Hari ini aku dibebas tugaskan Abah dari acara membersihkan rumah. Kata Abah sudah ada Kayana yang membantu Ummi dirumah, dan aku bersyukur untuk hal itu sembari melihat wajah Kay yang merengut kesal.
"Jangan marah dong Kay, Kakak bawa banyak persediaan buat movie marathon setelah bantu Ummi kita nonton ya?" Sepertinya acara suap-menyuapku tepat sasaran.
Kami sarapan dengan khidmat. Ada Abah, Ummi, aku dan Kayana. Abang Fadil mendadak harus ke Riau kemarin maka dari itu dia tak bisa menjemputku lagipula ia memang sudah tidak tinggal disini lagi, ia tinggal di kota untuk memudahkan perjalanannya menuju kantor.
Abang ku yang satu itu rela sekali sendiri sampai sekarang, dan akhirnya malah dibalap Abang Zul yang menikah tak lama setelah Najam dan Luna menikah. Aduh aku jadi ingat Najam lagi kan.
Kata Kayana, Najam dan Luna tinggal di kota Padang setelah menikah. Keduanya sama-sama masuk di UNP, hebat kan? Serasi sekali. Kayana disini merangkap jadi mata-mataku meski sesekali ia penasaran kenapa aku terlalu ingin tahu apa yang terjadi pada pernikahan mereka. Hingga beberapa bulan lalu akhirnya aku memberitahu Kay soal perasaanku terhadap Najam.
Respon Kay? sangat menakjubkan, dia bilang "wah kak, kebalap ya? Kan udah Kay bilang kalau cinta jangan ditahan. Kentut aja sakit kalau ditahan apalagi cinta." Nah sudah ku bilang otak Kay itu menakjubkan sebelas duabelas dengan otak Abang Nur.
Aku menunggu Kay dikamar yang sudah tak ku masuki cukup lama. Seingatku, aku pulang beberapa bulan lalu saat liburan semester dan tak ada yang berubah dari kamar ini. Suara berdebum langkah Kay sangat kentara, membuatku bertanya kemana perginya sikap feminim adikku yang dulu.
"Kakak mau nonton film atau curhat?" Tawaran macam apa itu? Seakan-akan aku mendekatinya hanya untuk mencari tempat sampah semata. Ku pukul kepalanya dan dia hanya terkekeh menyiapkan teh hangat dan camilan untuk kami.
"Abah sama Ummi kemana?"
"Abah sama Ummi ke ladang kak. Jadi curhat aja nih?"
Aku dan Kay sama-sama tertawa kali ini. Ku akui Kay lebih dewasa tentang hal percintaan dibanding diriku yang hanya paham tentang pengetahuan akademik, dan permasalahannya tak ada materi khusus yang mengajarkan itu membuatku harus berguru pada Kay yang cerewet.
"Abang Nur mau menjodohkan kakak sama temannya."
"Baguslah itu, jadi biar Abang Najam segera menyingkir dari hati dan pikiran kakak."
Aku merengut. Dipersunting Mas Dinari tidak masuk dalam rencana masa depanku, rasanya masih saja ada yang mengganjal bila aku menerima pinangannya. Kami terus mengoceh sampai siang hari tiba, menghabiskan semua camilan yang dibawa oleh Kay.
"Pokoknya, kakak tanya dulu sama Abah dan Ummi. Minta pendapat mereka, kalau Kay sih setuju saja sama Mas Dinari. Apalagi sampai Abang Nur maksa kak Salu, berarti Mas Dinari memang qualified jadi suami kakak."
Aku melempar apa saja yang ada didekatku, Kay yang sadar memilih berlari keluar kamar menyisakan diriku yang masih diam terpaku menyerap semua pembicaraan kami.
Tas ku masih utuh, belum sempat ku bongkar kemarin meski isinya pun tak seberapa hanya saja aku butuh buku-buku ku untuk menyiapkan langkah penelitian ku disini. Aku juga belum bilang pada Abah dan Ummi perihal kedatanganku hari ini.
Suara Kay memanggil-manggilku untuk makan siang. Abah dan Ummi makan dirumah yang ada ditengah ladang jadi aku dan Kay harus makan siang dirumah berdua saja.
"Dirumah sampai kapan Kak?"
"Dua bulan. Kau?"
"Seminggu."
KAMU SEDANG MEMBACA
[AS1] Mentari Di antara Bulan dan Bintang - END
General FictionAda Satu Ku genggam erat tangan Bulan, menggenggamnya dengan saling menguatkan satu sama lain. Ku dengar sayup-sayup langkah Bintang mendekati kami, muncul dan menerbarkan kembali senyuman hangat untuk jiwa jiwa kami yang selalu merindunya. Aku dan...