Ch 7: Informasi

1K 149 20
                                    

Kuat dugaan, korban tewas di tangan kekasihnya. Salah satu saksi yang merupakan tetangga korban sempat melihat korban bertengkar dengan kekasihnya di depan kos-kosan. Namun, dugaan tersebut dibantah oleh Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Kamal Mulam.

"Kita akan terus mencari jejak kekasih korban, dari situ mungkin akan mengarah ke sana (pelaku)," ujar Kamal saat ditemui Kamis pagi (8/1).

_______________


Kendra buru-buru menutup laptop begitu melihat Irina tersentak dari tempat tidur. Gadis itu tampak linglung. Matanya menelisik seluruh penjuru ruangan. Dengan sigap Kendra membantu Irina bangkit, kemudian mendudukkan tubuhnya di atas ranjang.

"Di mana ini?" tanya gadis itu sembari memegangi kepala.

Wajah Irina tampak sangat kacau jika dilihat dari dekat rupanya. Luka lebam di bagian pipi dan bibirnya sangat kentara. Di dekat leher gadis itu, Kendra seperti melihat bekas luka parut yang mirip dengan bekas luka bakar.

"Di mana lagi? Tentu saja, di rumah sakit."

Irina mendesah. Perlahan ingatannya pun kembali menyatu. Setelah melewati aksi kejar-kejaran yang cukup melelahkan, dia pingsan tadi. Irina sudah tidak perlu terkejut lagi dengan kehadiran Kendra di sekitarnya. Entah mengapa, dia justru merasa aman.

"Penyelidikan mungkin akan segera dihentikan," beri tahu Kendra kemudian. "Otopsi tidak akan dilakukan. Keluarga korban menolak mentah-mentah."

Irina terkesiap mendengarnya. "Apa? Tapi kenapa?" dipandanginya Kendra lamat-lamat. Matanya bergerak gelisah mencari-cari jawaban.

"Mereka malu." Kendra mendesah panjang. Dia menyodorkan selembar kertas pada Irina, yang lantas diterima oleh gadis itu dengan kedua tangan gemetar.

"Apa ini ...?" Irina terlihat tak percaya.

Kendra merasa tak perlu menjawab pertanyaannya. Dia yakin sekali Irina tak sebodoh itu. Catatan medis milik Meli tertulis dengan jelas di atas kertas tersebut. irina pasti bisa membacanya.

... bahwa saudari Melia Ivanka positif menderita HIV ...

Irina membaca bagian kalimat tersebut berulang kali sembari menutup mulutnya erat-erat. Dia tidak tahu ternyata Meli menderita selama ini. Irina merasa dirinya benar-benar kejam. Air matanya keluar tak tertahankan. Namun, sebanyak apapun air mata yang jatuh di atas kertas itu, tidak akan mungkin mengubah isi di dalamnya.

"Jasadnya akan dikremasi besok," kata Kendra lagi. Dia membuka notes-nya. Berusaha menyibukkan diri sampai Irina berhenti menangis. Gadis itu tampak sangat terpukul. Kendra tidak tahu harus bagaimana. Dia tidak pandai menghibur seseorang.

"Kalau kau menceritakan semuanya sejak awal, mungkin pelakunya saat ini sudah tertangkap."

Irina yang sejak tadi berusaha tegar akhirnya runtuh juga. Isakannya melesak keluar akibat ucapan Kendra.

"Saat diinterogasi kau berbohong pada kami. Meli adalah teman dekatmu, kan?" Kendra terus berbicara tanpa memedulikan Irina. Dia bahkan tidak menunggu gadis itu mengiyakan. "Apa yang akan kau lakukan sekarang? Membiarkan kebenaran terbakar bersama jasadnya besok?"

Kendra berdecak keras, merasa jengah dengan kata-katanya sendiri. Untuk apa dia peduli? Ucapannya barusan hanya akan membuat Irina semakin menjadi-jadi. Sesegera mungkin Kendra membereskan barang-barangnya ke dalam ransel, lalu bangkit berdiri. "Aku harus kembali ke kantor sekarang juga." Dia menatap Irina untuk terakhir kali. Gadis itu tertunduk lesu, masih sambil memandangi kertas berisi catatan medis milik Meli. "Aku harap kau tidak akan pernah menyesali keputusanmu."

OUR STORY [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang