prolog

301 14 0
                                    

"Sera! Seraa!" Teriak seseorang membuat si pemilik nama menengok ke arahnya.

Gadis itu menatap temannya yang sedang berlari menuju ke arahnya. Ia hanya terdiam namun matanya terus memperhatikkan lelaki yang berlari itu.

"Tumben dateng pagian." Komentar lelaki itu sesudah menangkap nafasnya. Sera, gadis itu, hanya menghela nafasnya bosan dan memutar matanya sarkastik. Lalu kembali berjalan menuju kelasnya.

Sera melangkahkan kakinya yang terbungkus Nike keluaran baru ke lantai 4 dengan tangga di kampus itu. Sebenarnya ada saja lift, namun ia tahu kalau sudah jam segini pasti ramai.

"Si neng gelis jutek aja." Goda temannya itu masih tak menyingkir dari batang hidung gadis itu walaupun gestur tubuh Sera mengatakan kalau ia tidak mau melihatnya lagi.

Masih dengan mulut yang dibungkam dan telinga yang menuli, gadis itu melanjutkan kembali perjalanannya ke kelas. Sedangkan lelaki itu masih saja mengekorinya seperti yang dilakukan anak bebek kepada induknya.

"Sera! Sera, tungguin!" Seru seseorang lain di belakang mereka berdua.

Langkahnya terhenti dan ia memutar tumitnya untuk mendapati wajah lelaki yang identik dengan si idiot di belakangnya.

Dengan senyuman bodohnya, lelaki itu berlari menghampiri mereka berdua. Rasanya sudah menjadi kebiasaan saja, sampai-sampai orang-orang yang melihat sudah merasa biasa saja melihat kedua anak kembar itu selalu mengekor di belakang gadis itu.

"Kok lo bisa ke sini? Katanya tadi gak bisa dateng?" Tanya si lelaki pertama yang mengikuti Sera kepada adik kembarannya.

"Iya, hampir gak dateng gua hari ini. Tapi kan kapan lagi bisa sekelas sama Sera?" Sahut adiknya dengan senyuman lebarnya.

Sejujurnya percakapan di belakang punggung sera itu terdengar dengan jelas olehnya namun ia terlalu malas untuk mengubris, jadi Sera hanya diam.

"Padahal gua udah seneng bisa berduaan sama Sera. Ah, kampret lo!" Seru si kakak kembar sembari menunjukan ekspresi kesalnya, dan tanpa menengok ke belakang Sera dapat melihat apa yang mereka lakukan.

Setelah perjalanan yang cukup melelahkan karena harus menaikki berpuluh-puluh anak tangga, akhirnya ketiga insan itu sampai di lantai empat.

"Sera, ayo kita duduk di sini." Ajak si adik kembar sambil menunjuk ke barisan ke empat—posisinya agak berada di tengah ruangan, sangat nyaman dan terasa pas untuk mendengar pelajaran membosankan yang akan diberikan sang profesor.

Sera mengangguk sambil berjalan ke kursi-kursi yang masih kosong itu. Namun tangannya tertahan oleh si kakak kembar. Sera mengangkat kepalanya untuk melihat ekspresi lelaki yang lebih tinggi dari padanya itu. Lelaki itu menatap ke bawah, menatap kedua manik berkilau milik Sera dengan penuh cinta, mungkin, entahlah Sera tak begitu yakin.

"Hati-hati." Ujarnya pelan dengan senyuman manisnya. Sejujurnya si kembar itu sangatlah tampan dan menawan, belum lagi pesona mereka yang begitu menarik dan dapat membuat semua perempuan bertekuk lutut—ralat, tidak semua. Buktinya Sera, gadis itu hatinya masih saja mengeras.

Sera hanya berdeham sembari melepaskan pergelangan tangannya dari tangan lelaki itu. Ia melangkah pergi dari sana menuju ke tempat yang ditunjuk oleh si kembar yang bungsu.

"Sera!" Panggil seseorang, namun itu bukanlah salah satu dari si kembar idiot.
Sera mengangkat kepalanya dengan kesal. Sudah berapa banyak Sera yang ia dengar hari ini? Ia mengangkat kapala hanya untuk mendapati teman sekelasnya menunjukan cengiran bodoh.

"Apa mau lo?" Tanyanya sebal saat lelaki itu tak kunjung memutahkan kata-kata kepadanya.

"Gak papa, gua kangen. Kangen banget sama mbak Sera." Ujarnya sambil bergerak untuk memeluk gadis itu. Dan Sera membiarkan rubuhnya untuk dipeluk oleh si lelaki flamboyan itu.

"Woi! Lama banget pelukannya." Protes si kakak kembar.

"Kenapa marah-marah sih? Ngiri lo? Mau gua peluk juga? Sini, gak usah malu-malu." Usil Oliver, si lelaki flamboyan, sembari melepaskan pelukannya dari Sera dan hendak untuk menerkam salah satu dari bocah kembar itu.

Sera yang tidak tertarik dengan pertikaian aneh mereka, langsung melenggang pergi untuk duduk dan menyalakan laptopnya.

Semalaman ia habiskan untuk mengerjakan tugasnya yang seharusnya dikumpulkan hari ini. Sejak seminggu lalu ia sudah berstresria dengan tugas ini, dan akhirnya setelah proses finishing semalam selesai, ia cukup percaya diri dengan karyanya.

Setelah melirik ke arah laptop-nya—file tugasnya untuk keseribu kalinya, akhirnya Sera puas dan mengatur laptop-nya dalam mode sleep. Ia menutup layarnya dan mengambil ponsel dari dalam tas.

Jempolnya pun mulai beraksi meng-scroll atas dan bawah pada halaman timeline sosial medianya. Dengan wajah bosan ia melakukan kegiatan sehari-harinya itu.

Nampaknya salah satu dari kembar itu sudah cukup waras kembali saat ia memutuskan untuk tidak melanjutkan pertikaian mereka bertiga. Ia kemudian duduk di sebelah Sera dan menyenderkan kepalanya di bahu gadis itu.

"Berat," geramnya pelan sembari menggidikkan bahunya, berusaha untuk menyingkirkan beban di bahunya.

"Tapi gua kangen."

"Terus hubungannya apa?" Tanya Sera dengan wajah datar tanpa menoleh dari layar ponselnya.

"Enggak tahu juga sih. Tapi yah, gua pengen bilang aja perasaan gua." Jawab Tino, si adik dari kembar itu.

Sera hanya terdiam dan kembali melanjutkan aktivitasnya. Sesekali ada beberapa murid yang mulai berdatangan dan agak tercengang dengan pemandangan di mana salah satu dari koleksi cogan di angkatan mereka tengah bergulat-ria untuk melepaskan diri dari pelukan Oliver.

"Ra!" Rengek Tino saat Sera tidak bereaksi, "bales dong perasaan gua. Bilang kek kangen juga, atau bilang apa kek? Jangan kayak batu gitulah!"

Namun sayangnya rengekan itu hanya berbuah dehaman singkat dari Sera.

"Tin! Bantuin gua napa?! Lo malah asik mesra-mesraan sama Sera! Jahat lo! Dasar tukang tikung!" Jerit Romeo, si kakak dari kembar itu, yang masih sibuk berlarian ke sana ke mari.

Mendengar perkataan kakak kembarnya itu, tangan Tino malah melingkar di sekitar pundak Sera dan mendekatkan pipinya ke pipi gadis itu sembari menatap Romeo dengan pandangan licik. Jelas betul kalau itu membuat hatinya terbakar.

"Tino bangsat!"

• • •

Oke jadi gua mau bilang halo!
Makasih buat yang udah masukin cerita ini ke library kalian. Jangan lupa buat vote dan komen. Pokoknya thanks udah kasih cerita gua ini kesempatan, walaupun temanya yah...gitu dah.

Until next time, babes

GeminiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang