2

88 2 1
                                    

"Gimana sih dek! Kemarin katanya paham sekarang peralatan masih ada yang salah!" Suara bising itu seketika memecahkan suasana hening dalam ruang kelas. Dua senior OSIS sebagai penanggung jawab kelas dalam kegiatan masa orientasi siswa tak segan-segan memporak porandakan hati para junior di kelas itu. Dan pasti apa yang aku rasa sama seperti apa yang teman-temanku rasakan.

Hari ini adalah hari pertama masa orientasi siswa atau yang biasa dikenal dengan MOS berlangsung. Rambut dikepang sesuai jumlah yang diperintahkan, papan nama dengan nama aneh, sampai sepatu hitam tanpa warna lain, rasanya ini sudah menjadi sebuah keharusan dari zaman nenek moyang sampai sekarang, tradisi mos yang selalu saja seperti itu. Orang tua selalu protes, sampai ada siswa yang tak mengikuti mos hanya karena sistemnya terlalu keras dan alasan mereka tidak lain adalah untuk membentuk mental para peserta didik baru. Mereka takut, mereka tak sanggup dengan sanksi yang diberikan, namun mayoritas dari mereka memilih untuk tetap bertahan dan senantiasa menerima segala yang terjadi dalam kegiatan mos. Itu termasuk aku, siap menghadapi MOS di SMA Wijaya 17 ini. Berada di sekolah ini menjadi sebuah impianku sejak duduk di bangku kelas tiga SMP. Berharap hari pertama mos menjadi hari yang indah.

"Di tanya tuh ya dijawab dek!" Karena suasana begitu hening, senior itu berusaha membuat suasananya menjadi tegang.

"Interupsi kak. Kami akan perbaiki." Salah seorang teman kelasku mengangkat tangan kanannya.

"Oh kamu ketua kelasnya kan? Siapa nama kamu? Kalo besok masih begini kamu yang harus terima resiko. Paham?"

"Adit kak. Siap, paham kak."

Tak lama kemudian sekumpulan senior tertua masuk ke dalam ruang kelas dalam keadaan yang tak sesuai dengan peraturan yang ada. Mereka adalah senior kelas dua belas yang masih menjabat sebagai pengurus OSIS. Satu di antaranya cukup membuat aku tertarik, lebih tepatnya tertarik untuk menjadikan senior itu sasaran penyelaanku. Senior itu yang datang dengan keadaan rapi lalu duduk di atas meja. Tuh senior songong banget sih. Ingin sekali rasanya aku berdiri di hadapannya dan memerintahnya untuk turun dari meja. Namun apa daya, aku masih belum berani. Aku tak miliki kekuatan hati yang cukup.

------------------------------0-----------------------------

Setelah sholat zuhur para siswa baru diminta untuk pergi ke aula, kegiatan di sana bukanlah sesuatu yang menegangkan, perkenalan kakak-kakak senior pengurus OSIS. Aku duduk tepat di barisan depan.

"Selamat siang adik-adik. Sekarang akan ditampilkan profil kakak-kakak pengurus OSIS. Biar kalian bisa kenal sama kita. Nanti dicatat ya, dimasukkan datanya ke buku yang udah kalian buat. Paham?"

"Siap, paham." Jawab kami serentak.

Tampilan profil di layar pun dimulai dari jabatan ketua hingga bidang-bidangnya. Kami diminta untuk mencatat biodata para pengurus OSIS yang nanti akan ditayangkan di layar.

"Ah, males banget, Nis. Jam segini mah enaknya tidur ya." Kali ini Bela terlihat begitu tidak bersemangat. Ya semua teman-teman satu kelasku hampir merasa sama setelah kejadian tadi. Rasanya ingin cepat berakhir hari ini.

"Sabar ya, Bel. Kayaknya di sini kegiatannya nggak marah-marah lagi kok." Sembari mencatat aku menanggapi Bela dengan santai agar dia tidak terlalu memikirkan hal tadi.

Rama Pratama. Nama itu terpampang jelas saat profil senior menyebalkan tadi ditayangkan, aku pun bergegas mencatat biodatanya. Aku sudah tau dia pasti bukanlah Ketua OSIS karena tingkahnya seperti tadi. Jelas saja itu dia, fotonya saja mirip dengan aslinya. Sosok itu diminta untuk menunjukkan diri dan benar saja, dia orangnya. Oh, namanya Rama. Sejenak aku merasa tak sadarkan diri bahwa aku telah memandanginya selama lima detik tanpa kedipan. Ah, tidak. Bagaimana bisa aku malah terpesona? Kan aku nggak suka sama tingkah orang itu tadi. Namun semakin rasa kesal itu menjadi jadi, di sisi lain rasa kagum tumbuh beriringan karena kesal membuat aku selalu mencari-cari dia. Hal yang membuatku merasa kagum ketika dia begitu ramah saat memperkenalkan dirinya. Dan sejak saat itu rasa kesal berubah menjadi rasa kagum. Rasanya tak masuk akal, ketika benci berubah menjadi kagum dalam waktu yang sesingkat itu.

Kali KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang