Jika ada yang bertanya bagaimana hubungan Marco dan Jill, maka sebagian besar orang akan mengira mereka adalah sepasang kekasih. Setidaknya, demikianlah yang nampak di permukaan. Marco dan Jill berkenalan secara tidak sengaja ketika mereka berdua bertemu di Palma Creek. Di sebuah kompleks pemakaman di salah satu pinggiran kota.
Saat itu, Jill dalam keadaan bertampang kusut dan wajahnya basah penuh dengan lelehan air mata. Marco, yang berdiri tidak jauh darinya datang tepat pada waktunya. Dia menangkap tubuh mungil Jill yang terkulai lemas dan kehilangan kesadaran karena menangis nyaris seharian.
Setelahnya, mereka berkenalan dan sering menghabiskan waktu bersama-sama. Marco mempunyai hotel yang terletak tidak jauh dari toko bunga Bloem's milik Jill. Sejak saat itu, hampir setiap hari Jill mengantarkan bunga-bunga segar untuk hotel Marco. Terkadang, Jill membawa buket ataupun pot kecil bunga dan meletakkannya di atas meja lelaki itu. Sebagai hadiah, Jill berkata demikian ketika Marco bertanya perihal pot-pot kecil di ruangannya.
Seperti pagi ini, setelah Jill mengantarkan bunga-bunga segar, Marco sudah datang dan menunggunya di lobi. Lelaki itu tampak begitu rapi, mengenakan setelan jas berwarna gelap. Berdiri di depan beberapa stafnya dan berbicara dengan suara tenang namun tetap berwibawa. Empat dari enam staf berpakaian rapi berseragam warna hijau tosca di depan Marco, Jill mengenalinya. Bahkan mereka sering sekali mengobrol. Dan tentu saja menggoda Jill karena mencurigainya tengah menjalin hubungan khusus dengan bos mereka.
Melihat Marco sedemikian serius, membuat Jill tak berani mendekat. Maka, dia hanya bersandar di salah satu pilar dan memperhatikan Marco dari kejauhan. Marco tak pernah terlalu banyak bicara, dia hanya berbicara seperlunya dan selebihnya akan bertindak nyata. Dia tak pernah terlalu sering bertanya tentang kabar Jill, tetapi satu kali saja Jill berkata bahwa dirinya merasa sedikit kurang sehat, maka dapat dipastikan Marco akan segera muncul di depan pintu apartemennya. Setidaknya, hubungan mereka hanya sampai seperti itu untuk saat ini.
"Kau menungguku sudah terlalu lama?"
Jill mengangkat wajah ketika mendengar suara Marco yang terasa begitu dekat. Dan ketika dia menemukan sorot matanya yang teduh, hati Jill seketika menghangat. Mau tak mau, dia menyunggingkan seulas senyum bernada cerah. Terlebih, saat dilihatnya Marco mengenakan dasi berwarna biru muda yang, yah — terlihat cocok dengan setelan jas yang dikenakan lelaki itu kali ini.
Pada ulang tahun Marco tahun lalu, Jill membeli dasi berwarna cerah, membungkusnya dengan kertas kado dan pita yang juga berwarna cerah. Jill berkeyakinan, mata teduh Marco yang selalu sendu butuh diberi sentuhan sesuatu yang cerah. Kemudian, ketika mereka berdua merayakannya di kafe panekuk di dekat apartemen Jill, Jill menyerahkan kado tersebut disertai satu buket bunga tulip berwarna kuning.
Saat itu, Marco menatapnya lekat-lekat, mengucapkan terimakasih dengan bersungguh-sungguh. Dan, untuk pertama kalinya sejak mereka berkenalan, Jill menemukan binar bahagia dari mata lelaki itu. Bukan binar kesepian yang selalu ditampakkannya dari sorot teduh mata berwarna coklat tersebut.
"Mau makan panekuk lagi?" Jill langsung dapat menebak isi hati Marco. Ketika pagi tadi lelaki itu mengiriminya pesan dan berkata bahwa dia merindukan aroma panekuk madu, maka Jill dengan senang hati menawarkan diri menemaninya. Setiap kali Marco menginginkan panekuk, lelaki itu selalu meminta Jill untuk menemaninya.
Marco hanya tersenyum, dan itu dianggap Jill sudah lebih dari sekadar jawaban. Marco mengerling ke pergelangan tangan tempat arlojinya melingkar, kemudian mengangguk.
Marco bertubuh tegap. Tidak terlalu tinggi tapi juga tidak terlalu pendek untuk ukuran seorang laki-laki. Ketika tubuh mungil Jill berjalan bersisian seperti ini dengannya, maka tinggi Jill hanya sebatas bahunya. Langkah kaki Marco menyesuaikan langkah kaki Jill. Tidak tergesa-gesa, juga tidak berusaha melambatkan diri.
Ketika mereka sampai di pintu foyer depan, cuaca yang mulanya cerah, tiba-tiba saja dipenuhi mendung kelabu yang bergelayut. Tak lama kemudian, bulir-bulir hujan turun dari langit. Mulanya hanya rintik beritme ringan. Lama-lama, rintiknya berubah semakin pekat.
Jill mendesah setengah kecewa,"Hujan....."
Marco menengadahkan tangan. Membuat Jill melirik lelaki di sampingnya. Tak ada perubahan ekspresi apapun di wajahnya. Tetap tenang seperti biasa. Lelaki itu membalikkan badannya lalu berjalan kembali masuk ke dalam area foyer.
Jill melipat kedua lengannya di depan dada, memeluk tubuh. Tak berapa lama, Marco kembali berdiri di sisinya. Mengembangkan payung berwarna hitam pekat yang salah satu sisinya bertuliskan frasa nama hotel milik Marco. Lengan Marco terulur, merangkul bahu Jill agar mendekat hingga Jill dapat mencium aroma tubuh Marco. Perpaduan antara aroma kayu, hangat matahari, serta sedikit aksen vanilla yang segar. Maskulin sekaligus hangat dalam waktu yang bersamaan. Jill sering menyebutnya lelaki beraroma musim gugur.
Lalu, pelan tetapi pasti Marco menarik Jill melangkahkan kaki menembus hujan, dalam pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora
RomanceSeorang pesuruh bayaran (Alex) melalui agensi yang dipimpin oleh Magnus, diminta oleh seorang klien untuk mencuri berlian bernama Pandora dari seorang gadis bernama Jillian. Pandora bukan berlian biasa, melainkan berlian yang bisa menjelaskan identi...