Kerlap-kerlip lampu Jogja menambah kesan menyenangkan untuk di pandang. Dia berjalan menyusuri Malioboro yang tetap ramai walaupun jam menunjukan pukul 9 malam. Matanya menyapu ke segala arah memperhatikan gerak-gerik orang sekitar. Akhirnya, pandangannya jatuh ke arahku. Dia tersenyum penuh arti.
Aku berusaha mengabaikannya. Dan mulai berjalan dengan cepat sejauh mungkin darinya. Ku kira dia akan berhenti. Namun ternyata ia mengikutiku. Aku terus berjalan kemana pun tanpa berhenti sambil sesekali meliriknya. Aku bukanlah warga asli Jogja, jadi aku tidak terbiasa dengan ini.
Dia biasanya hanya diam di tempatnya. Berkumpul bersama kawanannya. Namun mengapa malam ini ia harus berkeliaran di sekitar sini? Aku tahu, aku adalah laki-laki. Namun karena itulah, aku merasakan ketegangan yang luar biasa saat bertemu dengannya.
Jalan yang ku lalui semakin sepi saja. Namun dia tetap mengikutiku. Akhirnya aku mempercepat laju langkahku hingga temponya sama dengan berlari.
Berlari dan terus berlari.
Dia ternyata tetap mengikutiku. Aku dapat mendengar dengan jelas suara ketukan sepatunya sambil memanggilku.
Aku tidak akan menyerah. Aku tidak akan pernah berhenti berlari. Aku tidak akan membiarkan diriku tertangkap olehnya.
Aku merasakan lututku sudah mulai lemah. Namun aku tidak akan menyerah. Aku tidak bisa berhenti.
Aku tidak boleh berhenti.
Jangankan untuk bertemu dengannya. Aku bahkan tidak sanggup untuk melihat wajahnya lagi.
Tiba-tiba muncul secercah harapan.
Aku melihat dua orang yang ku kenal berada tidak terlalu jauh dari hadapanku. Aku bersyukur lari dirinya tidak secepat diriku. Aku segera memanggil mereka. Aku sebenarnya tidak suka meminta bantuan kepada anak perempuan. Namun aku sudah bingung harus berbuat apa. Mereka akhirnya melihat ke arahku dengan kening berkerut heran. Aku berhenti dengan nafas tidak teratur.
"Tolong, Rin, Bi, tolong..." pintaku dengan penuh harap sambil mengatur nafas.
Melihat wajahku yang mungkin sudah sangat pucat, wajah mereka ikut menegang menunggu lanjutan dari kalimatku sebelumnya. Peluh ikut bercucuran di dahi mereka. Merasa was-was.
"Kenapa? Jangan bikin takut!"
"Ada... ada..."
Wajah mereka mulai serius.
"ADA BANCI !! TOLONGIN GUE DI KEJAR BANCI !!"
.
.
.
.
-END
Bagaimana reaksi kalian saat membaca ini? :v adakah yang tertipu? Ada yg ngira ini horor? Zombie? Mantan? Bhaks kalau benar begitu berarti saya berhasil, muehehehe
Salam, banci yang tercyduck :v
(Ikut kampanye Short Story nya, ya kak Asyifashi :D semoga sukaa dan gak salah genre)
KAMU SEDANG MEMBACA
Run Away
Short StoryIni sebuah cerita mengerikan saat malam aku berjalan-jalan di Jogja. Aku harap kalian tidak terkejut mengetahui siapa yang mengejarku. Karena bagiku, ini benar-benar mengerikan.