satu---dua---tiga.. permainan dimulai! sebuah bidak sudah tersusun rapi diatas papan catur. Pion hitam mulai maju selangkah, namun langkah nya berlawanan dengan pion putih. Selanjutnya, trik memukau dari lawan yang entah dari mana tercipta bisa memakan habis 3 pion putih. Tapi, masih ada kuda putih. Maju dan berhasil melahap 2 pion hitam. Namun, langkah pasukan putih habis sudah. Semua pion sudah berhasil di rebut dan---skak!
raja putih sudah tidak bisa bergerak...
"argh! permainan apa sih ini? bosan banget!" keluh laki-laki penggerak pasukan putih tersebut.
gadis itu tersenyum, "catur. Seru kan?"
"hah? apa-apaan. Sama sekali gak seru." judes si laki-laki. "yasudah, kita selesaikan saja. Rajamu sudah ku makan kok." ujar gadis itu mengambil bidak raja milik sang laki-laki.
"cepat banget. Kamu sudah main berapa lama?"
"3 tahun. Tapi setelah itu aku sudah berhenti main catur." Jawab gadis itu berdiri dari kursinya. Laki-laki itu ikut berdiri, "lho? kenapa?"
gadis itu berjalan keluar ruangan tanpa menjawab pertanyaan si laki-laki. Namun si laki-laki berhasil mengejar sang gadis, "aku, ... Yowamura Daiki, kelas 2-B."
"oh, ya. Salam kenal." balas gadis itu. Si laki-laki memasang wajah kebingungan, "namamu siapa?"
setelah itu si gadis menghentikan langkahnya. Lalu ia berbalik. Mereka berdua bertatapan diantara kerumunan murid-murid yang hendak pulang ke rumah. Gadis itu tersenyum.
"aku hampir lupa memperkenalkan diri, maafkan aku."
"namaku, Hinata Ruby, kelas 2-A dan suka sekali mengikuti klub catur."
-----
pria itu lagi. Seperti biasa dengan tampangnya yang misterius karena memakai tuxedo hitam. Namun karena wajahnya yang tampan ia hampir dibilang konyol oleh orang sekitar. Siapa yang mau memakai tuxedo hitam sambil berjalan-jalan memutari kota dan menanyakan alamat? yah, bisa jadi hanya orang ini.
"permisi, apa ini satu-satunya SMA di kota Ely?" tanyanya pada penduduk miskin di kota tersebut.
"oh, ya, tentu! Hanya ini satu-satunya SMA di kota Ely. SMA ini juga ditetapi banyak orang sukses." balas orang itu.
"terima kasih. Mungkin saya bisa mengandalkan anda jika anda tidak keberatan."
"ah, ya. Silahkan! anda bisa minta bantuan apapun pada putra kecil saya." ucap orang itu antusias sambil memanggil putranya yang berada di dekat gang.
Anak laki-laki itu menghampiri sang pria dengan wajah polosnya. Umurnya sekitar 9 tahun.
"nama saya Yoru." singkat Yoru si putra kecil sang warga miskin.
pria itu tersenyum ramah.
"saya Albert Alzelvin. Senang bertemu denganmu, Yoru. Bolehkah kau membantuku?"
"tentu. Apa saja." jawab Yoru.
Albert si pria ber-tuxedo hitam otomatis memberikan alamat yang sama seperti yang ia berikan kepada Midori sebelumnya.
"jika anda pernah melihat alamat ini, beritahu saya. Sudah lama sekali saya mencarinya."
Yoru memandang alamat itu beberapa menit, "apa wanita ini penting bagi anda?" tanyanya kemudian. Albert meliriknya. semenit kemudian ia tersenyum kecil.
"tentu saja. Dia orang berharga bagiku." Albert juga memberikan foto pada Yoru.
Foto seorang gadis bersurai merah gelap, mata bulat, kulit seputih salju, dan bibir merah manisnya. Wajahnya tampak tersenyum mengarah ke depan tanpa dosa dan masalah apapun. Namun dibalik foto itu tersimpan sesuatu yang kelam. Tanpa Yoru sadari, Yoru sudah melihat korban kekerasan pada kasus 4 tahun yang lalu.
YOU ARE READING
Count Down
Fantasy4 tahun sudah berlalu dan kini bukan saatnya untuk tenang. Aku sadar apa yang harus aku lakukan. Ibuku yang selama ini ada di suatu tempat, sekarang di pidana. Kakakku yang dulu tinggal berdua bersamaku, sekarang menjadi karyawan bar dan tinggal s...