Satu

8 0 0
                                    


[Winy POV]

Aku membuka kotak pensilku. Aku mencari pensil mekanik berwarna biru. Dimana pensil itu ya?

Aku mengeluarkan semua isi kotak pensilku. Semua peralatan tulisku yang lain ada, tapi kenapa pensil itu tidak ada? Itu pensil favoritku. Pensil yang paling cocok untuk kugunakan menggambar.

Aku menunduk, mencoba melihat ke kolong meja. Kolong mejaku kosong. Tak ada apapun di sana.

Lalu dimana pensil itu? Aku sangat ingin menggambar sekarang. Guru sedang tidak ada dan aku sudah menyelesaikan tugasku. Aku ingin menggambar. Dimana pensil itu?

Aku terus mencari-cari pensil mekanikku itu.

"Kau mencari ini?" ada suara di belakangku.

Aku membalikkan badanku dan melihat pensil itu di depan mataku. Aku berkedip dan memperhatikan pensil itu.

"Ahh iyaaaa" ah, ternyata ada padanya. Aku sangat senang dia yang menemukan pensilku. Bukan, aku sangat senang pensilku ada padanya. Mengapa? Karena aku diam-diam menyukainya.

Aku menggerakkan tanganku untuk mengambil pensil itu.

"Eits, tunggu dulu." pria itu segera menarik pensil itu dari hadapanku dan menyembunyikannya di balik punggungnya. Ia tersenyum kecil. Seperti sedang merencanakan sesuatu.

Aku mengerutkan keningku. Apa ini? Kenapa dia melakukan itu? Tidak seperti biasanya. Aneh.

"Apa sih?! sini berikan padaku!" aku menengadahkan tanganku, meminta pensil favoritku untuk dikembalikan.

"Tidak akan, kecuali satu hal."

"Apa?"

"Besok temani aku nonton."

"Ha?" apa aku tidak salah dengar? Nonton? Ini pertama kalinya ia mengajakku menonton. Apa aku tidak salah dengar? Apa ini sungguhan? Aku merasakan pipiku memerah.

"Bagaimana? Akan kukembalikan pensil ini kalau kau mau." Pria itu kambali menunjukkan pensil itu di depan mataku.

Bagamana ini? Aku gugup. Aku harus bilang apa? Aku mau, tapi aku merasa ada yang aneh.

"Tadi kau mengambil pensilku, sekarang saat ku minta kau malah memberiku syarat? Tch! Menyebalkan." aku merasa sedikit kesal.

"Ayolah... Sebenarnya, aku diajak seorang gadis untuk nonton, tapi aku tidak suka dengannya. Aku sudah nenolak tawarannya, tapi dia tetap tak mau tahu. Kalau dia melihat aku menonton denganmu, maka dia pasti akan mengira kau pacarku dan dia tak akan terus memaksaku menonton dengannya."

Deg!

Entah kenapa aku malah merasa nyeri di dadaku. Jadi ini alasannya? Kukira ia akan benar-benar mengajakku nonton. Menyebalkan.

"Tak mau!" aku kembali membalikkan badanku.

Pria itu keluar dari bangkunya dan berlutut di depan mejaku. Matanya berbinar-binar. Ya Tuhan, dia tampak manis. "Ayolah."

"Aku tak mau Vino." aku menyebut nama pria itu dengan menutup mataku. Aku tak mau termakan bujukannya. Apalagi matanya itu. Terlalu sulit untuk menolak permintaannya ketika ia mulai menggunakan matanya untuk meminta sesuatu. Mata yang akan membuat orang yang ditatap akan mengatakan iya.

"Winy, apakah kau tega melihatku dikejar-kejar gadis tak jelas itu? Winy... Wiiinnnyyy..." Vino mencubit kedua pipiku dengan terus menyebut namaku.

Tch!

Pipiku terasa ditarik hingga batas kelenturannya. Wajahku pasti nampak aneh. Arh!

Aku membuka mataku untuk menegaskan aku menolaknya. Ya, aku harus menolaknya. Tetapi saat aku membuka mata, aku melihat wajahnya sangat dekat denganku.

Astaga, ini terlalu dekat!

Deg! Deg! Deg!

Astaga jantungku.

"Iya, baiklah, sana menjauh!" aku mendorong bahunya menjauh. Sungguh, terlalu dekat dengannya tak akan baik untuk jantungku!

"Yes!" Vino langsung berdiri tegap.

Aku melihatnya tersenyum. Nampaknya ia sangat puas.

"Kau memang teman terbaik ku. Ini pensilmu." Vino meletakkan pensil milikku di mejaku dan kembali ke tempat duduknya dengan bersenandung gembira.

Aku hanya memperhatikannya.

Saat aku kembali melihat pensilku, aku jadi memikirkan keputusanku untuk menonton bersamanya.

Apakah tidak apa-apa?

Disatu sisi aku merasa senang akan menonton film di bioskop dengannya, disisi lain aku merasa bodoh.

Dasar bodoh! Aku mau saja dimanfaatkannya.

Selamat miss Winy, anda telah menjadi salah satu korban pemanfaatan mr. Vino.

Aku menjitak kepalaku sendiri "Aw!" ternyata cukup sakit.

"Bodoh! Bodoh! Bodoh!" aku terus merutuki keputusanku tadi.

Ah, sudahlah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 03, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bitter and SweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang