Nao's POVSialan, telat lagi!
Gue lari dengan nafas terengah-engah menyusuri koridor sambil terus memperhatikan jarum jam di tangan gue. Payah ah, kok gue biarpun udah bangun pagi dan berangkat pagi, tetep aja nyampenya jam segini-segini juga? Kayaknya gue emang terkutuk atau gimana, deh. Udah lah, yangpenting lari dulu!
Hanjir, mana pintu kelas udah ditutup lagi. Mampus. Mana pelajarannya Pak Andi, lagi. Gilak. Dongo sih lu, argh! Sial melulu. Apa juga ada aja perkaranya.
Begitu sampai di depan pintu kelas, gue langsung membuka pintu dengan sisa tenaga yang gue punya kemudian dengan nggak sengaja teriak karena nafas gue yang sama sekali nggak teratur. "M-Mmmaaf saya terlambatttttt!!!!!!!" Seru gue tanpa mikir apakah si Pak Andi akan menjewer gue kali ini atau tidak.
Hening.
"NNNAAOOO!!!" Tiba-tiba setelah keheningan beberapa sekon tersebut, satu kelas langsung dipenuhi dengan teriakan cempreng cewek-cewek dan tawa cowok-cowok yang mirip suara kambing. Udah telat, tambah diketawain lagi. Apes, emang. "Lu ngapain, sih!?"
"Lah, kan saya telat, jadi saya minta ij—loh, Pak Andinya mana?" Guepun menyapu pandangan ke seluruh penjuru kelas, mencari-cari itu si guru biologi tergalak yang pernah ada sepanjang masa. Tapi yang ada gue malah melihat anak-anak pada berdiri melingkari gue sambil ketawa-ketawa seakan gue tontonan yang sangat menarik--hah?
"Lu coba liat jam, deh." Tiba-tiba Ayu yang udah selesai ketawa duluan karena kasihan melihat gue langsung menunjuk ke arah belakang kelas, mata gue secara relfeks mau nggak mau mengikuti jarinya itu. "Jam kelas, tapi."
Dongo, ternyata jam gue kecepetan lima belas menit! Muka gue langsung memerah tersipu malu—iyalah, gue udah teriak dan ngos-ngosan kayak gitu dan tau-tau ini gara-gara jam gue kecepetan, siapa sih yang nggak malu?—dan nggak ada pilihan lain selain memamerkan gigi-gigi gue ke mereka, kemudian ikut menertawai nasib apes gue sendiri. "Naomi banget emang, ini!" Canda Mia.
"Yo—" Tiba-tiba ada suara cowok yang udah nggak asing lagi di telinga gue dan dengan tidak berdosanya menyelimuti wajah gue dengan jaketnya, membuat muka gue tertutup total yang pada akhirnya membuat tawa anak-anak semakin menjadi-jadi. Gue mengangkat jaket itu supaya nggak menghalangi muka gue, kemudian menghadapkan kepala gue ke arah cowok tukan cari gara-gara satu itu yang sekarang lagi nyengir-nyengir meledek. "Pagi, Nao. Dari mana aja lu? Sekolah dimana lu sekarang?"
"Eh, Rei! Gila, udah lama banget kita nggak ketemu! Gue sekarang sekolah di Australi nih, ini lagi liburan. Lu gimana? Serius gue kangen banget sama luuu!" Bukannya berlaku normal, gue malah ngejayus, membalas kegilaan si Rei itu sambil sok-sok memegangi kedua pundaknya dengan jaketnya masih nempel di kepala gue, yang membuat anak-anak sekarat ketawa. Sumpah jayus banget padahal lawakan gue barusan. Apabanget dah. "Eh bego lah, pagi-pagi udah ngejayus aja."
"Lu kali yang sarap, pake teriak-teriak sampe ngos-ngosan segala, udah gitu lari-lari di koridor lagi...." Ledeknya sambil ngambil jaket dari kepala gue, kemudian mengacak-acak rambut gue, yang disambut dengan tawa yang lebih heboh oleh anak-anak. Gila kali ini kelas ya, ketawa meluluk. "Udah ya, gue mau ke kantin dulu" Lanjutnya sambil berjalan keluar kelas.
"Rei!!" Seru gue meski dia udah keluar, jadi gue sama aja kayak lagi teriak sama tembok. "Lu gak boleh gitu sama pacar lu!"
Hening—-Untuk yang kedua kalinya.
"Eh, pacar?" Mia yang tadinya pengen ketawa jadi enggak jadi karena atmosfernya yang tiba-tiba jadi serius. "Maksud lu, pppa-papacar?"
"Iya, pacar. Pacar cina." Gue malah sempet-sempetnya ngelucu yang kemudiaan dibales dengan tawa kecil anak cewekcewek untuk yang kesekiaan kalinya (mungkin gue sama Rei jadi gila gara-gara kelas ini kali ya). "Gue sama Rei jadian kemaren."
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby in Love
Teen FictionDimana ada Abigail Naomi, pasti disana juga ada Alexander Reinhard. Pokoknya, mereka duo gila yang tak pernah terpisahkan, karena dalam setiap hal pasti ada aja kelakuan mereka yang selalu menimbulkan gelak tawa. Gak heran sih, karena kabarnya merek...