"Selamat malam para bintang-bintang. Kalian masih semangat? Salah satu bintangku kini kehilangan cahayanya. Bisakah kalian memberiku saran untuk mengembalikannya?"
Pagi itu Najam menceritakan semuanya, masalah yang membuat mereka memilih perceraian sebagai jalan keluarnya. Hanya Luna yang berfikir seperti itu, Najam sih inginnya hubungan mereka kembali seperti semula.
Aku masih belum mengerti kenapa Luna tetap kukuh untuk bercerai. Aku saja yang perempuan sama sekali tak bisa menemukan alasan yang mampu mencetuskan perceraian sebagai akhirnya.
Najam bilang Luna berkali-kali menjelaskan tentang peribahasa sebuah kaca. Katanya "Takkan ada kaca yang kembali mulus sempurna tanpa adanya pelelehan zat, pembentukan kembali, dan waktu untuk menyelesaikannya."
Aku pun setuju. Bagaimana pun kaca itu juga pasti berbeda bentuknya. Berbeda dengan bentuk terakhirnya, entah ada polesan yang sedikit melenceng disalah satu bagian. Begitu juga dengan hati, bisa sembuh tapi tak bisa kembali sempurna.
Duh, apa kabar dengan hatiku ya?
Kembali dengan permasalahan mereka. Aku masih belum paham juga. Aku dan Najam saja sampai bermain teka-teki. Apa Najam berselingkuh, jawabannya tidak. Aku Najam suka ingkar janji, jawabannya pun juga tidak. Hingga ku putuskan berhenti menerka dan mulai mencari tahu dari pihak Luna.
Najam izin pulang karena ingin mencoba bertemu dengan Luna. Aku mengiakan, lagipula aku juga tak punya alasan untuk melarang kan.
Setelah mendengar cerita Najam, aku memutuskan untuk menengok kembali Zalwa. Menghadapi mimpi-mimpiku yang terbengkalai.
Setelah Najam dan Luna menikah, aku memang mengabaikan to do list yang kami buat bersama. To do list yang kami buat sejak SMP.
Contohnya liburan bersama bertiga bersama pasangan kami masing-masing. Saat membuat itu dulu aku sama sekali tak menyangka bahwa aku dan Luna akan sama-sama jatuh cinta pada Najam.
Kedengaran gila kan? Membayangkan kami melanjutkan liburan kami dengan aku yang terus-menerus membayangkan apa yang Najam dan Luna lakukan berdua tanpa diriku.
Kasihanilah hatiku.
Najam pernah berkata padaku saat hari pernikahannya. Katanya "cepat menyusul ya. Nanti kita liburan berempat, pasti seru."
Nah kan, aku semakin mengasihani hatiku. Dasar! Sudah gila kali, dengan hatiku yang masih dirampasnya dia malah menyarankanku untuk menikah dan liburan bersama.
Tapi sih itu bukan salahnya juga. Aku saja yang dengan suka relanya memberikan hatiku tanpa mengabarinya terlebih dahulu. Perempuan saja suka dinyatakan perasaannya oleh lelaki, kenapa lelaki tak boleh meminta diperlakukan sama dengan para perempuan?
Menyesal rasanya tak sejak dulu aku menyatakan perasaanku pada Najam.
Dulu, Itu yang membuatku bermusuhan dengan Zalwa. Hingga saat ini aku telah memaafkannya. Zalwa memang tak salah apa-apa, dia kan hanya mengingatkanku pada kebahagiaan, kesedihan, impian dan harapan yang telah ku bagi dengannya. Ini tetap salahku yang belum juga menerima kenyataan.
Pokoknya Zalwa tidak salah, jadi tak seharusnya ku benci.
Beberapa hari ini Najam membantu mengerjakan penelitianku. Daripada dia terus-menerus bersedih atas perceraiannya lebih baik ku culik dan ku jadikan tukang bantu-bantu. Ya meski dia tak benar-benar suka rela melakukannya. Sebagai gantinya dia memintaku untuk mendampingi Luna menggantikannya sebagai imbalan.
Perfect.
Mendampingi Luna yang sedang hamil 5 bulan menggantikan Najam yang notabenenya adalah pria yang aku sukai. Aku memang sudah sadar akan posisi ku terhadap Najam. Merelakan Najam pergi dari hatiku, tapi tetap saja semuanya butuh waktu. Tak semudah itu membiarkannya kembali dari Najam yang ku cintai menjadi Najam sahabatku.
Aku sedang menikmati tiap proses penyembuhan hatiku.
Najam berkali-kali memohon padaku membantunya untuk rujuk sampai waktu kelahiran buah hatinya. Ia tak ingin sampai bercerai dengan Luna, dan saat aku mengunjungi Luna pun dia juga tak ingin berpisah.
Ku pijat keningku, sedikit meredakan sakit kepala yang ku rasakan. Aku tak mengerti dengan apa yang terjadi pada mereka. Sepintas dikepalaku muncul pertanyaan 'mengapa ingin berpisah jika kalian sebenarnya tak ingin berpisah?'. Aku saja sampai sulit mengucapkannya.
Pernah sekali aku bertanya pada Luna, menanyakan perihal mengapa ia mengajukan gugatan cerai, Luna pun hanya diam. Dia bingung, seperti enggan menjawab pertanyaan ku.
Aku kembali bertanya pada Najam. Dan jawabannya masih sama, ia masih belum tahu alasan pastinya. Yang ia tahu Luna sudah mengajukan surat cerainya karena mereka tak lagi sama-sama cocok.
Rasanya ingin berkata kasar.
Ingin rasanya mengumpati mereka.Tapi tidak boleh. Kata Ummi, wanita itu harus santun tata bahasanya. Jadi aku mengurungkan niat untuk berkata yang tak seharusnya.
Ku ingat lagi semua perkataan mereka. Hingga dapat ku simpulkan bahwa mereka ingin bersama. Tapi juga merasa tak saling cocok? Oh yang ini hanya dari pihak Luna saja. Aku memang pernah mendengar bahwa cinta saja tak cukup untuk bersama, hanya saja apa tak bisa dibicarakan dengan baik-baik?
Lamunanku buyar begitu saja seseorang mengetuk pintu.
"Salu, Ummi boleh masuk?" Itu Ummi, aku bereskan meja ku dan menghampiri Ummi yang masih terdiam ditengah pintu kamarku.
"Boleh Ummi."
Ummi masuk dan memilih duduk diranjangku, tak lupa menggiringku duduk disampingnya. Dilihat dari kebiasaan yang Ummi lakukan saat ini adalah kemungkinan Ummi ingin bicara serius dari hati ke hati sebagai wanita. Bukan sebagai ibu dengan putrinya.
"Kamu baik-baik saja sayang?" Aku mengangguk, kami jarang bertemu seminggu ini. Ummi sibuk membantu Abah di ladang, terkadang aku dan Kay akan memasak bergantian lalu membawanya untuk Abah dan Ummi.
"Penelitian kamu gimana? Lancar?" Aku masih mengangguk lagi. Sejauh ini sih lancar, bagusnya aku dibantu Najam.
Ummi mengambil sisir dilaci mejaku. Lalu menyisiri rambutku seperti yang sering ia lakukan dulu. Aku sih nurut saja, lagipula sudah lama Ummi tak melalukan ini lagi.
"Perasaan kamu sama nak Najam gimana?"
"Gimana apanya Ummi? Najam kan suami Luna. Memangnya ada yang bisa dirubah dari itu."
Aku tak salah kan? Memang pertanyaan Ummi saja yang sedikit aneh. Bagaimana pun aku takkan mengambil suami sahabatku. Sebesar apapun rasa sayangku pada Najam.
"Masalah perceraian mereka? Kamu sudah dengar kan?" Mata Ummi melihat mataku dalam, seperti mencari-cari apa yang selama ini ku sembunyikan darinya. Aku menarik tangan Ummi dan membawanya mendekat ke pipiku.
"Ummi tidak perlu khawatir. Salu mungkin masih punya perasaan untuk Najam, tapi hati Najam tidak untuk Salu Ummi. Bagaimana nanti akhir dari rumah tangga mereka pun, Najam takkan pernah melihat Salu seperti Salu melihat Najam."
Aku tahu semua itu adalah kenyataan. Tapi rasanya tetap saja sakit. Ummi tersenyum padaku, menarikku masuk dalam rengkuhannya. Aku menikmati perlakuan Ummi yang satu ini.
"Ummi bangga sama kamu sayang. Oiya kenapa kamu menolak pinangan Dinari?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[AS1] Mentari Di antara Bulan dan Bintang - END
Tiểu Thuyết ChungAda Satu Ku genggam erat tangan Bulan, menggenggamnya dengan saling menguatkan satu sama lain. Ku dengar sayup-sayup langkah Bintang mendekati kami, muncul dan menerbarkan kembali senyuman hangat untuk jiwa jiwa kami yang selalu merindunya. Aku dan...