12. Spring di Negeri Sakura

18 1 0
                                    

Kepergian Justin membuatnya benar-benar terpukul. Firda akhirnya menceritakan semua peristiwa pilu itu kepada ibunya. Dia tidak sanggup menanggu semuanya sendiri. Kedua orang tuanya meminta Firda untuk menunggu, bagaimanapun Justin masih suaminya yang sah. Mendengar jawaban dari ayahnya, pikirannya semakin kacau. Akhirnya dia mengalihkan perhatiannya kepada karier dan pendidikannya. Firda tidak ingin terus terpuruk. Dia harus menjadi lebih baik lagi.

Dia terus bekerja keras sambil mencari beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya ke luar negeri. Dia mencari beasiswa ke Negeri Sakura. Usaha dan doanya membuahkan hasil. Dua tahun kemudian berangkatlah dia ke Negeri Sakura. Pemerintah Jepang memberinya beasiswa penuh untuk melanjutkan program magisternya di perguruan tinggi ternama di Tsukuba.

Bulan Juni lima tahun lalu, pertama kali menginjakkan kaki di bandara Narita. Saat itu sedang musim panas. Firda bersyukur atas semua nikmat Tuhan yang di terimanya. Kesabarannya membuahkan hasil yang sangat indah. Seperti janji Nya bahwa setelah kesulitan pasti akan ada kemudahan. Jika ada masalah yang datang bersabarlah karena Tuhan sudah menyiapkan solusi untuk masalah yang sedang kita hadapi. Semua permasalahan yang menimpanya diterima dengan ikhlas. Firda menjadi lebih dewasa. Banyak hikmah yang dipetiknya dari semua kejadiannya ini.

Tsukuba merupakan provinsi terdekat dengan Tokyo. Pusat kotanya tidak terlalu ramai, sehingga cocok sebagai tempat belajar. Firda tinggal disebuah dormitori yang disediakan oleh pihak kampus, yang terletak cukup dekat dari kampusnya. Dia hanya berjalan kaki.

Di kampus inilah dia mengenal Daisuki, teman seangkatannya yang banyak membantu kesulitannya selama tahun pertama tinggal di Tsukuba. Kendala bahasa merupakan masalah terberat baginya. Meskipun sudah memperoleh pendidikan khusus bahasa Jepang, untuk mengimplementasikannya dalam percakapan sehari-hari tidaklah mudah. Daisukilah yang membantunya mengatasi semua kesulitan tersebut.

Meskipun wajah Daisuki terlihat tidak ramah namun setelah mengenalnya ternyata dia merasa ada yang menjaganya. Hari-hari di Tokyo dilalui dengan gembira. Seolah-olah tidak ada kesedihan dihatinya. Dia tidak berusaha melupakan kesedihannya, namun berusaha melewatinya dan berdamai dengan Takdir Tuhan. Firda hanya ingin fokus terhadap dirinya sendiri dan menyusun kembali masa depannya.

Kesibukan kuliah sangat menyita waktunya. Banyak hal dia kerjakan untuk memanfaatkan waktu luang. Dia tidak ingin waktunya terbuang percuma. Terkadang dia melakukan berbagai penelitian bersama-sama Daisuki. Hal itu membuat hubungan mereka semakin dekat. Keduanya memiliki hobi yang sama, travelling dan membaca buku. Terkadang mereka bisa mengahabiskan weekend di salah satu taman hanya dengan membaca buku. Di waktu libur musim panas mereka akan pergi ke pantai bersama teman-temannya.

Sudah empat kali libur musim semi mereka lewati bersama. Dua tahun kemudian mereka menyelesaikan program magisternya. Dan Firda memutuskan untuk menerima tawaran Daisuki, mereka bekerja disalah satu perusahan milik pemerintah Jepang. Perusahan yang bergerak di bidang penelitian saintek.
Prestasi dan ketekunan mereka berdua membuat mereka menerima beasiswa untuk melanjutkan pendidikan mereka ke program doktoral.

Spring yang akan datang ini adalah musim semi ke lima mereka lalui bersama. Namun belakangan ini mereka agak jarang berkomunikasi karena kesibukan masing-masing. Mereka berdua mengambil bidang kajian yang berbeda. Di samping itu Firda sedang sibuk chating dengan lelaki dari masa SMA nya, Adie.

Tanpa disadari dia sering menolak ajakan Daisuki untuk pergi ke taman. Dia lebih memilih chating online sampai satu jam lamanya. Adie dan Firda benar - benar menumpahkan semua cerita hidup mereka saat saling terpisah. Hingga akhirnya mereka menyampaikan rasa dihati masing-masing. Namun untuk apa semua itu, Adie sudah memiliki keluarga. Tentu saja tidak mungkin bagi mereka untuk bersama lagi. Semua sudah terlambat. Tidak perlu menyesali apapun. Mereka masih bisa bersama sebagai sahabat.

"Apakah kita akan bertemu?" suatu sore dia menerima pesan itu dari Adie.
"Bulan Juli ini aku akan berlibur ke Indonesia, jika kita bertemu aku bisa terbang ke Jakarta terlebih dahulu sebelum ke Surabaya"
Adie tidak sedang online, dia akhirnya meletakkan telepon genggamnya.

Setelah membaca pesan kepulangan Firda bulan depan, membuat Adie berpikir keras agar bisa bertemu. Namun dia tidak ingin istrinya berpikir negatif tentang pertemuan itu. Jika dia jujur menceritakan semuanya, khawatir istrinya cemburu. Satu hal yang membuatnya kesal, jika Merry mulai cemburu. Sikap possessive istinya terkadang keterlaluan. Adie selalu menghindari keributan tentang masalah kecemburuan.
Setelah dua hari tidak menghubungi Firda, akhirnya Adie mengirim pesan,
" Aku akan menjemputmu di Bandara Soekarno Hatta"

Hari yang ditunggu pun tiba, Daisuki mengantar kepulangan Firda. Selama di dalam kereta Daisuki memperhatikannya. Mereka tidak banyak berbicara, namun tatapan mata Daisuki berbicara banyak hal. Tentang sikap Firda yang belakangan ini sedikit berubah. Dia semakin jarang menghubunginya. Firda yang memilih bercengkrama dengan telepon genggamnya saat mereka bersama, padahal hal itu tidak pernah terjadi sebelumnya. Berbagai pertanyaan itu hanya disimpan oleh Daisuki.
Sayangnya Firda sibuk membalas pesan Adie. Dia terus menunduk sambil mengetik. Tidak sadar ada seseorang di depannya yang sedang menatapkan lekat mencari berbagai jawaban atas pertanyaan yang tidak pernah terucapkan.

Firda melambaikan tangan, menatap kepergian Daisuki. Dia melanjutkan ke bagian emigrasi. Penerbangannya masih satu jam lagi. Tiba-tiba dia tersadar, dan melihat teleponnya. Ada pesan dari Daisuki "Nice flight, see you again". Setelah membacanya terasa ada sesuatu yang hangat disudut matanya. Perasannya jadi tidak menentu.

Aku hanya berlibur dua minggu setelah itu aku akan bertemu Daisuki lagi. Tidak perlu mendramatisir keadaan, gumam Firda pada dirinya sendiri. Menjawab singkat pesan Daisuki dengan ucapan terima kasih. Kemudian pikirannya mulai mereka-reka pertemuannya dengan Adie.
Bukankah ini hanya pertemuan dua orang sahabat lama, tidak perlu ada yang dirisaukan. Aku sudah menjelaskan semuanya. Jika benar kami bisa bertemu semua itu semata hanya untuk menjalin silaturrahim yang pernah terputus. Bukankah menyambung tali silaturrahim akan memanjangkan umur.

Puzzle Yang Tak BerbentukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang