Part 51 - Prahara

7.7K 1.3K 211
                                    

Vania baru saja tiba di halaman dan memarkir mobil kala terdengar suara teriakan dan isak tangis dari dalam rumah. Suara yang pertama kali ia dengar adalah suara menggelegar Eky, kakak laki-lakinya yang ia panggil dengan sebutan abang. Dari suaranya, abang satu-satunya itu tampak sangat marah, entah kepada siapa. Vania bergegas turun dan menghambur ke dalam rumah.

Sesampainya di ruang tamu, Vania terperangah. Ia melihat mamanya bersimbah air mata sambil terduduk di sofa, sementara abangnya tampak berdiri dengan wajah memerah menahan amarah menantang sang papa. Vania segera menghampiri dan memeluk mamanya.

"Mama, ada apa? Abang, ada apa?"

Melihat tangisan mamanya yang tampak sangat berduka, Vania menduga ada berita duka di keluarga mereka.

"Apa ada yang meninggal?" kembali Vania bertanya.

"Ada," sahut Eky dengan suara tinggi. "Papa kamu ini yang pantas mati!"

"Eky!" sergah Bu Faisal. "Itu tetap papa kamu!" ujar Bu Faisal sambil tersedu.

"Aku nggak sudi punya papa kayak dia!"

"Eky!" sergah Bu Faisal lagi.

"Abang, ini sebenarnya ada apa?" tanya Vania.

Eky mengalihkan pandangan ke arah adik perempuannya dengan mata memerah. Lalu dengan suara bergetar, Eky berkata, "Papa udah bohongin kita. Papa ternyata udah lama punya istri muda dan anak. Jadi kamu bukan anak bungsu. Selamat, Van. Keinginan kamu punya adik akhirnya kesampaian," Eky berkata perlahan dengan suara bergetar.

Bagai disambar halilintar, Vania nyaris terjatuh andai saja ia tidak ditahan oleh Bu Faisal.

Apa?! Papa punya istri muda?! Ini benar atau bercanda?!

"Papa! Ini maksudnya apa?!" Vania melangkah dan mendekati papanya.

Pak Faisal hanya bisa menundukkan wajah. Bu Faisal semakin berurai air mata.

"Papa!"

"Nggak bakalan dia berani jawab. Lelaki pengecut kayak dia nggak bakal berani ngaku kalau nggak ketahuan!" Eky berkata.

Lalu dengan suara bergetar dan wajah memerah menahan amarah, Eky menjelaskan semuanya yang semakin membuat Vania merasa perahu kecilnya karam diterjang ombak di lautan.

"Jadi ini semua benar? Papa udah lama nikah lagi? Kok bisa sih, Pa? Kok bisa?!"

Vania memukuli dada ayahnya seolah ia ingin melampiaskan semua amarah. Rasa hormatnya kepada laki-laki yang ia sebut sebagai cinta pertama dalam hidupnya, sirna sudah.

Di antara semua lelaki di dunia yang ia anggap hanya bisa mempermainkan wanita, hanya papanya dan Eky yang ia percaya. Namun kini harapannya musnah. Rasa cinta untuk sang papa seolah rata dengan tanah, habis tak bersisa.

"Laki-laki seperti Anda tidak pantas untuk mendampingi ibu saya!" hardik Vania sembari menyusut air mata.

"Van! Orang yang kamu bentak itu papa kamu!" sergah Bu Faisal dengan suara dan sorot mata sedih.

"Justru karena dia papa Vania, maka Vania nggak ngelakuin apa yang dulu Vania lakuin ke suami mbak Tari!" Vania berkata dengan suara meninggi.

Bu Faisal terdiam, begitu juga Eky dan Pak Faisal.

Masih lekat dalam ingatan mereka kala itu dengan gagahnya Vania melangkah mendekati suami mbak Tari di rumah duka. Kala semua anggota keluarga bersimbah air mata, Vania dengan berani menampar pipi suami mbak Tari berulang kali. Tidak hanya menampar, seperti orang yang kesetanan, Vania mendorong tubuh suami mbak Tari keluar rumah, mengabaikan Ayu yang sedang meronta karena terpisah dari ayahnya.

Senandung Cinta VaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang