Sidney Hoverson, seorang gadis dengan perawakan mungil yang tinggal di sebuah desa kecil di Ohio tampak sedang meletakkan bunga matahari di sepanjang tanda salib yang terletak di atas makam yang nisannya bertuliskan nama Lea Hoverson yang tak lain adalah ibunya.
Sudah lebih dari seminggu Sang Pencipta mengambil ibunya, membuat hidupnya terasa semakin hampa. Kesedihan bahkan belum hilang dari hatinya. Ia merindukan sosok ibu yang selalu menjadi pelindung dalam hidupnya. Sosok ibu yang selalu memberinya kekuatan di saat dirinya tengah kesusahan.
"Mom, kenapa kau pergi secepat ini dan meninggalkanku dengan bajingan itu?" Sidney mulai mengeluhkan kehidupannya setelah sang ibu pergi sambil terus menyusun bunga matahari tersebut di pusara ibunya. "Kau tahu, Mom, suami sialanmu itu yang dengan sangat terpaksa harus kusebut sebagai Ayahku, dia mengambil semua uang asuransimu. Padahal, uang itu akan kugunakan untuk biaya kuliahku nanti. Pria botak itu memang menyebalkan."
Sidney terus menggerutu, tak peduli jika ia dianggap tidak waras karena berbicara seorang diri. Lagi pula, tak ada orang yang hari ini datang ke pemakaman selain dirinya. Ia hanya ingin mencurahkan kekesalannya kepada sang ibu.
Suara langkah kaki yang terdengar di telinganya membuat pergerakan Sidney terhenti. Ia menoleh ke kanan dan kiri, tetapi tak menemukan siapa pun. Bulu kuduknya sudah berdiri, merasa takut karena dirinya sedang berada di pemakaman dan sebentar lagi hari akan berganti menjadi malam. Bodohnya ia karena datang ke tempat ini di sore menjelang malam seperti ini.
Lambat laun, suara langkah kaki tersebut terasa semakin mendekat. Genggamannya pada bunga matahari yang masih berada di tangannya pun mengerat. Ia lalu berujar sambil memejamkan matanya ketakutan. "Mom, aku memang merindukanmu, tetapi tolong jangan temui aku setelah kau menjadi hantu. Kau tahu aku sangat takut dengan makhluk halus, Mom "
Satu tepukan pelan di pundaknya membuat Sidney hampir menangis. Ia benar-benar takut dengan makhluk sialan itu sekalipun yang muncul di hadapannya adalah ibunya sendiri.
"Apa kau yang bernama Sidney Hoverson?"
Sidney menaikkan sebelah alisnya bersamaan dengan matanya yang perlahan mulai terbuka. Ia lantas berpikir apakah hantu bisa berbicara atau tidak. Dan jawabannya adalah bisa, seperti hantu-hantu yang selama ini ia tonton di film.
Menarik napas dalam-dalam, Sidney kembali memejamkan matanya lalu menangkupkan kedua tangannya di depan dada dan mulai berdoa kepada Tuhan agar hantu-hantu yang saat ini tengah mengganggunya segera pergi dari hadapannya.
"Sidney?"
Suara itu kembali terdengar, tetapi kali ini yang mengucapkannya adalah seorang pria yang membuat kerutan samar menghiasi kening Sidney di sela-sela doanya, tetapi ia tetap tidak membuka matanya. Malah ia semakin takut sebab hantu tersebut ada dua.
"Kami manusia, Sidney. Bukan hantu seperti yang kau takutkan."
Mendengar itu, sontak saja kedua mata Sidney terbuka. Tanpa berpikir lagi, ia langsung menoleh ke belakang dan mendapati seorang pria dan wanita yang sudah berumur sedang menatapnya dengan senyum geli.
Menyadari bahwa yang ia takutkan sedari tadi tidaklah benar, Sidney jadi malu sendiri. Apalagi ekspresi yang ditunjukkan oleh kedua orang itu jelas sekali sedang menertawakan sikap konyolnya itu. Dan yang bisa ia lakukan hanyalah cengengesan tak jelas sambil menggaruk belakang kepalanya.
"Jadi, benar kau Sidney Hoverson?" Wanita itu kembali bertanya.
Sidney lantas bangkit berdiri. Kebingungan menyapu wajahnya, tetapi ia tetap tersenyum sopan kepada kedua orang yang tak dikenalnya itu. "Maaf, Anda berdua siapa?"
Sang wanita tersenyum lembut, membuat wajah tuanya kelihatan lebih cantik dari sebelumnya. "Aku Olivia Hamilton dan ini suamiku, Nate Hamilton," ia melirik pria dengan rambut kelabu yang ada di sampingnya.
Entah kenapa, nama itu seperti tak asing di telinganya. Sejenak, Sidney sempat mengingat-ingat nama tersebut. Dan ketika ia tahu siapa sebenarnya dua orang yang ada di hadapannya ini, teriakan heboh langsung keluar dari mulutnya, membuat area pemakaman menjadi riuh.
"Kalian Tuan dan Nyonya Hamilton yang kaya itu? Yang mempekerjakan Ibu dan Nenekku dulu? Wah! Aku tidak menyangka akan bertemu kalian," Sidney berdecak kagum, merasa bangga karena bisa bertemu dengan pasangan yang mempunyai pengaruh besar di Amerika ini. "Ah, iya. Perkenalkan, aku Sidney Hoverson, putri dari Lea Hoverson dan cucu dari Mery Rich," ia mengelap tangannya terlebih dahulu sebelum menyodorkannya ke arah Olivia dan Nate Hamilton.
Olivia dan Nate Hamilton semakin melebarkan senyum mereka saat melihat sikap Sidney yang begitu bersemangat. Olivia lantas membalas uluran tangan gadis itu yang selanjutnya disusul oleh Nate.
"Sidney, kami turut berduka atas kepergian Ibumu. Maaf baru bisa datang sekarang," ucap Nate, menyampaikan belasungkawanya.
Sidney menganggukkan kepalanya beberapa kali. Senyum masih bertengger di bibirnya, seakan-akan masih terjebak bersama euforia kebahagiaan karena bisa bertemu dengan dua orang yang namanya selalu dielu-elukan itu. Orang yang kerap kali disebut dalam setiap cerita ibu dan neneknya.
"Maaf kami tidak bisa berlama-lama. Ini kartu namaku," Nate menyerahkan kartu nama miliknya kepada Sidney yang dengan antusias diterima oleh gadis itu.
"Kalau kau butuh apa-apa, datang saja ke rumah kami. Kami akan dengan senang hati menerimamu di rumah kami, Sidney," tambah Olivia dengan senyum di akhir kalimatnya.
Sekali lagi Sidney mengangguk penuh enerjik. "Terima kasih, Tuan dan Nyonya Hamilton. Mommy pasti senang mengetahui kalau kalian mengunjunginya."
Sepasang suami istri itu memamerkan senyum mereka. Olivia lantas menepuk pelan pundak Sidney sebelum mengajak suaminya untuk bergegas pergi.
Sepeninggal kedua orang tersebut, Sidney kembali berjongkok di samping pusara ibunya. Wajahnya masih menunjukkan ketidakpercayaan.
"Mom, kau lihat siapa yang baru saja datang? Mereka adalah Tuan dan Nyonya Hamilton. Astaga! Aku tidak menyangka bisa bertemu dengan mereka. Kau lihat, Mom," ia mengangkat kartu nama milik Nate Hamilton di depan nisan ibunya. "Mereka memberiku kartu nama ini dan bahkan mengundangku untuk datang ke rumah mereka. Benar apa yang Nenek dan Mommy sering ceritakan, mereka sangat baik."
Sidney mengarahkan kartu nama tersebut tepat di depan wajahnya, menatap lekat-lekat tulisan yang tertata rapi di sana. Pandangannya penuh selidik, tetapi hanya sebentar karena senyum sumringah kembali menghiasi bibirnya.
"Aku harap bertemu dengan Tuan dan Nyonya Hamilton merupakan pertanda baik dan bisa mengubah nasib jelekku ini," harapnya sambil mendekap kartu nama tersebut.
••••
Jadi, cerita ini merupakan spin off dari cerita Sweet Billionaire. Yang udah baca cerita itu sampai selesai pasti kenal sama Newt Hamilton😋
Iya, ini ceritanya Newt. Idenya tiba-tiba aja muncul waktu aku lagi nulis secret chapter untuk Sweet Billionaire. Dan jadilah cerita ini.
Oke, itu aja. Jangan lupa tinggalkan vote dan komen ya❤
9 Juni, 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Bride
Romance[TAMAT - CERITA MASIH LENGKAP] Newt Hamilton, seseorang yang digadang-gadang akan mewarisi kekayaan ayahnya yang begitu berlimpah. Akan tetapi, sifatnya yang arogan membuat sang ayah belum mau memberikan semua kekayaan yang telah dirintisnya mulai d...