1

185 3 0
                                    

"Fit, nih kamu pegang balon yang ini terus Bagas pegang balon yang merah. Terserah mau gaya gimana ya." Aku memberikan kedua balon bergambar senyum itu lalu memposisikan diri untuk memotret mereka berdua. Bukan foto resmi, hanya iseng saja di sela waktu istirahat kami.

Fitri adalah Pradana Ambalan Putri dan Bagas Pradana Ambalan Putra. Dalam pramuka penegak terdapat Ambalan, yaitu satuan organik dalam Gerakan Pramuka. Dalam sebuah Ambalan dibentuk Dewan Ambalan Penegak yang disingkat Dewan Ambalan untuk mengembangkan kepimimpinan di Ambalan. Dewan Ambalan dipimpin oleh seorang ketua yang disebut Pradana. Lalu ada sekretaris yang disebut Kerani. Ada juga Bendahara dan Pemangku Adat.

"Gini aja deh ya." Fitri menggerakkan tangannya yang memegang balon dan memposisikan balon itu menutupi wajahnya, lalu Bagas mengikuti.

"Oke deh, siap ya. 1, 2, 3." Aku memotret mereka beberapa kali hingga sesuai dengan hasil yang aku inginkan. "Sip. Bagus nih hasilnya."

"Mana? Lihat dong, Nis." Aku berjalan menuju bangku di samping Fitri dan memberikan ponselku kepadanya.

"Wah iya lucu nih. Kirim dong, Nis."

"Siap. Oh ya, flaying fox lagi sepi kan? Aku pingin naik ke menara nih."

"Cuma naik aja?"

"Iya, ada sesuatu soalnya."

"Yaudah naik aja, hati-hati."

"Oke, Fit." Aku bergegas menuju sanggar pramuka untuk mengambil buku milikku dan mengganti rok yang kupakai dengan celana pramuka yang ada di dalam tasku.

Satu persatu tangga ku pijak. Lumayan tinggi menara kali ini, lebih dari 7 meter. Karena aku memakai celana jadi aku merasa nyaman saat mulai menaiki tangga.

"Loh, Aji? Lagi ngapain di sini sendiri?" Ternyata ada temanku yang sedang berada di menara juga. Dia terlihat sedang memotret seseorang. "Oh, lagi curi-curi pandang nih? Fotoin Ika pasti." Aku tertawa sambil meneput pundak Aji. Dia juga termasuk teman kelasku. Bahkan tentang Ika, dia pernah curhat denganku. Dan benar saja, dia memang sedang memperhatikan adik kelas itu dari atas sini.

"Annisa! Bikin kaget nih. Ku kira siapa."

"Ya habisnya kamu nggak sadar ada aku di belakang. Serius banget, Ji. Kedip dong." Aku kembali tertawa melihat Aji yang terlihat malu karena tertangkap basah.

"Iya iya. Nih aku kedip-kedip."

Kami tertawa.

"Kamu mau ngapain, Nis? Lompat dari sini? Silahkan, aku rela kok."

"Ih, jahat kamu. Aku mau fotoin gambaranku."

"Selamat tanggal dua puluh ke dua ratus dua puluh delapan." Aji membaca tulisan dalam gambarku. "Apaan sih?"

"Ya tanggal dua puluh."

"Tapi kan ini masih tanggal tujuh belas, Nis."

"Aji, ya kan ini cuma difoto dulu. Ngirimnya sih nanti tanggal dua puluh lah."

"Oh gitu, lah emang dikirim ke siapa?"

"Seseorang dong."

Aku tak ingat kapan aku memulai hobi ini. Setiap bulan di tanggal tujuh belas aku mengucapkan: selamat tanggal dua puluh ke-sekian. Awalnya tak banyak orang yang tau, tapi Kak Dio adalah orang yang sangat jenius sehingga bisa memecahkan kode itu. Bagaimana bisa dia berkata: orangnya lahir bulan Mei ya? Saat itu rasanya hatiku antara senang dan tidak. Senang karena ada yang mengerti dan tidak karena Kak Dio adalah salah seorang teman dari seseorang yang sanggup mendegupkan detak jantungku menjadi lebih cepat dari biasanya. Duh, ketahuan nih.

Kali KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang