Salah Tafsir

149 4 0
                                    


Ah anak itu, setiap ucapnya membuat gelak tawa teman-temannya. Seorang anak nasrani, minoritas rupanya dia. namun tak pernah pun merasa minoritas ditengah mayoritas, pun sebaliknya tak ada yang lain merasa mayoritas. Syukur dibawah rimbun pohon mahoni, dimana setiap helainya menari sesuai irama angin yang membawanya, dengan musik alam yang dihasilkan gesekan antara daun dengan ranting seiring derap sepatu, orang butapun tahu bahwa suara tersebut datang dari jiwa muda. Sungguh damai didepan fakultas ini biasa ku habiskan lintingan kretekku, indah memang suasana. Datang dengan hati yang suram, tak sekalipun nampak jiwa muda dalam rautku pagi ini, mungkin dengan mega hitam yang menculik sementara cahaya matari turut menyelimuti semangat pagiku. "Ai apa kabal ?" sapa Petrus dalam riangnya yang menyambar lamunanku, sekejap bayangan anggunnya berkerudung syar'i itu kabur meninggalkan lengking senyum sebelah, "cuaca muram kau pun ikut muram rupanya" cerocosnya yang kulempar dengan lengking senyum sebelah kanan. "masih memikirkan siapa yang kemarin? Pastilah dunia akhirat, kau ini tak usah banyak teori, kuliah selama ini tak ada satupun yang bisa menasehati orang yang sedang kasmaran" cetusnya diiringi kelekar tawa. "sialan" batinku, "ngomong apa kau ini? Semangat pagi pula seperti yang lain aku ini, nasi pecel habis dua porsi dengan bakwannya tiga, masih saja kau bilang muram, bagaimana makalah kali ini?" corocosku menutupi muramnya pagiku. "sejak kapan kau tanya masalah tugas? Kan kau yang berkoar-koar tugas itu tak penting..." "siapa bilang tak penting? Aku bilang itu penting juga" sambarku. "kau pernah mengerjakan? Tak pernahpun aku lihat kau mengumpulkan dimeja dosen, berarti kan tak penting, dulu kan pernah kau koar-koar..." ah makin pusing aku dengan cerocosnya. "jangan di makan mentah-mentah, semua yang keluar dari mulutku bukankah hanya sampah? Sampah yang biasa berserakan, macam-macam pula adanya sampah, organik dan anorganik.." cerocosku tak karuan."siapa saja menganggap bahwa diam adalah emas, namun bicara sepertimu adalah mutiara, tak perlu diolah, siapa saja bisa memakan", "tak pernah pun aku menyarakan seperti itu, kau hanya akan masuk ke kubangan comberan, kubangan limbah trus, kau anggap apa lagi soal dosenmu? Terlalu berlebihan bukan? Minum air putih memang sehat, segalon kau habis mungkin lebih parah efek sampingnya daripada kau tenggak arak, udahlah yang penting kuliah dapat IP bagus kan buat senyum orang tua?"

HUJAN DEPAN FAKULTASWhere stories live. Discover now