EMPAT : Single Happy

4.8K 245 19
                                    

                🌸🌸🌸🌸🌸

"Siapa cowok tadi, Dek?"

Pertanyaan dari Sasti barusan langsung membuat Rara menoleh. Gadis itu memandang kakak keduanya ini dengan tatapan bingung, pura-pura bingung lebih tepatnya.

Sasti berdecak, sambil menatap Rara dengan ekspresi kesalnya. "Itu cowok yang tadi ngobrol sama kamu, yang kaya bete gitu pas Mbak samperin kamu. Gebetan, ya?" tanyanya sambil tersenyum jahil.

"Bukan. Rara nggak kenal kok," kata Rara sambil menggeleng.

"Jadi kalian belum kenalan?" tanya Sasti terkejut, ia bahkan bertanya dengan nada sedikit berteriak.

Rara sedikit melotot ke arah Sasti, karena teriakan kakaknya-yang sedang hamil ini-cukup menarik perhatian beberapa tamu, untuk menoleh ke arah mereka.

"Nggak usah teriak bisa dong, Mbak? Jadian tontonan nih kita," bisik Rara dengan sedikit kesal. Ia paling benci jika harus jadi pusat perhatian.

Seperti biasa Sasti hanya meringis, menunjukkan wajah tak berdosanya. Mungkin hormon kehamilan membuatnya sedikit kehilangan rasa malunya.

"Pantesan itu orang kaya sensi gitu ya sama aku. Ternyata gagal pedekate to." Sasti mengangguk-ngangguk maklum, sambil terkekeh geli, mengingat ekspresi sebal Abbyan.

Rara menggeleng tak peduli. "Apaan sih Mbak? Nggak jelas banget."

"Eh, tapi kamu nggak mau nyamperin lagi, Dek? Ganteng gitu, masa mau dianggurin."

Rara menghela napas sejenak. "Mbak mau?" tanyanya dengan ekspresi malas.

Sasti tersenyum nista sambil memainkan alisnya, tangan kanannya mengelus-elus perut buncitnya yang kian membesar. "Ya, kalau aja perut Mbak belum segede ini. Mbak mau sih," kekehnya sambil tersenyum geli. Dengan tak berdosa ia membayangkan dirinya menggoda Abbyan secara terang-terangan.

"Istighfar, Mbak!" kata Rara mengingatkan, kemudian mendesis kesal.

"Realistis, Dek," kata Sasti yang direspon dengan gelengan kepala heran dari Rara. "Husband material gitu kok, pasti tipekal suami-able deh, yakin." Sasti mangguk-mangguk yakin.

"Emang kamu nggak bosen apa hidup begitu-begitu aja? Nggak pengen pacaran lagi?"

Rara kembali menghela napas sejenak, kemudian memilih menggelengkan kepala sebagai tanda jawabannya.

"Belum move on?" tembak Sasti.

"Udah," jawab Rara yakin.

"Terus?"

Rara tampak berfikir sejenak, kemudian baru menjawab, "Single and Happy. I think it's not bad."

Sasti langsung mencibir, "Gaya kamu, Ra, Ra." Sambil menggelengkan kepalanya. Sementara Rara sendiri hanya tertawa menanggapinya.

                 🐇🐇🐇🐇🐇

Rara memasuki sebuah Cafe dengan sedikit terburu-buru. Pasalnya hari ini ia janjian dengan teman semasa kursusnya dulu, yang ia ketahui sudah menikah dan sedang hamil muda. Jadi ia semakin tak enak hati.

Begitu menemukan meja yang dipesan Sofi, Rara segera menghampirinya. Tak lupa menyampaikan penyesalan atas keterlambatannya yang sebenarnya tidak lewat dari 10 menit ini.

"Maaf, Sof, telat. Tadi jalanan agak macet," sesal Rara yang langsung duduk di hadapan Sofi.

Sofi mengangguk maklum. "Iya, santai aja kali. Gue juga baru nyampe, sekitar 15 menit yang lalu tapi," kekehnya sambil mengaduk-aduk milk shake-nya.

"Sorry deh," ucap Rara makin merasa tak enak hati.

Perempuan di hadapan Rara ini kembali tertawa. "Iya, gue paham Almira Kamania. Ibukota kita ini kan emang macetnya udah nggak perlu kita omongin lagi. Jadi, lo nggak perlu pasang muka mode melas gitu."

Rara tersenyum lega sambil mengangguk. "Ohya, betewe, lo tadi ke sini dianter siapa? Pacar, tunangan, apa suami?"  tanyanya kemudian.

"Sama Abang ojol."

Sofi terkekeh. "Laki lo, ojol?" ledeknya setengah menyindir.

Rara hanya mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh.

"Serius ini. Gue penasaran model laki lo."

Rara tersenyum sambil menghela napas, kemudian memamerkan sepuluh jarinya yang belum terpasang cincin kawin. Hanya ada cincin pemberian Ayahnya di jari tengah kiri, karena kebesaran jika ditaruh di jari manis.

"Pacar?" desak Sofi tak puas dengan jawaban Rara sebelumnya.

"Nggak ada. Jodohnya masih dijagain Mama-nya, mungkin," kekeh Rara sambil mengangkat kedua bahunya acuh.

"Bercanda mulu," cibir Sofi seakan mulai bosan dengan jawaban Rara yang terdengar tak serius. 

"Serius Sof--"

"Serius udah bubar," potong Sofi mulai kesal.

"Dikasih tau juga," dumel Rara mulai ikut kesal, "beneran nggak lagi pacaran, atau apapun itu lah namanya. I'm Single and Happy, okey?" katanya sambil memainkan alisnya naik turun.

Sofi langsung tertawa mendengar jawaban dari Rara, yang menurutnya tidak dapat dipercayai olehnya. "Ini 2018, sayang. Dan lo sok bahagia padahal belum punya pasangan?" Rara mengangguk, membenarkan.

"Bullshit," ejek Sofi. Rara tak marah, hanya tersenyum menanggapinya.

"Lagi berantem kan sama cowok lo?" tebak Sofi, "nggak usah pake kedok single happy deh," imbuhnya kemudian sambil berdecak jengkel.

Rara menghela napas untuk kesekian kalinya. Ia diam-diam menggerutu dalam hati. Kenapa susah banget sih ngomong dengan teman lamanya ini. Lagian enggak ada salahnya kan, single tapi bahagia. Daripada pacaran terus maksiatan mulu? Mending single ke mana-mana, nggak perlu susah-susah jaga nafsu pasangan ataupun dirinya sendiri disaat status belum halal. Fix, single memang pilihan terbaik versi Rara untuk menjauhi maksiat.

"Semua orang punya pilihannya sendiri-sendiri untuk dijadikan prinsipnya, Sofia Hermansyah. Dan prinsipku untuk tidak menjalin hubungan tanpa ikatan sah," kata Rara tanpa keraguan.

"Fix. Lo emang lagi putus sama cowok lo, entah ditinggal kawin atau--"

"Enggak Sofia, serius. Aku beneran nggak pacaran," potong Rara yang sebenarnya mulai kesal dengan sikap ngotot Sofi.

Sofi menerjapkan kedua matanya heran. "Seriusan lo nggak pernah pacaran?"

Rara meringis sambil tersenyum kaku. "Ya, pernah sih."

Sofi langsung memekik heboh. "Tuh kan! Apa gue bilang, lo itu emang cuma lagi di mode baper, lagi sakit hati. Nanti kalau dapet yang beningan dikit pasti langs--"

"Nggak gitu juga kali, Sof," potong Rara tak terima, "dan.. nggak mau kayak gitu," sambungnya kemudian.

Sofi akhirnya memilih mengangguk pasrah, mungkin sudah mulai lelah mendebat Rara. "Iya, gue hargai deh pilihan lo. Semoga aja istiqomah," ledeknya kemudian.

Rara mengamini sambil mengerucutkan bibirnya pura-pura sebal, karena ledekan Sofi.

"Bercanda," kekeh Sofi, lalu memekik tiba-tiba. "Astaga! Minuman gue udah mau abis, dan gue belum nawarin lo?" Rara meringis sambil mengangguk, membenarkan kalimat Sofi.

"Aduh, sampai kelupaan kan. Gara-gara single happy lo sih," canda Sofi, kemudian memanggil pelayan untuk meminta menu.

"Pesen gih! Gue yang traktir. Eh, laki gue maksudnya."

Rara hanya mengeleng tak habis pikir, kemudian memilih membuka menu yang baru saja disodorkan padanya.

"Buruan cari laki, biar punya atm berjalan," bisik Sofi sambil tertawa geli.

Dengan penuh semangat, Rara pun mengangguk. "Iya, nanti pulang dari sini cari deh."

Tbc,

Calon ImamKu(Pindah Ke Dreame)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang