Chapter 4 : A Chance

30 3 12
                                    

"KAMU!"

Suaranya menggelegarkan ruang manajer yang sempit itu.

"Astaga, kamu bikin kaget saja. Akhirnya kamu datang juga."

Apa maksudnya?

Pemuda bertopi itu kini mendekatinya dan tanpa seizinnya merangkul bahunya, Iris yang panik sedikit meronta atas perlakuan sang pemuda.

"Jadi begini, Pak.. Iris ini adalah sepupu saya, memang saya yang memberitahukan disini ada lowongan pekerjaan. Keluarganya memang sedang butuh tambahan uang."

Iris yang tadi masih sibuk meronta kini terdiam. Matanya terbelalak mendengar perkataan itu, bisa-bisanya pemuda aneh itu mengaku-ngaku sebagai saudaranya. Apa maksudnya ini?!

"Oh, jadi benar begitu, Raindy? Ya sudah kalau begitu. Tak perlu basa-basi lagi, hari ini kau bisa langsung bekerja disini. Selamat."

"Yay, selamat ya, Iris."

Rangkulan pemuda itu kini Iris hempaskan sekuat tenaga, risih rasanya. Kenal juga tidak, main rangkul-rangkul saja. Apalagi sambil melihat pemuda itu tersenyum padanya, jadi tambah kesal rasanya. "T-terima kasih."

"Haha, dia memang begitu, Pak. Malu-malu anaknya."

Seenaknya saja!

"Haha, ya sudah. Kalau begitu, sekalian kamu antarkan Iris ke ruang dapur untuk mengetahui teknisnya untuk pekerjaan yang akan dilakukannya."

"Oke, Pak! Kami permisi dulu!"

Setelah berkata demikian, lagi-lagi pemuda itu kembali dengan seenaknya menarik tangannya keluar ruangan manajer ini. Karena genggaman tangan pemuda itu tidak kuat, Iris dengan cepat menarik tangannya saat keduanya sudah keluar dari ruangan manajer itu.

Sial, kenapa tadi dirinya jadi tidak bisa berkutik sama sekali ketika pemuda itu mengambil alih keadaan?

"Maumu apa sih?!"

"Yang harusnya bertanya seperti itu aku."

Senyum pada air muka pemuda itu kini sirna. Wajahnya berubah serius, nada suaranya tinggi dan terdengar tegas. Iris pun terdiam.

"Dengar ya, aku di restoran ini adalah karyawan yang selalu diandalkan. Termasuk dalam jajaran yang terbaik, harusnya kamu bersyukur aku jadi bisa menamengimu kapan saja."

"Ngomong apa sih. Sudah, pokoknya aku kesal sudah hampir seminggu ini kenapa selalu bertemu denganmu terus!"

Iris yang kesal kini berlalu begitu saja dari hadapan pemuda itu.

"Ruangannya bukan itu, masih lurus dan belok kanan!"

Gadis itu berhenti dan membalikan badannya, memperlihatkan muka masamnya pada sang pemuda. Sebal, sudah ingin kabur saja jadi salah arah karena baru pertama kali ke restoran ini.

Kesal dan malu bercampur aduk jadi satu.

Iris pun jadi kembali melanjutkan jalannya dengan cepat agar lekas tiba sampai ruang dapur dan menghilang dari hadapan pemuda yang menyebalkan itu.

Kenapa pula harus kembali bertemu dengan pemuda itu sih?

***

"Benar, seperti itu. Duh, Iris pintar sekali, diajari sekali saja sudah paham." Kak Merry berkata demikian sambil bertepuk tangan.

Gadis berkulit sawo matang dengan surai pendeknya yang modis dan umurnya terlihat beberapa tahun diatasnya itu mengembangkan senyumnya karena dirinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

March RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang