Sesungguhnya lukisan adalah seni yang mengagumkan...
Lukisan wujud dari perasaan, sisi, bentuk, dan sifat yang diungkapkan dengan bidang gambar yang beraneka ragam melalui kanvas dan pewarna diatas kertas putih.
Sebelum membaca, hargai dengan membaca tulisan bercetak miring. Bagaimana voments sampai chapter 31?
*Lapaz, Mexico.
Seorang pria dengan perawakan janggut tipis disekitar dagu menambah kesan anggun, tampan, dan...
Seksi?.
Itu berdasarkan penilaian Anne Thenfurd.
Pria tersebut tampak tinggi sekiranya melebihi Anne, rahang kokoh dan rambutnya yang lebat, subur dan hitam lebat. Wajahnya seperti American-England.
"Sorry I disturbing your calmed, miss." Ucap pria tersebut mengambil salah satu tangan Anne dan mencium punggung tangannya.
Anne merona diperlakukan romantis oleh pria tersebut, sedangkan Bob saja jarang memperlakukannya romantis.
"Oh, O-okay. Tidak masalah." Jawab Anne terbata. Tapi, dia segera memasang mimik curiga, "Maaf sebenarnya siapa kamu dan apa tujuanmu datang kemari?" Tanya Anne.
Anne berdehem dan menarik tangannya dari pria tersebut.
Pria tersebut tersenyum pelan, "Kau tidak mempersilahkan diriku masuk? Aku jelaskan didalam." Ucapnya dengan angkuh.
Anne memutar bola mata menatapnya yang terkesan sok tampan.
"Maaf, silahkan masuk." Ucap Anne memasuki rumahnya duluan diikuti pria tersebut. Setelah pria tersebut telah duduk dengan gaya sopan, Anne menawari, "Anda ingin minum apa?"
"A glass of coffee." Singkat pria tersebut dengan tersenyum pelan. Setelah Anne kembali dengan segelas kopi, sesuai permintaan dan diletakkan dimeja, dihadapannya. Dia bertanya, "Sebelumnya boleh diriku mengenalmu, miss?"
Anne mengangguk, "Saya Anne Thenfurd, putri ketiga keluarga Thenfurd."
Pria tersebut tertawa pelan dengan jawaban wanita dihadapannya yang lengkap, "Aku sudah tahu kau putri dari keluarga Thenfurd." Lalu dia berdehem sebentar, "Aku Dionnel Humington. Saya kemari hendak bertemu kakakmu, Julian."
"Sayang sekali. tapi, dia tinggal di Paris sekarang. Mungkin anda bisa menceritakan kepada saya, tuan."
Dionnel mengangkat alis, "Yakin kau dapat menyimak dengan baik apa yang saya bicarakan nanti?" tanya dia.
Mendengar nada ragu dari sang pria dihadapannya membuat dia tersenyum pasti, "Tentu saja. saya salah satu dari tiga anggota wanita yang dapat mengingat pembicaraan seseorang." Jawabnya dengan yakin.
Pria itu tampak meneliti keseriusan dan menjawab Anne, "Hebat sekali anda." Ujarnya bertepuk tangan. Dia memasang raut serius untuk sekarang, "Baiklah, dikediaman saya memiliki banyak lukisan, ahh.. keluarga kami memiliki gedung pameran tepat disebelah kediaman."
Anne mengubah gaya duduknya dari tangan menopang dagu menjadi duduk tegak dan kedua tangannya ditekuk sekitar 90 derajat.
Menatap wanita yang didepannya yang terlihat berminat dengan pembicaraan membuat dia melanjutkan.
"Semua keluarga kami sangat menyukai lukisan. Jadi, lukisan terseram pun akan kami beli. Meskipun, harganya terlampau tinggi." Lanjut Dionnel dengan menggerakkan tangannya.
Anne memandangnya agak terpana, "Astaga, keluargamu terlalu berlebihan. katamu tadi lukisan terseram pun kami beli. Contoh lukisan terseram dikediamanmu apa saja?"
"AdaThe Death Of Marat, The Scream, The Nightmare, The Hands Resist, dan The Crying Boy. Itulah lukisan terseram digedung kami." Sebut Dionnel satu per satu nama lukisan milik keluarganya.
Anne mengangguk mendengarnya, "Pasti lukisan-lukisan tersebut memiliki sejarahnya masing-masing."
"Tentu saja, akulah yang memilih lukisan-lukisan tersebut untuk dipajang." Sahut Dionnel dengan nada spirit.
Dia yang menatap Dionnel tampak semangat membuatnya ingin lebih mengetahui lebih dalam lukisan-lukisan, "Wah, bolehkah aku berkunjung ke gedung pameranmu? Sekalian kau bisa menceritakan apa masalahmu sehingga jauh-jauh datang kemari."
Dionnel mengangguk membenarkan perkataan Anne, "Tentu saja, nona. Tapi, tidak apa jika kamu mengajak para detektif ke sana."
Raut cerah Dionnel tergantikan raut cemas, membuat Anne mengangkat alisnya.
"Ada apa, Tuan Dion?" Tanya Anne bingung, "Apakah ada yang mengganggu dirumah orang tuaku?"
Dionnel menggeleng pelan, "Tidak. tidak ada, nona." Lalu dia bertanya lain, "Anne, kau sudah menikah, bukan?" karena merasa tidak enak pun membuat dia dengan cepat menambahkan, "Bukan maksudku mencampuri urusanmu, Miss. Tidak dijawab juga tidak apa."
Anne mengangguk, "Kau benar, kami menikah tujuh bulan lalu." Jawabnya pelan dan memandang lantai.
"Benarkah?" Tanya Dionnel pelan, dia merasa lehernya tercekik.
"Ya." Jawab Anne langsung dan tersenyum kecil. "Oh, aku akan menelepon kakak untuk ke gedung pameranmu. kapan kita berangkat?" Tanya Anne mengalihkan pembicaraan.
Dia tahu pria didepannya seperti bertanya dengan nada tidak terima.
"Dua hari lagi." Jawab Dionnel menatapnya.
Anne tersenyum kecil, "Baiklah. kau menginap saja disini, dari pada susah memesan hotel untuk jam segini." Tawar Anne.
Dionnel menggeleng, "Tidak, tidak perlu repot Aku sudah memesan hotel sebelum kemari, Anne." Jawabnya lalu berdiri dan berencana ke hotel.
"Oke, Tuan Dion." Kata Anne.
"Panggil saja saya Dion." Ucap Dionnel dengan menatapnya tersenyum kecil, lalu melangkah menuju mobil.
Setelah mobil tersebut pergi Anne menggelengkan kepala mengingat hal yang sebelumnya dilakukan Dion, tepat dimana dia berdiri. Anne lalu melangkah memasuki kediamannya.
**
Numpang lewat...
Numpang lewat...Author hanya ingin berkata dikit aja sih, sampai jumpa dichapter berikutnya. Cuma itu ajja, sih. LOL.
19/05/2017
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eight Detectives | Revisi ✅
Mystère / Thriller1⃣ ⚫The First Stories, have done to reviewed. The Eight Detectives adalah perkumpulan dari kasus-kasus yang dipecahkan oleh delapan detektif itu sendiri. Di dalamnya, juga terdapat cerita kehidupan dari mereka. Apa saja kasus yang ada dalam kehidupa...