengikuti Arkan yang sudah terlebih dahulu ke toilet.

Toiletnya Arkan dekat dengan dapur. Dari pintu masuk Didit bisa melihat kalau Arkan lagi duduk di salah satu meja makan sambil memainkan poselnya.

"Masuk aja. Gue tungguin disini." Seru Arkan tanpa melihat batang hidungnya Didit.

Didit mengangguk lalu masuk ke dalam toilet. Di dalam kamar mandi banyak banget botol- botol pembersih wajah juga shampoo berbau strowberry kesukaannya si Didit. Didit tau karena barusan dia ngebuka botol shampoo itu lalu mencium baunya. Didit kan hanya penasaran sama shampoonya si Arkan. Di kamar mandi itu juga terdapat roti isi alis softek persis dengan yang ia temukan di tasnya Arkan minggu lalu. 

Didit gak tau harus gimana menanggapi fakta yang mengejutkannya ini. Tiga tahun sudah si Arkan menutupi jati dirinya dan baru sekarang Didit mengetahuinya. Bukan kah itu hal yang luar biasa aneh? Ah sepertinya Didit harus tau alasan si Arkan berbuat seperti itu.

Untung saja dia belum cerita sama Arkan kalau dia naksir sama kerudung hitam yang ia temui waktu itu. Kalau iya bisa kelar deh hidupnya Didit. Malunya itu lho.

Setelah membasuh mukanya, Didit keluar dari toilet itu. Arkan tampak sedang membuat kopi saat Didit menghampirinya. Didit duduk di salah satu kursi. Mengamati Arkan yang sedang mengaduk kopi.

"Udah?" Tanya Arkan tanpa membalikkan tubuhnya.

"Udah." Jawab Didit seadanya.

"Lo pasti kaget lihat gue berubah kayak gini." Arkan membalikkan tubuhnya membawa dua cangkir kopi yang asapnya mengepul di udara.

Didit hanya diam.

"Bukannya gue mau nutupin dari lo atau sahabat kita yang lain Dit. Gue punya alasan kuat buat nutupin jati diri gue. Yang gue heran kenapa harus lo gitu yang dulun ngegepin gue."

"Mungkin karena kita jodoh." Celetuk Didit asal.

Arkan membelalak kaget, "maksut lo?"

Didit menggeleng lalu tersenyum cengengesan, "Gak kok Kan. Eh gue panggil lo apa nih. Nama lo mirip cowok sih gue jadi bingung mau manggil apa."

"Biasanya orang rumah manggil gue Ara. Tapi kalau lo mau manggil gue Kan juga gak papa kok." Jawabnya lalu tertawa kecil. Membuatnya terlihat berkali- kali lipat lebih manis. Aduh jadi pengen ngantongin senyumnya si Arkan eh salah Ara maksutnya.

"Waktu ke gep di rumah lo itu gue malu banget tau. Gue kira lo tahu kalau gue cewek. Eh gak taunya sama aja. Lo bloon banget sih jadi orang Dit."

Didit mencibir, "Sialan lo. Gue cuma gak mu berpikiran yang negatif sama lo. Ya walaupun gue penasaran setengah mati."

"Udah tiga kali kalau gak salah lo ngegepin gue dan lo masih aja bloon Dit."

Kini senyum Arkan mulai tercetak di bibir manisnya. Didit hanya cemberut namun dalam hati dia lagi berusaha setengah mati untuk tidak mengatakan kalau Ara cantik banget waktu senyum kayak gitu. Mana Ara cantik banget lagi kalau pakai kerudung pink, ah Didit jadi pengen cepet- cepet halalin si Ara.

Kayak perempuannya mau aja Dit- Dit. Kalau ngimpi emang suka ketinggian si Didit itu guys. Jadi kasian nanti kalau dia jatuh sampai berdarah- darah. Darahnya putih lagi. Darah air mata maksutnya.

"Ini rahasia kita ya Dit. Jangan ngomong ke Gara sama Peter dulu. Nanti kalau urusan gue selesai gue bakal jujur sama mereka."

Didit mengernyit bingung. "Lo lagi punya masalah?"

"Lo tenang aja. Cuma masalah antara gue sama bokap gue kok."

Ingatan Didit kembali pada penuturan Dhira beberapa minggu yang lalu. Ternyata benar. Perempuan yang kemarin membuatnya penasaran setengah mati itu memang sedang tidak akur dengan ayahnya. Tapi yang Didit bingungkan masalahnya apa kok sampai- sampai si Ara harus nyamar jadi laki- laki segala?

"Kalau lo butuh bantuan gue, gue siap ngebantuin lo kok Ra."

"Ra?" Ulang Arkan.

Didit mengangguk, wajahnya sudah seperti kepiting rebus. Merah- merah manja. "Iya nama lo kan Ara." Kilahnya lalu melemparkan pandangannya pada kulkas dengan berbagai gambar tempelan upin- ipin.

Ara kembali tertawa, "Lo lucu deh Dit."

Didit masih memandangi kulkas. Wajahnya memerah, "Jangan godain gue dong Ra, gue baper nih." Katanya masih engan menatap Ara.

"Masa sih? Gue aja yang tiga tahun nahan baper karna godaan absrud lo aja kuat kok Dit." Ucap Ara lalu meninggalkan Didit yang syok dengan apa yang barusan dia dengar.

Kok Didit jadi pengen teriak ya?

****

TBC


Masih kuat baca gak?

Masih 34 part lagi menuju end 😂

He Is Adipati [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang