-Mikasa POV-
Aku mendengar suara alarm ponselku yang menyala keras.
Ku usap sedikit mataku untuk memastikan kesadaranku, dan melihat jam yang menunjukkan pukul 8 pagi, tetap saja alarmku kesiangan.
Aku menoleh ke arah kasur Eren dan Armin, tapi mereka tidak ada. Mereka benar-benar meninggalkanku dan berjalan bersama Hanji.
Kalau begini, aku pasti yang semakin risih, sedangkan hari ini kami harus sudah siap-siap karena besok kami akan pulang ke Jepang.
Seenaknya Eren dan Armin pergi travel tanpa mengajakku, dengan alasan bodoh dan tidak jelas itu, karena aku kasar? ayolah! aku memang suka bersikap dingin tapi tidak kasar seperti yang mereka maksud. Itu berlebihan!
Setelah aku membersihkan diriku dan kamarku. Aku segera pergi ke lantai 1, tempat biasa kami sarapan di hotel ini.
Aku tidak melihat ada tanda-tanda Eren dan Armin, sudah jelas kalau mereka tidak sarapan dan langsung begitu saja pergi. Oke, ini kali pertamaku makan sendirian di tempat yang tidak banyak ku tau ini, aku lebih sering menghabiskan makananku sambil mendengar candaan aneh dari Eren dan Armin, tapi kali ini semuanya berbeda.
"Mikasa.." saat sadar ada yang memanggilku, aku menolehkan tubuhku.
"Erwin-san?" ah..itu hanya teman Levi.
"Bisa ikut aku sebentar?" ajaknya tiba-tiba.
"Kalau itu untuk bertemu teman sampahmu itu, aku punya hak menolak." jawabku kasar.
"Tidak..kau hanya perlu ikut aku. Dan tolong berhenti berkata kotor seperti itu." cetusnya.
Hmm..sebaiknya aku mempercayainya saja, menurutku teman Levi yang satu ini terlihat lebih berwibawa dan bijak, tidak seperti dirinya yang sudah tidak bisa dinilai positif lagi.
"Belum makan kan? bagaimana kalau ku traktir makan?" tawarnya tiba-tiba.
"Hey alis tebal! kau tidak berusaha menggodaku kan?" bentakku kecil.
"Kau ini cinta otak negatif ya? padahal niatku baik." balasnya ketus.
"Ya..ya.. cepatlah."
Jujur, perutku lapar juga, daripada aku makan makanan di hotel yang semuanya khas Swiss, sebaiknya aku mengikuti tuan alis tebal ini saja. Tapi aku bukan perempuan matre yang suka membandar orang lain, aku masih punya harga diri, jadi aku tetap harus menghormati kebaikannya itu.
Aku diajak masuk ke mobil BMW hitam dan duduk dibelakang sendirian. Ya, walau kurang lebih yang terjadi saat ini ada 2 kemungkinan bagi orang-orang diluar sana, antara Erwin-san adalah supir dan aku ratu, atau aku baru saja diculik si alis tebal ini.
"Makan dimana?" tanyanya sambil mengendarai mobil.
"Entahlah.." jawabku jutek.
"Bagaimana kalau restoran disana?" tunjuknya ke arah restoran berbasis bintang 5 di depan kami.
Aku hanya mengangguk, perutku tidak mau menolongku menjawab lagi sepertinya.
Kami memasuki restoran itu dan duduk di tempat paling mewah.
"Kau yang bayar kan?" tanyaku ragu.
"Hey nona kecil, aku sudah cukup dewasa untuk memiliki penghasilan sendiri, hormatilah sedikit." jawabnya ketus padaku. Kasihan juga sih kalau aku terlalu menekannya. Ku akui, Erwin-san adalah orang yang bijak dan tentunya lebih dewasa secara omongan maupun tingkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ashen Love
Hayran KurguCinta itu kelabu seperti pelangi yang disertai hujan deras, menutupi warna indahnya dan hanya mencantumkan warna kusam. Mencintaimu itu menyakitkan, tapi membencimu justru lebih menusukku lagi. Entah apakah cinta kelabu ini akan menjadi berwarna? at...