10. Tak Lekang oleh Waktu

14 0 0
                                    

Tubuh-tubuh itu bersimbah darah tergeletak di tengah jalan yang sepi. Sebuah mobil yang sedang melintas mendadak menghentikan laju kendaraannya. Dua orang laki-laki keluar dari dalam mobil. Tampak seorang dari mereka terlihat langsung menelepon, mungkin polisi atau rumah sakit. Sedang laki-laki yang lainnya mehampiri tubuh-tubuh yang bergelimpangan. Innalillahi wa innailaihirojiun, lelaki tersebut memotong pelepah daun pisang untuk menutupi dua buah tubuh yang sudah terbujur kaku. Kemudian terdengar suara sirine mobil ambulance menderu-deru. Dengan cekatan petugas memasukkan dua tubuh yang masih bernyawa. Petugas meminta bantuan agar dua orang lelaki itu berkenan mobilnya mengangkut dua buah tubuh lain yang sudah terbujur kaku.

Firda mencoba membuka matanya, aroma obat menusuk hidungnya. Dimanakah ini? Mengapa aku ada di sini ? belum sempat dia bertanya, matanya menangkap sosok laki-laki yang nampak tertidur di kursi disampingnya. Sesaat kemudian dia mengingatnya, pagi itu dia dan Satria akan ke kota, dan tiba-tiba adiknya menelpon sambil menangis. Lantas dia diminta segera pulang. setelah itu dia tidak mampu mengingat apa yang terjadi. Tiba-tiba laki-laki itu terbangun, dan menyapanya dengan lembut.

"Hai, Aku Justin. Syukurlah kamu sudah sadar. Aku tahu namamu Firda, kami sudah menghubungi keluargamu mereka akan segera datang". Tanpa ditanya laki-laki yang bernama Justin itu menjelaskan semuanya. Firda terdiam  dan hanya bisa tersenyum. Dia belum sepenuhnya sadar apa yang telah dialaminya. Siapakah Justin, kenapa dia rela menemaninya di rumah sakit ini. Melihat wajah Firda yang tampak kebingungan, Justin segera mengalihkan pembicaraan.

"Kamu harus makan agar lekas sehat" ucapnya sambil mengambil nampan dan memulai memasukkan makanan ke mulut Firda. Lelaki itu tidak menunggu jawabannya, dia terus menyuapinya tanpa memperdulikan tatapan mata Firda yang keheranan. Setelah menyelesaikan makannya, dia mulai berbicara dengan Justin.

"Terima kasih sudah membantuku, bagaimana kamu bisa menemukanku ?" Firda berkata pelan, dia merasa anggota tubuhnya masih kaku dan ngilu. Begitu banyak luka di tubuhnya. Aku menemukanmu tergeletak di tengah jalan yang sepi, saat aku hendak berangkat ke kampus. Tiba-tiba Firda merasa ingin buang air kecil, dia mencoba menggeraknya kakinya bermaksud turun dari tempat tidurnya. Melihat gerakannya, Justin tiba mengatakan "stop ! Kamu mau kemana?" tampak wajahnya sangat terkejut.

"Justin, Ada apa dengan kakiku, kenapa aku tidak bisa menggerakkannya, bahkan aku tidak bisa merasakannya." yang diapnggil hanya terdiam dan mengalihkan pembicaraan. " Jika kamu membutuhkan sesuatu, jangan sungkan untuk mengatakan padaku." Dia menjelaskan besok pagi dokter akan menjelaskan semuanya kepada orang tuamu. Kemudian dia merapikan selimut Firda dan menyuruhnya segera meminum obat. Sesaat kemudian rasa kantuk menyerang, dan lelaki itu meninggalkan ruangan tersebut.

Ibu firda sedang mendengarkan penjelasan dari dokter, bahwa ada trauma di kaki Firda karena benturan keras. Membutuhkan waktu enam bulan agar anaknya bisa berjalan dengan normal dan harus mengikuti terapi di rumah sakit terdekat. Sang ibu tertunduk menghapus bulir-bulir bening di sudut matanya, dia tidak ingin dokter tahu. Justin ada disampingnya, untuk menemani wanita paruh baya yang datang tadi pagi.

Seorang perawat telah selesai membantu Firda membersihkan diri, saat ibunya dan Justin masuk ke dalam ruangannya. Melihat ibunya, sontak mata Firda berair, mereka berdua berpelukan. Justin memilih keluar agar tidak mengganggu pertemuan ibu dan anak tersebut. "Kenapa ibu datang sendirian? Apakah ayah baik-baik saja?". Ibu sudah memperkirakan pertanyaan anaknya, dan menjelaskan jika ayahnya dalam keadaan sehat . Dia tidak ingin anaknya semakin terbebani pikirannya jika mengetahui keadaan ayah yang sesungguhnya. Untuk saat ini tidak perlu menyampaikan kebenarannya, nanti akan ada waktunya firda mengetahui yang sesungguhnya.

Setelah dua minggu dirawat, akhirnya kesehatan Firda mulai membaik. Dia sudah bisa menerima kenyataan bahwa untuk sementara sampai kakinya pulih harus menggunakan kursi roda. Justin mengantar Firda dan Ibunya pulang. Selama proses pemulihan tanpa diminta Justin menenemaninya terapi. Mereka tinggal di kota yang sama, bahkan kampus Justin terletak berseberangan dengan kampusnya. Justin mahasiswa jurusan teknik arsitektur seangkatan dengannya.

Dua bulan telah berlalu, program KKN selesai dan perkulihan harus dimulai. Firda baru mengetahui bahwa Satri meninggal dalam kecelakaan itu saat dia sudah mulai kuliah. Justin dan teman-teman KKN nya yang membesuktidak pernah mau menjawab pertanyaannya. Justin mencoba menghiburnya, dia mengajak Firda ke tempat kebun apel.

Sembari mendorong kursi rodanya, Justin bercerita banyak hal, agar Firda melupakan kecelakaan tersebut. Meski baru mengenalnya, mereka berdua terlihat sudah sangat akrab. Hari-hari pemulihanya terasa penuh warna. Justin pandai menghiburnya. Setelah bulan ke lima, Firda mulai bisa berdiri. Perkembangan ini membuatnya bahagia. Bertepatan dengan libur semester, maka Firda akan pulang ke kampung halamannya. Justin bersikeras mengantarkannya, akhirnya mereka pulang berdua bersama sopir Justin.

Melihat kedatangan anaknya, wanita paruh baya itu tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Kemudian Firda diajak menemui ayahnya. Melihat keadaan ayahnya, dia tertegun ... sang ayah tersenyum melihatnya. " Jadi ayah sedang sakit ..." Dia menggerakkan kursi rodanya mendekati ayahnya yang sedang terbaring.

" Ibu memintamu pulang hari itu ayah terkena stroke, namun Tuhan mempunyai jalan cerita yang berbeda. Alhamdulillah semua sudah sehat sekarang, ayah akan melanjutkan pengobatan terapi berjalan." Ibu menjelaskan kondisi ayahnya. Dia tidak menitikkan airmata namun hatinya sangat pedih. Dari mana ibu memperoleh semua biaya pengobatan dan kuliahnya. Ingin segera menanyakan hal itu, namun tentu tidak di depan ayah.

Justin sekarang mengetahui keadaan keluarga Firda. Hatinya tergerak untuk membantu keluarga itu. Keesokan harinya Dia menawarkan untuk membawa Ayah Firda ke kota, serta berjanji membantu mencarikan keringanan biaya. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan keluarga Firda menyetujui tawaran Justin.

Kebaikan dan ketulusan Justin memikat hati ibu. Firda bisa merasakan sikap ibu. Namun dia belum berani menduga apa yang akan terjadi. Tiga bulan kemudian,  Firda sudah bisa berjalan. Dia mulai mengejar menyelesaikan skripsinya. Dia harus segera lulus, agar tidak menjadi beban ibunya. Saat ini ibu adalah tulang punggung keluarga.
Ibu hanya menjalankan usaha Furniture yang dulu dijalankan ayah sebelum sakit. Aku harus segera mendapatkan pekerjaan untuk membantu ekonomi keluarga. Begitu tekad kuat di harinya.

Firda terlihat sangat cantik dengan baju kebayanya. Hari ini hari bahagianya. Dia akan menjalani prosesi wisuda. Semua lara tak lekang bahagia pasti menjelang.







Puzzle Yang Tak BerbentukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang